Jumat, 23 Oktober 2020

HABIB ALI BIN HUSAIN AL-ATTAS, Dari Cikini Jakarta - (60)

 


ATTAS 

Habib Ali bin Husain bin Muhammad bin Husain bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Umar bin Abdurrahman al-Attas adalah salah seorang ulama keturunan Arab yang ahli fiqih madzhab Maliki, fiqih Hanafi, fiqih Ahmad bin Hanbal dan fiqih Syafi’i. Ia juga dikenal sebagai tokoh sufi, dan filsafat. Lahir di Huraidha, Hadramaut pada tanggal 1 Muharam 1309 H/1884 M.

Sejak umur 6 tahun, Habib Ali bin Husain  mulai belajar ilmu agama Islam di sebuah pesantren di Hadramaut. Pada tahun 1912 M, ia menunaikan ibadah haji ke Makkah, kemudian melanjutkan pelajaran agama Islam di sana, sehingga menetap di Makkah selama 5 tahun dan memperoleh ijazah dari para ulama Makkah terkenal saat itu.

Setelah memperoleh ijazah, pada tahun 1917 M Habib Ali bin Husain kembali ke Huraidah, Hadramaut dan di sini menjabat sebagai kepala sekolah.

Pada tahun 1920 M, Habib Ali bin Husain  merantau dan tiba di Jakarta serta menetap di sini hingga akhir hayatnya. Di Jakarta ini, ia menikah dengan seorang putri dari Pondok Cina, nama suatu daerah di pinggiran Jakarta, yang bernama Suhro binti Biun. Dari perkawinan ini, ia dikarunia 10 orang anak.

Di Jakarta,  Habib Ali bin Husain berusaha menyiarkan agama Islam, namun mendapatkan kesulitan untuk mendirikan majlis taklim. Oleh pemerintah Belanda, kegiatan itu dilarang dengan ancaman hukuman. Karena itu Habib Ali memberikan pelajaran agama secara sembunyi-sembunyi, jadi hanya kepada teman dan kenalan saja, dari rumah satu ke rumah lain, di samping di rumah sendiri.

Dari tahun ke tahun, Habib Ali bin Husain  memberikan pendidikan agama hingga pendudukan Jepang, di mana larangan ini semakin keras. Oleh karena itu, ia yang lebih terkenal dengan Habib Ali Cikini, sering berucap kepada murid-muridnya, “Penjajah adalah jahat, kafir, dan wajib diperangi.” Juga kepada pengikutnya dalam menghadapi Belanda dan Jepang. Dalam memberikan ulasan keagamaan, almarhum selama 56 tahun selalu mengorbankan semangat anti penjajahan dengan membawakan al-Qur’an dan hadits.

Sejak kemerdekaan Republik Indonesia 1945, barulah kebebasan mengajar diperoleh Habib Ali bin Husain dan pengajaran agama Islam dilakukan secara terang-terangan, artinya terbuka untuk siapa saja yang mau menimba ilmu agama Islam. Sejak itu banyak murid-muridnya yang belajar, baik pagi, sore, atau pun malam hari. Selain di rumah, Habib Ali memberikan pelajaran-pelajaran di tempat lain, di pesantren-pesantren, di masjid dan perumahan. Muridnya bukan saja orang yang baru belajar, tetapi ada yang dalam tingkatan guru yang telah paham beul bahasa Arab. Ia juga sering melakukan dakwah di kota-kota lain di Pulau Jawa.

Guru-guru Habib bin Hasan, baik ketika di Yaman maupun di Indonesia adalah ; Habib Ahmad bin Hasan al-Attas dari Hadramaut, Habib Ahmad bin Thalib al-Attas dari Pekalongan, Habib Muhammad bin Muhsin al-Muhdar dari Bondowoso, Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad dari Bogor, Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas dari Bogor. Adapun murid-muridnya banyak sekali, antara lain; KHS Muhammad bin Ali al-Habsyi, Habib Abdullah bin Husein asy-Syami al-Attas, Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih dari Malang, KH. Abdullah Syafi’i, KH. Thohir Rohili, KH. Muhammad Syafi’i Hazami, KH. Muhammad Naim, KH. Abdurrazak Makmun, Prof. KH. Abubakar Aceh, dan lain-lain.

Habib Ali bin Husain meninggal dunia  di Jakarta pada tanggal 16 Pebruari 1976 dan dimakamkan di dekat masjid al-Hawi, Cililitan, Keramat Jati, Jakarta Timur. Banyak ulama dan murid-muridnya yang hadir waktu takziah diantaranya Prof. H. Abubakar Aceh dalam pidato takziahnya menyebut Habib Ali menunjukkan sikap kerakyatan, tidak berlebihan, dan dicintai oleh murid-muridnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar