Jumat, 23 Oktober 2020

ABDUL KARIM AL-JILI - (92)

 


Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili, dilahirkan di suatu daerah bernama Jili atau Jailan, termasuk wilayah Selatan Laut Kaspia di Asia Tengah pada tahun 767 H/1365 dan meninggal  pada tahun 811 H/1409 M. Ia terkadang disebut dengan al-Jailani karena dianggap masih ada hubungan keturunan dengan Syekh Abdul Qadir Jailani (wafat 561 H/1166) yang termasyhur itu. Ia dikenal sebagai salah seorang tokoh sufi terkemuka, ulama yang kreatif dan produktif.

Setelah belajar ilmu agama di daerahnya dan setelah dirasakan cukup, Abdul Karim mulai mengembara mencari ilmu dan pengalaman keagamaan. Dalam pengembaraan itu ia pernah tinggal di Zabid, sebuah negeri di Yaman, dan di sini belajar dengan Syekh Syarifuddin Ismail bin Ibrahim al-Jabarti. Juga dalam pengembaraannya ke berabagai negeri itu, ia juga pernah tinggal di India untuk beberapa  lamanya.

Dengan ilmu dan pengalaman yang luas, Abdul Karim  akhirnya dalam bidang tasawuf banyak memiliki kesamaan pengalaman dengan Ibnu Arabi (wafat 638 H/1240) dan akhirnya menjadi pendukung ajaran tasawufnya.

Abdul Karim memiliki beberapa karya tulis, akan tetapi ada sebagian yang sampai kepada kaum muslimin hingga sekarang, diantaranya, Kitab al-Insan al-Kamil fi Ma’rifat al-Awakir wa al-Awail. Kitab ini mengandung enam puluh dua bab terbagi ke dalam dua jilid, disusun dengan ringkas, mendalam dan penuh dengan kata hikmah.

Ajaran-ajaran al-Jili tampak dalam bukunya tersebut dan merupakan lanjutan dan pengembangan dari apa yang telah pernah dikemukakan oleh al-Jili dan Ibnu Arabi, terutama tentang teori Nur Muhammad atau Haqiqat al-Muhammad.

Nabi Muhammad memiliki dua bentuk kejadian. Kejadian pertama dalam bentuk yang ada dalam qodim dan azali, ia berupa nur Muhammad, asal dari segala kejadian, yang terjadi sebelum terjadinya seluruh yang ada ini. Dan nur Muhammad ini awal segala kejadian dan daripadanya terpancar segala makhluk suci termasuk para nabi dan wali. Demikiaan juga terpancar daripadanya segala ilmu dan makrifat ketuhanan. Kejadian itu diawali dengan kesempurnaan pencipta dalam penjelmaan kesejatiaan dalam haqiqah al-Muhammadiyah. Maka insan kamil yang terpencar dari haqiqah al-Muhammadiyah adalah mikrokosmos dimana miniatur tentang sifat-sifat kesempurnaan dapat digambarkan dan refleksi dari mokrokosmos dapat diujudkan, diikuti dengan kajadian alam lainnya. Kejadian kedua adalah lahirnya jasad Muhammad sebagai manusia biasa dengan pangkat kenabian dan kerasulan yang terakhir. Namun dalam kandungan jasad itu pun menampak segala kesempurnaan dalam nilai-nilai dan tingkah laku penuh kemuliaan dan keagungan.

Sebagaimana Ibnu Arabi, maka al-Jili juga berkeyakianan bahwa esensi dari wujud ini adalah Tuhan. Hal itu karena tuhan menghendaki agar rahasia keilahian-Nya dapat terungkap oleh terbentangnya wujud ini. Dengan memberikan sifat penciptaan yang ditimpakan kepada wujud, maka segalanya memiliki sifat-sifat ilahi dan dengan ini tersingkaplah rahasia penciptaan itu. Dan wujud inipun tidak akan muncul tanpa wujud Tuhan itu. Itulah sebabnya maka wujud ini merupakan panggung peribadahan kepada-Nya, baik manusia maupun alam dengan cara yang tepat dan berkesinambungan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar