ATTAS
Habib Ali bin Husain bin Muhammad bin Husain bin Ja’far bin
Muhammad bin Ali bin Husain bin Umar bin Abdurrahman al-Attas adalah salah
seorang ulama keturunan Arab yang ahli fiqih madzhab Maliki, fiqih Hanafi,
fiqih Ahmad bin Hanbal dan fiqih Syafi’i. Ia juga dikenal sebagai tokoh sufi,
dan filsafat. Lahir di Huraidha, Hadramaut pada tanggal 1 Muharam 1309 H/1884
M.
Sejak umur 6 tahun, Habib Ali
bin Husain mulai belajar ilmu agama
Islam di sebuah pesantren di Hadramaut. Pada tahun 1912 M, ia menunaikan ibadah
haji ke Makkah, kemudian melanjutkan pelajaran agama Islam di sana, sehingga
menetap di Makkah selama 5 tahun dan memperoleh ijazah dari para ulama Makkah
terkenal saat itu.
Setelah memperoleh ijazah, pada
tahun 1917 M Habib Ali bin Husain kembali ke Huraidah, Hadramaut dan di sini
menjabat sebagai kepala sekolah.
Pada tahun 1920 M, Habib Ali
bin Husain merantau dan tiba di Jakarta
serta menetap di sini hingga akhir hayatnya. Di Jakarta ini, ia menikah dengan
seorang putri dari Pondok Cina, nama suatu daerah di pinggiran Jakarta, yang
bernama Suhro binti Biun. Dari perkawinan ini, ia dikarunia 10 orang anak.
Di Jakarta, Habib Ali bin Husain berusaha menyiarkan
agama Islam, namun mendapatkan kesulitan untuk mendirikan majlis taklim. Oleh
pemerintah Belanda, kegiatan itu dilarang dengan ancaman hukuman. Karena itu
Habib Ali memberikan pelajaran agama secara sembunyi-sembunyi, jadi hanya
kepada teman dan kenalan saja, dari rumah satu ke rumah lain, di samping di
rumah sendiri.
Dari tahun ke tahun, Habib Ali
bin Husain memberikan pendidikan agama
hingga pendudukan Jepang, di mana larangan ini semakin keras. Oleh karena itu,
ia yang lebih terkenal dengan Habib Ali Cikini, sering berucap kepada
murid-muridnya, “Penjajah adalah jahat, kafir, dan wajib diperangi.” Juga
kepada pengikutnya dalam menghadapi Belanda dan Jepang. Dalam memberikan ulasan
keagamaan, almarhum selama 56 tahun selalu mengorbankan semangat anti
penjajahan dengan membawakan al-Qur’an dan hadits.
Sejak kemerdekaan Republik
Indonesia 1945, barulah kebebasan mengajar diperoleh Habib Ali bin Husain dan
pengajaran agama Islam dilakukan secara terang-terangan, artinya terbuka untuk
siapa saja yang mau menimba ilmu agama Islam. Sejak itu banyak murid-muridnya
yang belajar, baik pagi, sore, atau pun malam hari. Selain di rumah, Habib Ali memberikan
pelajaran-pelajaran di tempat lain, di pesantren-pesantren, di masjid dan
perumahan. Muridnya bukan saja orang yang baru belajar, tetapi ada yang dalam
tingkatan guru yang telah paham beul bahasa Arab. Ia juga sering melakukan
dakwah di kota-kota lain di Pulau Jawa.
Guru-guru Habib bin Hasan, baik
ketika di Yaman maupun di Indonesia adalah ; Habib Ahmad bin Hasan al-Attas
dari Hadramaut, Habib Ahmad bin Thalib al-Attas dari Pekalongan, Habib Muhammad
bin Muhsin al-Muhdar dari Bondowoso, Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad dari
Bogor, Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas dari Bogor. Adapun murid-muridnya
banyak sekali, antara lain; KHS Muhammad bin Ali al-Habsyi, Habib Abdullah bin
Husein asy-Syami al-Attas, Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih dari Malang,
KH. Abdullah Syafi’i, KH. Thohir Rohili, KH. Muhammad Syafi’i Hazami, KH.
Muhammad Naim, KH. Abdurrazak Makmun, Prof. KH. Abubakar Aceh, dan lain-lain.
Habib Ali bin Husain meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 16 Pebruari 1976 dan dimakamkan di dekat masjid al-Hawi, Cililitan, Keramat Jati, Jakarta Timur. Banyak ulama dan murid-muridnya yang hadir waktu takziah diantaranya Prof. H. Abubakar Aceh dalam pidato takziahnya menyebut Habib Ali menunjukkan sikap kerakyatan, tidak berlebihan, dan dicintai oleh murid-muridnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar