Kamis, 22 Oktober 2020

ASIAH, ISTRI FIR’AUN - (33)

  

Asiah adalah salah seorang wanita mulia, suci dan beriman kepada Allah. Dia menjadi istri raja Fir’auan yang terkenal kezalimannya. Dan dia juga ditakdirkan Allah menjadi pengasuh bayi musa. Kisah tentang kehidupannya sebagaimana berikut ini.

Di negeri Mesir terdapat suatu kerajaan yang dikepalai seorang raja yang terakhir bernama Fir’aun, dia terkenal dengan keganasannya dan tidak berperikemanusiaan. Konon dia telah beberapa lama ditinggalkan oleh istrinya (meninggal) sehingga dia hidup menyendiri. Banyak para pembesar istana memohon agar Fir’aun mengambil istri baru, akan tetapi semua harapan para pembesarnya itu ditolak dengan alasan bahwa dia belum melihat seorang wanita yang berkenan untuk dijadikan permaisuri.

Sedangkan di tempat yang tidak jauh dari istana Fir’aun ada satu jeluarga yang terkenal dengan keturunan orang-orang baik dan shalih yaitu keluarga Imran yang bernama Asiah, ia terkenal karena kebaikannya kepada Allah Swt. Juga akan kecantikannya. Maka tidaklah heran banyak orang-orang terutama para kaum pemuda yang tertarik oleh kecantikan dan kepribadian Asiah. Akan tetapi mereka merasa segan dan malu untuk meminangnya, begitulah Asiah menjadi buah bibir pada saat itu.

Kabar tentang Asiah ini akhirnya sampai pula ke telinga Fir’aun sehingga Fir’aun tergerak hatinya untuk memperistri Asiah sebagao permaisurinya. Maka diutusnyalah seorang menteri bernama Haman untuk menyelidiki berita kebenaran tentang keberadaan Asiah.

Kemudian menteri Hamanpun datang menemui Asiah, juga kepada kedua orang tuanya dengan maksud menceritakan kehendak Fir’aun. Kedua orang tuanya menerima kedatangan dan maksud Fir’aun. Akan tetapi Asiah tidak menerima lamaran Fir’aun karena ia adalah seorang tokoh yang ingkar kepada Allah Swt. Juga dia adalah seorang raja yang tidak berperikemanusiaan, itulah kata-kata  yang dilontarkan kepada kedua orang tuanya.

Mendengar ucapan Asiah demikian, sehingga kedua oranga tuanya menjadi termenung sejenak dan merekapun tidak akan memaksakan kehendak anaknya.

Sehari setelah menyampaikan kehendak Fir’aun, kemudian Haman datang kembali kepada Asiah dan kepada kedua orang tunya untuk menanyakan tentang lamaran Fir’aun. Kemudian kehendak Asiah itu disampaikannya oleh kedua orang tuanya kepada utusan Fir’aun itu.

Mendengar permintaan Fir’aun itu ditolak, maka betapa marahnya orang itu, ia mencaci maki kedua orang tua Asiah hingga tuan rumah menjadi terkejut atas tingkah laku orang itu. Sementara Asiah mendengar dari dalam kamarnya sambil hatinya berdo’a kepada Allah Swt. Agar jangan terjadi apa-apa terhadap kedua orang tuanya. Dengan kasar utusan Fir’aun itu pulang meninggalkan rumah itu dengan perasaan kecewa mereka kembali ke istana menyampaikan khabar kepada Fir’aun.

Setelah menerima berita dari utusannya itu, Fir’aun pun menjadi marah, sehingga ia bertindak secara kekerasan terhadap Asiah. Maka keesokan harinya utusan lain dipanggil oleh Fir’aun untuk menyampaikan surat perintah darinya untuk menangkap kedua orang tua Asiah. Setelah para utusan itu sampai di rumah orang tua Asiah, maka kedua orang tuanya disiksa dan dirantai juga diperlakukan secara kasar lalu dibawa ke istana sampai akhirnya mereka dimasukkan ke dalam penjara.

Begitu juga setelah kedua orang tuanya selesai, maka pada hari itu juga Asiah ditangkap pula dengan kekerasan dibawa ke istana. Setelahnya sampai di istana, ia tidak dapat berkata apa-apa, namun yang ia khawatirkan adalah memikirkan nasib orang tuanya. Maka setelah Asiah berada di hadapan Fir’aun dengan kedua tangan terikat lalu kedua orang tuanyapun dibawa dari dalam penjara dipertemukan dengan anaknya. Sungguh tragedy yang sangat menyedihkan saat itu. Kemudian Fir’aun berkata: “Hai Asiah jika engkau seorang anak yang baik, tentu engkau akan saying terhadap orang tuamu, maka oleh karena itu engkau boleh pilih satu antara dua, kalau kau terima lamaranku, berarti engkau akan hidup senang dan akan aku bebaskan kedua orang tuamu. Dan sebaliknya jika engkau menolak lamaranku, maka aku akan perintahkan mereka untuk membakar hidup-hidup kedua orang tuamu di hadapanmu.”

Akhirnya dengan ancaman itu, maka Asiah menerima pinangan Fir’aun akan tetapi Asiah pun mengajukan kehendaknya kepada Fir’aun yaitu: Bahwa Fir’aun harus membebaskan kedua orang tuanya, harus membuatkan rumah yang indah lengkap dengan perkakasnya, bahwa orang tuanya harus dijamin kesehatannya beserta makan dan minumnya, bahwa Asiah bersedia menjadi istri Fir’aun hadir pada acara-acara tertentu sebagaimana lazimnya seorang isteri raja, akan tetapi Asiah tidak bersedia tidur bersama Fir’aun. Maka apabila permintaan-permintaa Asiah tidak dipenuhi, ia rela mati dibunuh bersama kedua orang tuanya.

Akhirnya Fir’aun pun memenuhi permintaan Asiah. Dan memerintahkan kepada Haman untuk membuka rantai belenggu yang ada di tangan dan kaki baik Asiah maupun kedua orang tuanya. Dan sejak saat itu  Asiah hidup bersama Fir’aun dalam istana yang indah dan kemegahan. Akan tetapi bagi Asiah tidaklah membawa pengaruh terhadap kehidupan pribadinya dan tidak pula terbawa arus oleh adat Jahiliyah. Ia tetap berpegang teguh kepada ajaran Islam. Hampir setiap saat terutama di malam hari ia selalu beribadah kepada Allah Swt penuh dengan ketaqwaan dan kekhusyuaannya, memohon kepada Allah Swt agar segala kehormatannya jangan sampai disentuh oleh orang-orang kafir sekalipun suaminya (Fir’aun) juga ia rela berkorban demi kepuasan dan ketenangan hisup kedua orang tuanya.

Sehingga untuk menyelamatkan Asiah, Allah memberikan pertolongan kepadanya untuk mencegah kebiadaban Fir’aun dan demi menjaga kehormatannya, Allah menciptakan iblis yang menyamar dirinya seperti rupa Asiah untuk tidur bersama Fir’aun.

 

Menjadi Pengasuh Bayi Musa

Pada suatu hari, tukang tenung menghadap kepada raja Fir’aun. Dia mengabarkan tentang lahirnya seorang anak laki-laki di kalangan bangsa Bani Israel yang tinggal di Mesir. Anak itu nantinya akan dapat mengalahkan dan tidak akan mengakui Fir’aun sebagai raja dan Tuhan.

Mendengar kabar yang demikian itu, Fir’aun segera mengeluarkan peraturan dan perintah bahwa setiap anak laki-laki Bani Israel yang dilahirkan pada waktu itu harus dibunuh, kecuali bagi bayi-bayi perempuan. Di saat berlakunya undang-undang ini, ibu Musa sedang mengandung dan sudah dekat melahirkan anak (nabi Musa).

Ibu Musa, yang bernama Yukabad, sangat takut apabila bayi yang dikandungnya adalah bayi laki-laki. Bagaimanapun juga, seorang ibu tidak tega melihat bayinya dibunuh. Oleh karena itu, bersama suaminya, ia pergia dari rumahnya, dan bersembunyi, di sebuah gua. Saat sedang bersembunyi itulah, nabi Musa dilahirkan. Dan alangkah kagetnya sang ibu, karena bayi yang dilahirkan adalah seorang anak laki-laki.

Ibu Yukabad percaya bahwa anaknya itu akan hidup terus dengan sedapat mungkin dia merahasiakan kelakian putranya. Tiga bulan lamanya bayi Musa itu dapat dijaga oleh ibunya sendiri, yang tidak diketahuioleh Fir’aun dan kaki tangannya. Tetapi peraturan tersebut makin lama makin keras dan diperketatnya pasukan pengintai dan mata-mata diperbanyak, untuk mengetahui setiap perempuan yang hamil dan akan melahirkan. Akan tetapi Allah Swt telah mewahyukan kepada ibu Musa, agar diletakkan bayi itu di dalam satu peti, lalu hendaklah peti dilemparkan ke dalam sungai Nil. Dan Allah lah yang menjaganya.

Setelah beberapa waktu lamanya terbawa arus sungai Nil, maka sampailah peti bayi itu ke tangan pegawai istana, isteri Fir’aun, Asiyah, mengambil bayi itu, sebelum sampai ke tangan algoko-algojo. Lalu Allah Swt meletakkan cinta terhadap bayi itu di dalam hatinya. Sedangkan ia merahasiakan keimanannya terhadap suaminya. Akhirnya Asiah menetapkan diri menjadi pengasuh sang bayi dan sekaligus mengangkatnya sebagai anak.

“Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih saying yang datang dari pada-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasanKu.” (Q.S. Thaha: 39)

“Dan berkatalah isteri Fir’aun: ‘(Ia) biji mata bagiku dan bagimu, janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia sebagai anak,’ sedang mereka tiada menyadarinya.” (Q.S. Qashas: 9).

Nah demikianlah Musa dididik dan dipelihara di dalam rumah seseorang yang bekerja menghabisi nyawanya. Sedang isteri Fir’aun menjaga dan memeliharanya, sambil dibantu oleh seorang laki-laki, yang juga merahasiakan imannya yang mana Allah Swt memberikan isyarah di dalam firman-Nya ayat 28 dari surat Ghafir.

“Dan seorang laki-laki yang beriman diantara pengikut-pengikut Fir’aun yang menyembunyikan imannya berkata, ‘Apakah kau membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: Tuhanku adalah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung dosa dustanya itu, dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkan kepadamu akan menimpamu.’ Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.”

Orang tersebur selalu mendatangi tempat-tempat dan rumah orang yang beriman, baik di istana Fir’aun maupun di rumah ibunya. Walaupun laki-laki mukmin itu memiliki kebudayaan yang tinggi dan ia dapatkan dari pengalaman-pengalaman di masa itu, Allah Swt. Pun membekalinya dengan pengertian-pengertian Ilahi.

 

Akhir Isteri Fir’aun

Ketika Musa as. Membawa risalah Allah kemudian ahli-ahli sihir itu pada beriman, maka isteri Fir’aun membuka rahasia keimanannya. Dengan jelas dan terang-terangan, ia memproklamirkan keimanannya akan Musa.

Bagi Fir’aun ini adalah sesuatu yang besar dan luar biasa, dimana isterinya sendiri keluar atau menyimpang dari kepercayaannya, lalu ia beriman terhadap apa yang dibawa oleh musuhnya. Di sini Fir’aun mengganjar wanita yang beriman itu dengan bermacam-macam siksaan agar ia kembali kepada kepercayaan yang dimilikinya. Namun, sang isteri tetap di dalam perjanjian yang semula (iman kepada Allah) bahkan siksa-siksa Fir’aun yang dijatuhkan kepadanya tak dirasa sebagai beban. Lalu ia memohon kepada Allah Swt. agar ia dijauhkan dari lingkungan yang penuh dengan penyakit rohani, dengan cara dikeluarkan dari istana yang bejat itu, dan masuk ke dalam surga, sebuah bangunan di sisi Allah, agar selalu berada di bawah naungan-Nya. Permohonan itu dikabulkan oleh Allah Swt.

“Dan Allah membuat isteri Fir’aun, perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: ‘Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisiMu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkan aku dari kaum yang zalim.” (Q.S. Tahrim: 11).

Bersamaan dengan mengganasnya perilaku Fir’aun dan kaki tangannya di negeri Mesir dan mereka tidak mau mengakui kenabian nabi Musa serta tetap menganggap dirinya adalah Tuhan. Mereka mengetahui bahwa di dalam istananya terdapat orang-orang yang tidak mengakuinya sebagai Tuhan. Mereka itu adalah Masyithah, tukang sisir rambut putrid Fir’aun dan suaminya Hazaqil, juru rias istana.

Kemudian Fir’aun memanggil keduanya dalam waktu yang berbeda, dan meminta kepadanya agar meninggalkan agama tauhid dan mengakuinya sebagai Tuhan. Jika menolak keduanya beserta anak-anaknya akan dibunuh secara keji. Permintaan Fir’aun itu ditolaknya, dan bahkan memperingatkan Fir’aun agar beriman kepada Allah dan mengakui kenabian nabi Musa.

Mendengar hal tersebut, Fir’aun sangat marah dan memerintahkan kepada algojo-algojonya untuk menghukum mati dengan cara keji, Masyithah beserta anak-anaknya dimasukkan ke dalam wajan besar yang berisi air panas. Akhirnya satu persatu diantara mereka dimasukkannya ke tempat tersebut dengan tetap beriman kepada Allah. Sedangkan suaminya terlebih dahulu dihukum dengan cara yang sama.

Saat itu Asiyah yang telah menyaksikan kejadian Masyithah Asiyah memarahi suaminya (Fir’aun) dengan kata-kata yang pedas bahwa Asiyah tidak sudi lagi bersuami dengan Fir’aun sebagai orang yang dikutuk Allah dan mengatakan bahwa Asiyah akan pergi meninggalkan istana dan lebih baik mati seperti Masyithah dari pada hidup penuh dengan gelimang dosa. Dengan ucapan demikian, maka Fir’aun menjadi marah dan mencaci maki Asiyah serta menganggap bahwa Asiyah telah gila.

Fir’aun kemudian menyiksa Asiyah dengan tanpa diberi makan dan minum sampai akhirnya Asiyah wafat akibat keganasan Fir’aun. Dan sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, ia sempat berdo’a kepada Allah Swt sebagaimana yang tersirat dalam al-Qur’an surat at-Tahriim ayat 11 yang artinya:

“Allah memberi contoh kepada orang yang beriman seperti isterinya Fir’aun ketika ia berdoa: “Ya Allah tuhanku buatkan untukku sebuah rumah di dalam surga dan lepaskan aku dari kekejaman Fir’aun serta amal perbuatannya dan lepaskan aku dari tindakan orang yang zalim”

Demikianlah kisah Asiyah, semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar