Jumat, 23 Oktober 2020

Syaikh NAWAWI AL-BANTANY - (63)

 

Nama lengkapnya Muhammad bin Umar bin Ali Nawawi al-Jawi al-Banteni . Ia dikenal sebagai seorang ulama terkemuka mazhab Syafi’i. Ayahnya bernama syekh Umar bin Ali, penghulu kecamatan Tanara ,Banten. Ia  bersaudara tiga orang yaitu Nawawi, Tamin dan Ahmad . Ia meninggal dunia pada tahun 1315 H.

Pendidikan dasar yang dilalui Syekh Nawawi  di bawah bimbingan ayahnya dan guru-guru lainnya di daerah kelahirannya dan sekitarnya, seperti KH Sahal (Banten), KH Raden Yusuf Pengasuh pesantren di Purwakarta Karawang) dan lainnya. Kemudian ia pergi  haji dan bermukim di Makkah selama tiga tahun dengan membawa ilmu agama yang cukup banyak. Sekembalinya ke Banten, ia merencanakan kembali bermukim di Makkah untuk menguasai ilmu agama lebih dalam lagi. Dan rencana ini pun terlaksana, sehingga ia menetap di sana selama 30 (tiga puluh) tahun sampai wafatnya. Di Makkah, ia  berguru kepada : syekh Khatib Sambas, Abdul Gani Bima, Yusuf as-Sumbulaweni, seorang guru yang berasal dari mesir, syekh Nahrawi, dan syekh Abdul Hamid Daghastani juga seorang guru dari Mesir. Setelah cukup ilmunya, Syekh Nawawi  menjadi seorang ulama yang menghabiskan sisa hidupnya untuk mengajar di rumahnya (pesantren) sendiri di Makkah. Sedangkan para santrinya sebagian besar adalah para muqimin dari  Indonesia.

Kehidupan syekh Nawawi sangat sederhana. Hal ini nampak dari busana yang dikenakannya, menurut ukuran masyarakat Makkah waktu itu, sama sekali tidak mencerminkan kemewahan dalam posisinya yang terhormat selaku ulama besar. Seorang orientalis dan Islamolog bangsa Belanda, Prof.DR. Snouck Hurgronje dalam kunjungannya ke Makkah selama 6 bulan (1884/1885) sempat bertemu dan menyaksikan kehidupan syekh Nawawi secara langsung, lalu ditulisnya didalam salah satu bagian pada bukunya, Mecca in the latter part of the 19th century, yang diterbitkan oleh E.J.Brill Leiden tahun 1931, pada halaman 268-273. Diantara catatannya yang dikutip oleh Dr. Karel A. Steenbrink : “Badannya (imam Nawawi) yang terbongkok memperlihatkan orang yang masih lebih kecil dari kenyataannya. Dia berjalan seolah-olah seluruh dunia adalah suatu kitab besar, yang dia asyik membacanya…”.

Snouck Hurgronje pernah bertanya kepada syekh Nawawi, “Kenapa tuan tidak turut mengajar di Masjidil Haram?”. “Pakaian kami jelek dan diri kami belum sesuai dengan kemuliaan seorang ulama bangsa arab”, jawabnya. “Toh banyak guru yang ilmunya tidak sedalam ilmu tuan, tapi turut mengajar di Masjidilharam?”, tanyanya lagi. “Kalau memang mereka diijinkan mengajar di sana, pastilah mereka cukup berjasa untuk itu”, jawab syekh Nawawi. Dari jawabannya ini menunjukkan bahwa dia adalah seorang ulama yang rendah hati (tawadhu’).

Dalam bidang tasawwuf, dia mempraktekkan tasawwuf imam al-Ghazali yang menitikberatkan segi akhlak dalam bentuk realistis. Sedangkan di bidang fiqih, dia menganut madzhab Syafi’iy.

Selain itu, Syekh Nawawi al-Banteny, yang di tanah arab digelari Sayyidu ‘Ulama`il Hijaz (Pemuka ulama negeri Hijaz), ternyata seorang penulis produktif yang ahli di bidang tafsir, tauhid, fiqih, dan bahkan tasawwuf. Diantara kitab susunannya di bidang tafsir :1) Marahu Labidil Kasyfi Ma’na Qur`anin Majid . Bidang tauhid :  1) Qathrul Ghaits fi Syarhi Masaili Abil-Laits,  2) Bahjatul Wasail li Syarhi Masail,  3) Fathul Majid, 4) Qami’ut-Tughyan. Bidang Fiqih (menurut madzhab Syafi’iy) : 1) Ats-Tsimarul Yani’ah, syarah terhadap kitab ar-Riyadhul Badi’ah,  2) Sullamul Munajah,  3) Kasyifatus-Saja,  4) ‘Uqudul Lujain (soal kehidupan rumah tangga),  5) Nihayatuz zein fi irsyadil mubtadin, syarah fathul mu’in karangan al-Malibari, fiqih syafi’ii yang dicetak Darul Qalam di Kairo tahun 1966 M . Bidang tasawwuf :  1) Salalimul Fudhala` , sebagai syarah atas nazham Hidayatul Adzkiya` ila Thariqil Auliya`,  2) Maraqil ‘Ubudiyah, sebagai syarah terhadap kitab Bidayatul Hidayah karya imam al-Ghazali, dan  3) Nashaihul ‘Ibad, sebagai syarah atas kitab al-Munabbihat ‘alal Isti’dad li Yaumil Ma’ad karya Ibnu Hajar al-Asqalaniy. Karya lainnya : 1) Tanqihul qaulal hadist fi syarihi lubabil hadist (hadis),  2) Syarah ajurumiyah (tahun 1881M), 2) Syarah al-Barjanzi (tahun 1883M),  3) Lubabul bayan (tahun 1884 M), 4) Syarah Dhariat al Yaqin (1886 M.),  5) Syarah ad-durr al farid,   6) Dua buku syarah maulid barjanzi,  7) Syarah manasik haji atas kitab karangan asy-Syarbini (1880 M),  8) Suluk al jaddah (1883), dan beberapa kitab lainnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar