Jumat, 23 Oktober 2020

FARIDUDDIN AL-ATTAR, Tokoh Besar Sufi Pada Masanya - (59)

 

Muhammad Fariduddin al-Attar dilahirkan di Naisabur sekitar tahun 506 H/1119 dan meninggal sekitar tahun 607 H/1220 di Syaikhunah dalam usia yang amat lanjut. Ia adalah salah seorang sufi terkemuka pada masanya.

Sebagaimana kebanyakan anak-anak desa, al-Attar mulai belajar membaca al-Qur’an di tanah kelahirannya. Kemudian mengikuti pendidikan agama dan tertarik kepada bidang seni.

Setelah dewasa, Fariduddin Al-Attar bekerja sebagai pedagang minyak wangi dan obat-obatan dan pekerjaan ini berlanjut terus-menerus sampai ia memiliki toko sendiri. Setelah berkeluarga, kehidupannya lebih meningkat dan tergolong pedagang yang berhasil. Namun, sejak bertemu dan diperingatkan oleh salah seorang sufi yang sedang mampir di tokonya, akhirnya ia menyerahkan tokonya kepada orang lain dan ia sendiri bergabung dengan kaum sufi.

Pelajaran tasawuf dan bimbingan kerohanian diterima Al-Attar dari dua tokoh sufi di masyarakat yaitu Syekh Ruknuddin dan kemudian dilanjutkan kepada sufi Abu Sa’id bin Abil Khair. Setelah ia menyelesaikan kajian tasawufnya dengan kedua guru sufi tersebut ia banyak membaca kitab-kitab tasawuf seperti Hikayat al-Masyaikh karya Abu Muhammad Ja’far bin Muhammad al-Khuldi (wafat 348 H/959), Kitab al-Luma’ karangan Abu Nasser Abdullah bin Ali all-Sarraj (wafat 378 H/988), Kitab Thabaqat al-Shufiyah karangan Abdurrahman Muhammad bin al-Husein al-Sulami (wafat 412 H/1021), kitab Hilyatul Aulia karangan Abu Na’im al-Asfihani (wafat 430 H/1038), kitab al-Risalah karangan Abul Qasim al-Qusyairi (wafat 465 H/1072), kitab Kasy al-Mahjub karangan al-Hujwiri (wafat 467 H/1075) dan kitab-kitab tasawuf lainnya.

Sebagaimana sufi-sufi lainnya, ia juga banyak mengadakan perjalanan dan salah satu di antara perjalanannya menuju Makkah menunaikan ibadah haji. Di samping itu, ia banyak bergaul dengan kaum sufi di masanya, hidup bersama mereka dan memimpin mereka.

Al-Attar di kalangan sufi digelari dengan Saitu al-Salikin (cemeti orang-orang sufi), karena ia mampu memimpin mereka berada dalam petunjuk suci dan dapat membakar cinta mereka dalam menuangkan kasih rindu mereka ke dalam karya-karya puisi dan prosa ketuhanan yang indah.

Al-Attar memiliki 114 karya tulis yang berbentuk puisi, prosa dan seluruhnya berkaitan erat dengan ajaran-ajaran tasawuf dan kehidupan para sufi yang jatuh cinta kepada Tuhan. Diantara karya-karya sufinya yang bertema jatuh Cinta kepada Tuhan adalah ; Mantiq al-Thair, secara simbolis diceritakan perjalanan manusia menuju Tuhan atas dasar keihlasan dan kecintaan yang murni. Menurut al-Attar, perjalanan sufi menuju Tuhan bukan didasarkan kepada pengetahuan akal tetapi di dasarkan kepada pengetahuan batin melalui pintu hati yang terdalam.  Asrar Nameh, ia mengajarkan kepada manusia agar beroleh keselamatan diperlukan menempuh jalan syariat, tarikat dan hakikat secara harmonis dan sempurna atau dengan kata lain, dimulai dengan pencarian dengan akal dan kemudian diikuti dengan kemantapan keyakinan dalam hati. Tazkiratul Aulia, berisi tentang seluk-beluk tasawuf dan batas-batasnya serta bimbingan dan hikmah-hikmah para sufi yang harus dikaji. Konon, untuk menulis buku ini, al-Attar telah membaca kitab-kitab tasawuf tidak kurang dari 710 buah. Kitab itu ditulisnya, di samping karena dorongan dari sahabat-sahabatnya, juga karena ia beranggapan bahwa perkataan-perkataan para sufi itu ibarat bala tentara yang besar memperkuat dan membentengi hati orang-orang beriman yang sewaktu-waktu mendapat serangan atau cobaan-cobaan dalam perjalanan panjang dan dapat menumbuhkan dan menyuburkan bibit cinta abadi kepada Tuhan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar