Kamis, 22 Oktober 2020

HAWWA', Ibu Seluruh Umat Manusia - (32)

 

Mahluk dari jenis manusia yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah Adam dan kemudian Hawwa. Keduanya dan anak cucunya nantinya diharapkan menyembah dan menyucikan Allah, lalu menjadi pengatur bumi yang tidak teratur, dengan bercocok tanam, memelihara binatang, mendirikan rumah, dan sebagainya.

Menurut al-Qur’an, mula-mula Allah menciptakan Adam dari tanah, sebagaimana firman-Nya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati tanah (Q.S. al-Mu’minun: 12). Lalu Allah menciptakan dari Adam, Hawwa, agar ia menjadi teman yang menenangkan dan menyenangkan Adam.

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Dan dijadikannya diantara rasa kasih dan saying.” (Q.S. Rum: 21).

Penciptaan Hawwa, manusia kedua setelah Adam adalah bermula dari penderitaan yang berupa kesepian yang didertia Adam di dalam surga. Dan Allah kasihan melihatnya. Oleh karenanya Allah akan menciptakan mahluk baru yang sama dengan Adam tetapi jenis wanita, untuk menyempurnakan segala kekurangan dan kesepian dalam hidup Adam, untuk menjadi istrinya. Dengan tujuan yang lebih tinggi, ialah untuk meramaikan permukaan bumi, untuk membuat sejarah kebudayaan yang lebih menarik.

Sejurus kemudian, Adam mengantuk, lalu tertidur. Di kala dia tertidur itulah, Allah Swt. Menciptakan manusia kedua, jenis wanita, istri Adam yang bernama Hawwa.

Setelah Adam terbangun dan membuka matanya, dia melihat seseorang berdiri di sampingnya, orang yang belum pernah dilihat sebelumnya. Ia dipersilakan Adam duduk di sampingnya, dan kepadanya Adam lalu bertanya: “Siapakah engkau, dan siapa namamu ?”. Hawwa menjawab: “Saya adalah wanita, dan aku belum tahu akan namaku sendiri”.

Bukan main senang dan gembiranya Adam melihat wanita itu dan berkata serta menggerak-gerakkan badannya. “Engkau, aku beri nama Hawwa – artinya” Orang yang aku rindukan,” kata Adam kepadanya.

Para malaikat datang dan bertanya kepada Adam: “Siapakah nama temanmu itu, ya Adam?”. “Namanya Hawwa,” sahut Adam.

Dengan istrinya yang bernama Hawwa ini, hilanglah kesepian dalam hidup Adam. Keduanya hidup berbahagia di dalam surga, aman dan tenteram, tak kenal takut dan lelah, makan minum sepuas-puasnya karena segala-galanya tersedia serba cukup.

Allah lalu berfirman kepada Adam: “Hai Adam tinggallah engkau dengan istrimu di dalam surga ini. Makan dan minumah sepuas-puasnya. Tetapi awas, janganlah engkau berdua memakan buah dari pohon ini. Bila engkau berdua memakannya, berarti engkau berdua melanggar perintah-Ku, dan akan mengalami kerugian besar, dan berarti aniaya terhadap dirimu sendiri.” (Q.S. al-A’raf: 19).

Selain buah Khuldi itu, di dalam surga terdapat banyak dan bermacam ragam buah-buahan. Semuanya boleh dimakan oleh Adam dan Hawwa. Hanya buah Khuldi itu saja yang dilarang Allah memakannya agar dengan larangan itu, dapatlah Adam dan Hawwa menahan hawa nafsunya dan dengan adanya larangan itu Adam dan Hawwa diuji tentang ingatan dan ketaatan inilah Allah dapat memberikan kesempatan bagi manusia untuk tetap tinggal di dalam surga bersenang-senang dan bersuka ria.

Allah memberikan peringatan kepada Adam dan Hawwa agar keduanya menjauhkan diri dari iblis, jangan sampai menurutkan anjuran dan ajakan iblis, karena iblis sudah terang-terangan menyatakan diri sebagai musuh Adam dan anak cucunya buat selama-lamanya, dan akan selalu berdaya upaya siang dan malam tak bosan-bosannya, untuk menjauhkan Adam dan semua anak cucunya dari kebahagiaan hidupnya.

“Maka kami berkata: “Hai Adam sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka janganlah sekali-kali ia mengeluarkanmu dari surga, yang menyebabkan kamu celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya.” (Q.S. Thaha: 17-19).

Bukan setan namanya bila tak mampu menggoda manusia. Setan lalu mengambil kesempatan dari keinginan manusia untuk hidup abadi. Dari pintu ini setan masuk, lalu membisiki mereka: apabila makan buah pohon ini akan hidup selamanya dengan senang. Sebagaimana dijelaskan Al-Qur’an, : “Kemudian setan membisikkan fikiran jahat kepadanya, dengan berkata: “Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepadamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa.” (Q.S. Thaha: 120).

Kami tidak mengetahui (tidak tahu) bagaimana bisikan itu bisa diterima, hanya saja si setan dapat mempengaruhi, menyakinkan Adam dan istrinya, serta menipu mereka dengan sumpah kepada Allah sehingga mereka percaya. Mestinya Adam dan istrinya tidak mendengarnya dari mahluk apapun yang menafsirkan kepadanya tentang hikmah Allah Swt. Tujuannya ingin menelanjangi pakaian Adam dan Hawwa dan auratnya yang membungkus dan menutupi jiwa mereka. Hal sebagaimana dijelaskan Al-Qur’an : “Maka setan membisikkan pikiran jahat jepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan setan berkata: “Tuhan kamu tidak melarangmu untuk mendekati pohon ini melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga). Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya. “Sesungguhnya saya termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua. “Maka setan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya.” (Q.S. al-A’raf: 20).

 

Keluar dari Surga

Pada suatu hari, di saat Adam dan Hawwa dalam keadaan lemah, Iblis mendatangi keduanya dengan membawa buah terlarang itu, demi Allah aku ini bukan membujuk dan menyesatkan kamu, melainkan semata-mata memberi nasihat yang baik, agar kamu berdua dapat menetap di surga ini untuk selama-lamanya. Makanlah buah ini, makanlah!”

Mendengar Iblis bersumpah dengan menyebut nama Allah, Adam dan Hawwa mulai berfikir. “Tentu Iblis tak akan berani bersumpah menyebut nama Allah dengan sumpah yang bohong, Iblis itu tentu berkata benar.” Saat Adam dan Hawwa mulai ragu-ragu terhadap kebenaran perkataan Iblis itu, Iblis menyodorkan buah Khuldi itu kepada Adam dan Hawwa. Melihat buah yang ranum dan harum semerbak itu, selera Adam dan Hawwa mulai tertarik kepadanya. Adam dan Hawwa lalu lupa akan larangan Allah dan memakan buah itu.

Baru saja buah Khuldi itu masuk ke rongga perut Adam dan Hawwa maka lenyaplah pakaian yang menutup aurat keduanya sehingga suami istri itu menjadi telanjang. Keduanya pandang-memandang dengan perasaan malu yang tak terhingga. Keduanya segera menyembunyikan diri agar tidak dilihat Allah. Keduanya memetik dua helai daun kayu yang terdapat di dalam surga, untuk menutup aurat masing-masing.

Dengan menundukkan kepala serendah-rendahnya, Adam dan Hawwa minta ampun dan tobat kepada Allah: Ya Allah, kami sudah aniaya terhadap diri kami, sungguh kami akan merugi dan sengsara berlarut-larut.”

Kemudian  Allah berfirman kepada mereka: “Aku telah beri tempat kamu berdua di surga-Ku ini, dan Aku sediakan segala apa yang kamu inginkan. Hanya Aku larang kamu berdua memakan buah Khuldi itu. Apakah buah Khuldi itu lebih berharga bagi kamu berdua daripada surga dengan segala isinya ini?”

Adam menjawab: “Sungguh tidak aku kira ya Allah, Iblis berani berkata bohong kepadaku dengan menyebut nama-Mu.”

“Maka setan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasakan buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupi dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka; “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakana kepadamu; Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (Q.S. al-A’raf: 22)

Allah lalu memutuskan dengan firman-Nya: “Demi kemulyaan-Ku. Kamu berdua harus meninggalkan surga ini, turun ke bumi yang sudah lama bertentang, dimana kamu berdua juga dapat hidup, tetapi harus dengan bersusah payah, dan dengan mencucurkan keringat, kadang-kadang juga air mata.”

Dengan mata berlinang, sedih dan takut, Adam bersimpuh menundukkan kepala di hadapan Allah, ia minta ampun: “Ya Allah, ampunilah aku, ampuni aku.”.

Allah Berfirman: “Turunlah kamu sekalian, sebagian kamu menjadi musuh sebgaian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediamn dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan.” (Q.S. al-A’raf: 24).

Air mata semakin banyak jatuh bercucuran dari mata Adam dan Hawwa. Keduanya menangis tersedu-sedu, sambil menanggungkan sesal yang tak terkirakan hebatnya atas kesalahan dan pelanggaran yang sudah diperbuat, lantaran godaan iblis.

Kepada Adam dan Hawwa kembali Allah berfirman: “Di bumi, kamu akan selalu didatangi dan digoda iblis, semua anak cucu dan kaki tangannya. Di bumi, kamu akan menghadapi perjuangan yang berat menghadapi mereka. Tetapi kamu jangan takut. Kepadamu dan anak cucumu akan Aku turunkan petunjuk-petunjuk (ajaran-ajaran agama). Siapa diantara kamu dan anak cucumu itu yang senantiasa mengikuti petunjuk-Ku itu, dia tidak akan tersesat dan tidak akan sengsara.”

Tak lama kemudian, tibalah Adam dan Hawa di permukaan bumi yang fana. Diterimanyalah wahyu Ilahi yang pertama yang menyatakan bahwa Allah sudah berkenan mengampuni dosa dan menerima tobat Adam dan Hawa. Sungguh Allah suka memberi ampunan dan tobat bagi siapa saja diantara hamba-Nya yang merasa dirinya bersalah dan suka minta ampun dan tobat…!

Berulang-ulang pula di dalam Al-Qur’an diterangkan bahwa Allah sudah berkenan mengampuni kesalahan Adam dan istrinya yang kecil itu. Bahkan bukan hanya diampuni dan diberi tobat saja oleh Allah , melainkan karena kesadaranya dan penyesalanya itu, Adam menjadi manusia yang terpilih, diberi petunjuk dan diangkat Allah menjadi nabi. Adalah suatu kesesatan yang nyata, menganggap seorang nabi orang berdosa.

Adam dan Hawa mula-mula ditempatkan di surga itu, hanya untuk sementara saja, maka surga itu baginya adalah semata-mata sebagai kamar tunggu (waiting room) belaka, berhenti sejenak menunggu kendaraan yang akan membawanya ke bumi. Adalah suatu kesesatan yang nyata pula, kalau dikatakan bahwa manusia ditempatkan di bumi ini, karena dosa dan kesalahan yang dibuat Adam dan Hawa. Umat Islam harus membersihkan diri dari kesesatan yang nyata.

Merupakan kesesatan sebagian manusia yang mengatakan bahwa: kesalahan Adam menjadi dosa pula bagi semua anak cucunya sampai hari kiamat, yang mereka katakana “dosa asal”. Padahal semua manusia yang baru lahir, bersih dari segala dosa, sekalipun bapak ibunya berdosa atau bersalah. Tidak lah adil dan pantas kalau seorang ibu atau bapak berdosa lalu anaknya dianggap berdosa pula karena dosa ibu dan bapaknya itu. Dosa itu baru timbul sesudah seorang anak balig dan berakal (akil balig), karena perbuatan-perbuatanya sendiri. Dalam hal ini Allah menjelaskan dalam firman-Nya : “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakanya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).” (QS. An Najm: 39-40). “Barangsiapa yang mengerjakan amal salih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadanan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kahidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. An Nahl: 97)

Kisah Adam yang demikian tersebut, disampaikan Allah kepada manusia dengan perantara Kitab Suci-Nya (al-Qur’an), sebagai pelajaran dan peringatan bahwa kita manusia sekalipun makhluk terbaik dan mulia, tetapi tetap mempunyai kelemahan diantara sifat kelemahan manusia itu ialah sifat pelupa.  Dan di saat kita lupa itu, kita dapat diperdayakan dan disesatkan oleh iblis. Hendaknya berhati-hati jangan sampai disesatkan iblis itu.  

MULAI HIDUP BERKETURUNAN

Setelahnya nabi Adam dan Siti Hawwa melanggar larangan Allah Swt. sehingga mereka dikeluarkan dari surga dibawa oleh malaikat Jibril ke bumi dengan tempat yang berbeda. Nabi Adam diturunkan di bukit Ruhun di pulau Cylon, sedangkan Hawwa di daerah tanah Arab.

Mereka berpisah sangat lama sekali, sehingga hampir setiap saat, setiap waktu mereka memohon kepada Allah agar dapat dipertemukan kembali. Mereka hidup di daerah yang berbeda. Kurang lebih seratus tahun nabi Adam dan Hawwa menjaalni hidup yang penuh dengan berbagai macam tantangan dan godaan, sehingga suatu masa datang malaikat Jibril datang menemui nabi Adam untuk menyampaikan wahyu dari Allah Swt., bahwa nabi Adam harus melakukan haji bersama Hawwa sebelum ajal. Mendengar perintah itu nabi Adam merasa kaget apalagi diakhiri dengan kata ajal. Akhirnya terjadi dialog antara nabi Adam dengan malaikat Jibril.

Nabi Adam berkata: “Ya Jibril bagaimana aku dapat melaksanakan haji sedangkan istriku berada di tempat yang belum aku ketahui”. Jibril menjawab : “Dengan melakukan haji nanti kau akan menemui Hawwa. Dimana kau seru Hawwa, Hawwa akan mendengar suaramu, maka kesitulah engkau datang lalu engkau tawaf tujuh kali. Dengan cara begitu sempurnalah taubatmu”. Kemudian Nabi Adam bertanya lagi: “Bagaimana pula Hawwa dapat mendengar seruanku?”. Malaikat Jibril menjawab: “Insya Allah dengan pertolongan Allah angin akan membawa kepada Hawwa bagitu juga sebaliknya”.

Setelah terjadi dialog demikian, malaikat Jibril meninggalkan nabi Adam dan mulailah nabi Adam melaksanakan perintah Jibril. Ia memanggil Hawwa di bukit Ruhuun, maka dengan bantuan angin suara panggilan itu dapat didengar oleh Hawwa begitulah seterusnya yang dilakukan oleh nabi Adam, sehingga keduanya dapat bertemu di suatu padang yang sekarang disebut padang “Arafah” artinya Padang Pertemuan.

Alangkah bahagianya saat itu tak dapat dibayangkan mereka berpisah selama seratus tahun, namun keadaan mereka tidak berubah keduanya masih kelihatan muda, hanya tambut Adam menjadi panjang begitupun kunis dan jenggotnya.

Demikian kisah panjang perpisahan antara nabi Adam dan Hawwa, sehingga dengan pertolongan Allah jualah mereka dapat berkumpul hidup bersama kembali dengan penuh rasa bahagia. Setelahnya nabi Adam dan Hawwa bertemu, atas perintah Allah para malaikat membangun sebuah masjid yang dinamakan “Baitul Ma’mur” lalu Adam dan Hawwa tawaf tujuh kali dalam masjid itu kemudian mencium batu Hajar Aswad yang diletakkan di tengah-tengah masjid itu.

Mereka lakukan itu sambil menangis karena khusyu’ dan khidmatnya serta takut kepada Allah Swt. Yang sekarang tempat itu disebut “Makkah”. Demikianlah situasi kehidupan dunia siang berganti malam, musim hujan dan panas silih berganti sampai kepada kehidupan rumah tangga Adam dan Hawwa pun berubah pula.

Tibalah saatnya Hawwa menjadi berbadan dua hingga melahirkan. Mereka dianugerahi anak sampai empat puluh orang, kecuali yang terakhir (nabi Tsits). Dan tiap-tiap melahirkan sepasang-sepasang yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan.

Adam dan Hawwa semakin tua, sedangkan anak-anak pun semakin besar dan meningkat dewasa. Qabil dan Habil sekarang sudah meningkat jadi pemuda remaja; akal dan pikirannya mulai timbul. Timbul perasaan wajib menolong ibu dan bapaknya, bekerja bertani dan menggembala, menghasilkan makanan dan minuman bagi keluarganya yang semakin besar, turut berjuang menjaga adik-adiknya dari bahaya singa, harimau, dan binatang-binatang buas lainnya. Mulai tampak perbedaan antara alam wanita dengan laki-laki. Anak-anaknya yang laki-laki kebanyakan  suka bekerja di luar rumah, bertani, berburu dan memelihara binatang-binatang ternak. Sedangkan anak-anaknya yang wanita suka bekerja di rumah, memasak makanan dan minuman serta menjaga adik-adik dan mengurus keperluan rumah tangga.

Sekalipun Qabil dan Habil bersaudara kandung, dan sama-sama laki-laki, sama-sama di bawah asuhan seorang ibu dan seorang bapak, tinggal di alam dan iklim yang sama, tempat yang sama pula; namun kodrat ilahi dan kehendak Allahlah yang lebih menentukan segala sesuatu di dalam alam yang luas ini. Keadaan rohani dari Qobil dan Habil tidaklah sama, berbeda satu dengan yang lain.

Ada perbedaan besar, Qabil sekalipun lebih tua, tetapi badannya lebih kecil dan lemah. Habil sekalipun lebih muada, tetapi badannya lebih besar dan lebih kuat, Qabil sekalipun lebih tua dan berbadan lemah, tetapi tabiatnya amat kasar. Sedang Habil yang berbadan kuat dan besar, tetapi tabiatnya sangat baik dab berperasaan sangat halus.

Adam bermaksud akan membagi-bagikan pekerjaan kepada dua orang anaknya yang meningkat remaja itu. Qabil dengan tabiatnya yang kasar itu diserahi Adam untuk berani mengolah ranah, mencakul dan menebas hutan belukar; karena tanah dan hutan belukar adalah barang mati yang tak membutuhkan perasaan halus dan cinta kasih (secara langsung).

Adapun Habil karena perasaannya yang halus dan perasaan kasih sayangnya, diserahi Adam untuk memelihara binatang ternak; yaitu kambing dan sapi yang langsung dapat merasakan haus dan lapar, sakit dan senang, sebab itu perlu disayang, harus diurus manusia yang mempunyai perasaan halus dan penuh kasih saying.

Barui saja matahari terbit di waktu pagi, kelarlah Adam, Qabil dan Habil dari gua tempat kediaman mereka untuk bekerja. Qabil terus menuju ke hutan menebas belukar, ke lading mencangkul, menebarkan benih atau menuai bila tanam-tanamannya sudah masak untuk dituai. Sedang Habil menuju ke padang rumput untuk memelihara dan menggembalakan ternaknya. Adam kadang-kadang pergi berburu, emncari ikan atau burung, untuk dimakan dagingnya sebagai lauk pauk. Atau pergi mencari air untuk diminum dan mandi anak dan istrinya.

Kalau matahari sudah hampir tenggelam, siang akan berganti dengan malam, mereka kembalilah ke gua tempat kediaman mereka. Qabil membawa buah-buahan dan sayuran, Habil membawa susu, sedang Adam membawa burung-burung dan ikan hasil buruannya. Sesudah semua bawaannya itu dimasak oleh Hawwa, mereka makanlah bersama-sama dengan enaknya.

Sesudah makan bersama ini, timbullah pikiran Adam untuk mengajar anak-anaknya bersyukur kepada Allah yang telah memberi mereka rezeki sebanyak itu.

 

KORBAN PERTAMA

“Lihatlah,” kata Adam kepada anak-anaknya, “kita ini tidak akan ada, kalau tidak diciptakan Allah. Allah-lah yang menciptakan diri kita masing-masing. Diciptakan Allah pula bumi yang lebar dan luas ini untuk tempat tinggal kita. Lihatlah, alangkah luas dan lebarnya bumi Allah yang kita tempati ini. Disinari matahari di waktu siang bercahayakan bulan dan bintang-bintang di waktu malam. Ditumbuhkan Allah segala macam tumbuhan, dikembangkan Allah segala macam binatang untuk menjadi rizqi kita. Marilah kita menyembah Allah dan mensyukuri segala nikmat dan rahmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada kita.”

Untuk menguji keimanan dan kesyukuran kedua orang anak-anaknya yang sudah remaja itu Adam menyuruh kedua anaknya – Qabil dan Habil – itu untuk pergi ke puncak sebuah gunung. Kedua anaknya itu disuruh Adam membawa sebagian dari penghasilan masing-masing, dan meletakkannya di puncak gunung itu afar dapat dimakan oleh mahluk Allah yang membutuhkannya, yaitu mahluk-mahluk Allah yang tak pandai bercocok tanam dan memelihara binatang ternak. Pekerjaan ini dinamai Adam berkurban, berzakat dan beribadah.

Pekerjaan berkurban, berzakat dan beribadah ini amat cocok dengan Habil karena dengan perasaannya yang halus dan pikirannya yang dalam, dia dapat merasakan kebesaran Allah. Apalagi pengorbanan tersebut akan pula dapat menolong beberapa macam binatang yang kehausan ataui kelaparan.

Adapun Qabil dalam hatinya sangat menentang pekerjaan itu. Mengorbankan sebagian hasil kerjanya yang diperoleh dengan jerih payah untuk dijadikan zakat itu ibadah terhadap Allah, dianggapnya satu pekerjaan yang tak berguna, atau pekerjaan orang bodoh, lagi merugikan. Alangkah susahnya mencari rezeki, katanya, kenapa rezeki itu dilemparkan ke puncak gunung untuk dimakan binatang-binatang yang tak ada gunanya.

Iblis yang dilemparkan Allah ke bumi, rupanya sudah menjalankan perannya untuk membelokkan hati manusia dari amal dan perbuatan yang baik. Habil rupanya tak mempan digoda dan diperdayakan. Tetapi Qabil merupakan tanah yang subur bagi iblis untuk menjalankan tipu dayanya.

Iblis sudah dapat memasuki salah satu kelemahan dari unsure manusia dengan saluran kecintaan manusia kepada harta benda. Harta benda dan kekayaan adalah alat iblis untuk memperdayakan manusia.

Untuk berkorban ini, Habil memilih kambingnya yang terbaik dan gemuk. Sesudah disembelih, lalu ditaruhnya di puncak gunung, sebagai kurban dan tanda terima kasihnya terhadap Allah yang telah memberikan rezeki. Sedangkan Qabil, sekalipun dengan perasaan enggan dan terpaksa, dilakukan juga ibadah kurban itu. Tetapi untuk kurban ini, dia pilih buah-buahan yang tidak baik, yang sudah setengah busuk, karena hatinya memang tidak baik dan busuk pula.

Baik Habil maupun Qabil lalu meletakkan kurban masing-masing di puncak gunung, dengan harapan kurban itu akan diterima Allah dengan penerimaan yang baik.

Pada hari berikutnya, pergilah kedua saudara itu diiringi oleh Adam, untuk melihatnya apakah kurban-kurban itu sudah diterima Allah atau tidak. Ternyata kurban Habil  sudah tidak ada lagi. Berarti sudah diterima Allah dengan baik. Tetapi kurban Qabil yang teriri atas buah-buahan yang tak baik dan busuk itu, masih ada saja di situ, bahkan menjadi lebih busuk. Itu berarti bahwa kurban Qabil tidak diterima Allah.

Bukan main girangnya Habil melihat kurbannya telah diterima Allah dengan baik. Dia lalu bersyukur dan berterima kasih. Sedangkan Qabil menjadi marah dan iri karena kurbannya tidak diterima Allah. Dengan marah dia berkata kepada bapaknya: “Kenapa di Habil diterima Allah karena Bapak mendoakannya. Kurban saya tidak diterima Allah karena Bapak tidak mendoakan saya.”

Adam lalu menjawab: “Habil mengorbankan barang-barang yang baik karena hatinya baik. Kurbannya diterima Allah karena Allah suka kepada barang-barang yang baik. Sedangkan engkau mengurbankan buah-buahan yang tidak baik dan busuk. Itu menunjukkan bahwa hatimu busuk. Kurbanmu tidak diterima Allah karena Allah tidak suka kepada barang-barang yang busuk dan tidak baik.”

Qabil menjadi marah dan iri hati karena kurbannya tidak diterima Allah. Dia sangat marah kepada adiknya, sekalipun Habil tak bersalah apa-apa terhadap dirinya. Tetapi begitulah caranya iblis menggoda manudia, tanpa alasan yang tepat pun, iblis dapat menggoda manusia-manusia yang lemah jiwa dan batinnya, yang lemah imannya, untuk membenci saudaranya sendiri yang tak bersalah apa-apa. Sungguh perdayaan dan tipu muslihat iblis itu halus dan licin sekali.

Qabil pulang ke rumahnya dengan hati yang marah dan menggerutu. Kepalanya digeleng-gelengkan tanda marah yang sangat. Marah kepada Habil yang baik dan tak bersalah apa-apa terhadap dirinya. Bukan marah terhadap dirinya sendiri yang tidak baik dan busuk itu. Ya, begitu halusnya godaan setan dan iblis terhadap manusia untuk mengeruhkan pergaulan sesama manusia dalam kehidupan di permukaan bumi ini.

 

PEMBUNUHAN YANG PERTAMA

Setelah masing-masing anak Adam itu meningkat dewasa, anak-anak laki-laki mulai merasakan kebutuhan terhadap istri, sedangkan anak-anak wanita merasakan kebutuhan terhadap suami, karena memang demikianlah sunnah yang ditetapkan Allah yang menciptakan manusia dan semua mahluk berjiwa lainnya.

Ditetapkan Allah syariat (aturan) bagi anak-anak Adam dan Hawwa yang sudah dewasa itu, yaitu aturan yang sangat sederhana. Qabil anak pertama, harus kawin dengan adik Habil (anak keempat), sedangkan Habil (anak ketiga) harus kawin dengan adik Qabil (anak kedua). Jadi, Qabil maupun Habil tidak boleh kawin dengan adiknya sendiri.

Syariat itu diwahyukan Allah kepada Adam. Adam menyampaikan wahyu ini kepada istri dan anak-anaknya yang sudah berhasrat kawin itu. Syariat ini diterima dengan segala ketaatan dan kepatuhan oleh Adam, Hawwa dan anak-anaknya. Hanya Qabil seoranglah yang tak mau tunduk terhadap syariat yang ditetapkan Allah ini.

Iblis mendapat peluang yang baik sekali dengan perantaraan nafsu dan keinginan-keinginan manusia hidup. Kepada Qabil dibisik-bisikkan oleh iblis, bahwa adik Qabil lebih cantik dari adik Habil. Kepada Qabil, Iblis berkata,  “Jangan kamu mau tunduk kepada penetapan bapakmu yang tidak adil itu. Adikmu sendiri jauh lebih cantik dari adik Habil yang tak cantik, sedangkan adikmu yang cantik itu disuruh berikan kepada Habil untuk menjadi istrinya?”

Dengan demikian iblis ini, mulailah tampil nafsu yang tak mau menurut putusan dengan segala macam alasannya. Kecantikan seorang wanita telah dapat dipergunakan oleh iblis untuk menimbulkan pertikaian antara kedua orang laki-laki yang bersaudara kandung itu. Ini bukan hanya atas diri anak-anak Adam dan Hawwa yang hidup di abad kedua puluh, atau zaman moderen sekarang ini.

Adam dan Hawwa sebagai orang tua mulai pusing memikirkan bagaimana caranya agar dapat memenuhi keinginan anak-anaknya tanpa melanggar syariat yang sudah ditetapkan Allah agar tetap hidu[ dalam keadaan aman tenteram dan selamat di muka bumi ini.

Bila syariat Allah dijalankan tentu percekcokan diantara anak-anaknya. Bila keinginan anaknya yang diteruskan tentu anak terjadi pelanggaran terhadap syariat yang ditetapkan Allah.

Satu kesempatan yang baik bagi iblis untuk menjalankan tipu daya dan siasatnya. Iblis segera datang berbisik ke telinga Qabil: “Hai Qabil, janganlah lekas putus asa. Ada duatu cara yang sangat mudah untuk mengatasi jalan buntu antara engkau dengan adikmu, Habil; untuk menyampaikan hasrat hatimu kawin dengan adikmu yang cantik itu, jalan satu-satunya ialah kamu bunuh saja adikmu yang bernama Habil itu.”

Mula-mula Qabil agak ragu-ragu terhadap cara penyelesaian yang dianjurkan iblis itu. Yaitu dengan cara membunuh Habil, adik kandungnya sendiri, saudara yang seibu dan sebapak dengan dia, selapik seketiduran, kadang-kadang sebantal  dalam tidurnya.

Beberapa hari lamanya Qabil termenung-menung tak tentu hidupnya. Berdiri bermenung duduk bermurung. Tidur tak berasa puas, makan tak berasa enak. Saat Qabil asik termenung, iblis datang dengan anjuran yang lebih tegas: “Bunuh saja, hantam saja, jangan piker panjang lagi!”.

Melihat keadaan dan tabiat Qabil yang luar biasa itu, Adam, Hawwa, Habil dan segenap anggota keluarganya menjadi gelisah. Masing-masing mereka mencoba memberi nassehat kepada Qabil. Kepada Qabil, Adam berkata, “Jangan engkau perturutkan ajakan setan dan iblis. Tunduklah kepada syariat yang ditetapkan Allah yang telah disetujui oleh ibu-bapakmu sendiri.”

Habil dengan hati yang lapang dan pandangan luas mencoba menasehati kakaknya yang sudah lupa daratan itu: “Lebih baik engkau mencari jalan yang baik, hai saudaraku, menempuh jalan yang membawa selamat, menjauhkan diri dari jalan yang membawa celaka dan kesengsaraan yang berlarut-larut. Ketahuilah saudaraku,“ katanya lagi, “bahwa apa yang terjadi ini adalah syariat dan takdir yang sudah ditentukan Allah. Ibu dan bapak, begitupun saya sendiri, hanya semata-mata menjalankan perintah dan syariat Allah itu. Kita sekalian diciptakan Allah hidup di permukaan bumi adalah semata-mata untuk dapat menjalankan syariat dan untuk mengabdikan diri kita kepada Allah yang menciptakan kita ini. Sungguh engkau akan berdosa besar bila keluar dari jalan yang hak yang sudah ditentukan Allah. Maka lebih baik engkau minta ampun atas dosamu itu, sebagaimana saya selalu minta ampun dan menyerahkan nasib dan untungku seluruhnya kepada Allah yang menciptakan seluruh alam ini.”

Nasehat yang bagaimana juga baik dan benarnya, rupanya tidak berbekas pada jiwa yang penuh nafsu yang sedang bergejolak membakar. Namun nasehat ini menjadikan Qabil marah dan semakin galak serta garang. Dia segera mendekati adiknya yang masih memberi nasehat, dan berkata: “Engkau jangan banyak bicara. Engkau pasti saya bunuh.”

Dengan heran dan sabar, Habil menjawab: “Kenapa aku akan kau bunuh?”

“Karena bapak dan Allah lebih suka kepada engkau,” jawab Qabil.

“Tak peduli, engkau pasti kubunuh, agar senang hatiku,’ kata Qabil dengan garangnya.

Sekalipun Habil jauh lebih kuat badannya dari Qabil, karena budinya yang tinggi ia tetap bersabar diri dan berkata: “Sekalipun engkau telah mengacungkan tangan untuk membunuhku, saya tetap tidak akan menggerakkan tangan untuk membunuhmu. Saya takut kepada Tuhan semesta alam.”. Lalu Habil terus berjalan manuju tempat kediamannya, Qabil mengikutinya dari belakang dengan hati mangkal.

Setibanya di gua, masih saja dia mangkal dan marah. Dicobanya memejamkan matanya, tapi tidak bisa tidur. Semalam-malaman dia tidak dapat tidur. Dadanya terasa mengap-mengap.

Di kala matahari, bulan, bintang-bintang beredar di angkasa raya menjalankan perintah Tuhannya, di kala burung-burung berkicau, bersiul beterbangan ke sana kemari menjalankan tugasnya masing-masing sambil bertasbih menyucikan Allah, Qabil dengan mengepal dahan kayu yang amat keras dan berat memukul kepala Habil dari belakang, sekeras-kerasnya.

Darah mengalir membasahi permukaan bumi buat pertama kali. Habil menjerit kesakitan, badannya terempas ke bumi dan bergelepar. Terjadilah apa yang disangsikan para malaikat terhadap manusia, ketika malaikat diberi tahu Allah bahwa manusia akan diciptakan Allah untuk menjadi khalifah (pengatur) di atas bumi.

Setelah melihat darah mengalir membatasi bumi, serta mendengar jeritan Habil yang mengilu-ngilu dan menyayat perasaan itu, iblis yang memperkudanya itu tersenyum simpul, lalu pergi meninggalkan mangsanya, seorang yang menang, karena siasat dan tipu dayanya sudah berhasil. Makin yakin ia akan kelebihan dirinya dati akan kelemahan atau kekurangan bani Adam (manusia).

Seperginya iblis itu, Qabil mulai sadar akan ketololan dirinya. Perasaan menyesal atas perbuatan yang baru dilakukannya mulai tumbuh, menyesal dengan perlahan dari lubuk hatinya.

Teringatlah ia, bahwa adiknya (Habil) adalah seorang baik dan tak bersalah apa-apa. Mulanya dia merasakan bahwa perbuatannya itu amat kejam. Mulai timbul kesadaran bahwa dia bersalah besar. Tidak ada keuntungan yang diperolehnya dari pembunuhan ini. Dan tidak mungkin pembunuhan ini akan membawa kesenangan hatinya. Bahkan sebaliknya, hatinya bertambah gundah, dia merasa rugi, kosong dari perasaan aman dan tenteram.

Angin sepoi mulai berembus dan bertiup. Daun-daun kayu bergerak dan berdesir. Embusan angin sepoi itu seakan-akan menjamah sekujur tubuh Habil yang sudah tak bernafas lagi, itu sebagai hiburan dan tanda turut berduka cita. Sedangkan desiran daun-daun seakan musik menyatakan bersedih dan ucapan selamat jalan kepada jenazah Habil yang sedang pulang kembali ke rahmat Allah.

Adapun Qabil mendengar desiran daun diembus angin sebagai bisikan yang mengecam dan mengata-ngatainya: “Qabil, engkau pembunuh, engkau pembunuh, engkau kejam, engkau kejam, engkau bodoh, engkau bodoh.”

Burung-burung dan binatang-binatang buas dengan berbagai bunyi, sekaan-akan berkata kepadanya menyesali perbuatannya itu: “Engkau pembunuh, engkau pembunuh.”

Qabil mulai mengerang panjang. Dia mulai merasa takut. Badannya berasa berat dan kakinya berasa lemah. Tiba-tiba dia tersungkur jatuh disamping jenazah adiknya. Setelah itu, Qabil hanya bisa termangu-mangu disamping jenazah adiknya, tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Apakah jenazah adiknya itu akan ditinggalkannya begitu saja, sehingga akhirnya dimakan serigala dan burung-burung?

Tak sampai hati dia meninggalkannya begitu saja, lalu jenazah itu dipikul ke bahunya dan dibawanya, tetapi dia tidak tahu kemana jenazah itu akan dibawanya dan akan diapakan jenazah itu. Dia terus berjalan dan berjalan. Dan akhirnya dia menjadi cape, lalu berhenti melepaskan lelah. Hatinya sedih dan mulai berkhayal agar adiknya hidup kembali. Sesalnya bertambah-tambah sehingga dia menjadi tak karuan dan gelisah. Mulai dia marah kepada dirinya sendiri.

Setelah capenya agak berkurang, kembali jenazah adiknya itu dipikulnya lagi. Dia berjalan tidak bertujuan. Setelah penat dia berhenti pula melepaskan lelahnya. Begitulah berulang-ulang sampai cape dan lesu, di bawah terik panas matahari.

Tiba-tiba dia melihat dua ekor burung gagak berkejar-kejaran. Kedua burung gagak itu sama menyiruk ke bawah, hingga di tanah. Keduanya berkelahi sehebat-hebatnya, patuk mematuk, dengan paruhnya masing-masing.

Salah satu diantara kedua burung itu kena patuk yang keras sekali, sehingga patahlah lehernya. Burung yang patah lehernya itu bergelepar di tanah mengempas-empaskan diri. Tak lama kemudian burung itu mati.

Setelah mengetahui bahwa burung yang kena patuk itu sudah mati, lalu burung yang masih hidup menggali lubang di tanah dengan mempergunakan kaki dan paruhnya. Setelah lubang itu menjadi besar dan dalam, gagak yang hidup menarik gagak yang mati dengan paruhnya ke dalam lubang. Lubang itu lalu ditutupnya kembali dengan tanah. Gagak yang masih hidup lalu terbang meninggalkan tempat itu…!

Melihat pertunjukkan yang ditunjukkan burung Gagak itu, Qabil takjub, heran sekali dan berkata kepada dirinya, “Rupanya aku ini jauh lebih bodoh daripada gagak yang hitam itu.” Diapun meniru gagak itu. Lubang digalinya, lalu jenazah adiknya dimasukkan ke lubang itu, dikuburkan dan ditimbunnya dengan tanah.

Setelah agak lama Habil dan Qabil tidak pulang, Adam dan Hawawa mulai khawatir dan cemas. Adam lalu berangkat mencari kedua orang anaknya itu. Namun alangkah terperanjatnya Adam melihat darah tertumpah di tanah membasahi. Dadanya berguncang, hatinya berdebar, Adam berteriak sekeras-kerasnya kepada Qabil: “Qabil, apa yang engkau lakukan terhadap saudaramu?” Bergetar tubuh Qabil mendengar teriakan bapaknya yang luar biasa itu. Alam seluruhnya dirasakan turut bergetar dan berteriak kepadanya: “Hai Qabil, apa yang engkau lakukan terhadap adikmu sendiri?”

Qabil lari dan lari terus, dengan mempunyai ketenangan dan kesenangan untuk selama-lamanya. Dunia ini baginya sejak waktu itu adalah tempat pelarian dan ketakutan sehingga menyangka musuh terhadap apa saja yang ia jumpai dan temui. Begitu susahnya di dunia ini, belum lagi dia di akhirat nanti…!

Adam dan Hawwa kehilangan dua orang anak sekaligus. Seorang meninggal dunia dan seorang lagi hilang tak tentu kemana perginya. Terhadap yang sudah meninggal, Adam dan Hawwa berdo’a kepada Allah: “Ya Allah ampunilah dia: turunkanlah rahmat-Mu kepadanya di alam Barzah, dan berilah ia tempat di surga di alam akherat nanti.”

Terhadap anaknya yang hilang, Adam dan Hawwa tak berputus asa, mudah-mudahan dia dapat kembali dengan kesadaran dan keinsafan, dapat menginsafi segala kesalahan dan dosa yang telah diperbuatnya; akhirnya dapatlah ia menjadi manusia yang berguna hidupnya di dunia ini bagi ibu bapak dan adik-adiknya.

Terhadap anak-anaknya yang lain, Adam memperingatkan bahwa manusia hidup di permukaan bumi ini tidak sendirian. Disamping kita manusia, ada setan dan iblis yang menjadi musuh kita sampai ke anak cucu turunan kita buat selama-lamanya.

Adam dan Hawwa menerangkan kepada anak-anaknya pengalaman hidup mereka selama berada di dalam surga, bagaimana hebat dan halusnya godaan iblis. Sekalipun di kala itu, Adam dan Hawwa dapat melihat iblis dan dapat mendengar suaranya karena sama-sama berada di alam surga, Adam dan Hawwa masih dapat tergoda olehnya. Apalagi sekarang setelah berada di alam bumi, dimana kita manusia tidak dapat lagi melihat iblis dan mendengar suaranya, sedangkan iblis tetap dapat melihat kepada kita manusia, maka godaan iblis di muka bumi ini pasti jauh lebih berbahaya bagi kita manusia.

Iblis adalah musuh kita yang dapat melihat kepada kita dan kita tak dapat melihat kepadanya. Dengan begitu perjuangan kita terhadap iblis adalah perjuangan atau perkelahian yang tak setaraf. Tak ubahnya dengan perkelahian dua orang manusia, yang pertama dengan mata terbuka dan yang kedua dengan mata tertutup. Dapatlah kita pastikan, orang yang dengan mata terbuka akan selalu menang, dan orang yang dengan mata tertutup akan selalu kalah.

Tetapi kita manusia jangan bersedih. Allah maha pengasih dan Maha Adil. Kepada manusia diberikan satu cara untuk membutakan mata iblis terhadap kita, yaitu bila kita mohon perlindungan Allah dari godaan iblis dengan membaca: :Audzu billahi minasy syaithaanir rajiim”. Dan kepada kita manusia diberi kekuatan yang dinamakan iman; yaitu kepercayaan penuh terhadap Allah. Dengan keimanan yang kokoh kuat, iblis tak sanggup meggoda manusia, bahkan iblis menjadi takut dan lari dari manusia yang beriman itu, iblis pun tidak berani mendekatinya…! ( RCDQ)

 

4

BILQIS, RATU SABA’

 

Bilqis adalah seorang ratu yang memerintah negeri Saba’-Yaman yang kisahnya diriwayatkan dalam al-Qur’anul Karim oleh Allah Swt. Ia adalah seorang wanita pilihan seperti yang lain.

Bilqis adalah putri raja Saba’. Ketika ayahnya meninggal, anak pamannya telah merebut kekuasan secara licik. Anak pamannya itu bukanlah seorang yang adil, apalagi shaleh. Sebaliknya, dia adalah seorang yang fasik, yang menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginannya, juga suka merobek-robek kehormatan wanita-wanita teraniaya (wanita tertindas), baik yang belia ataupun yang janda. Benar-benar dia telah lupa daratan dengan kekuasaannya. Hawa nafsu mulai menguasai pimpinan baru itu. Bahkan terbersit keinginan untuk memperkosa putri pamannya yang telah direbut kekuasaannya itu. Itulah setan yang berkuasa, yang membujuk pimpinan baru tanpa malu mengajukan usul yang tidak sepantasnya kepada putrid paman yang direbut kekuasaannya itu.

Bulqis bukanlah putri yang bodoh, dia sangat cerdas, penuh hikmah. Bahkan al-Qur’an menyebutnya sebagai orang yang berakal prima. Dipenuhinya ajakan itu dengan seribu rencana di kepala. Dia mewajibkan anak pamannya itu datang pada tengah malam. Alasannya, agar tidak diketahui orang perbuatan mereka itu. Padahal, sebenarnya Bilqis akan membunuhnya untuk menyelamatkan negara dan rakyat dari kesewenangan, perbuatannya yang penuh kezaliman dan kedurhakaan itu. Senanglah raja yang murka itu mendengar panggilan gadis yang diinginkannya. Sambil tersenyum dia memaklumi mengapa Bilqis memanggilnya di tengah malam. Penuh kegembiraan karena membayangkan kenikmatan yang akan diperoleh, berangkatlah dia menemui Bilqis di tempat dan waktu yang ditentukan.

Seperti pepatah - mencari kematian sendiri - maka berhasillah usaha Bilqis di malam itu. Matilah si raja nafsu tanpa sempat menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Dan pada pagi hari, setelah peristiwa itu, Bilqis berkata kepada rakyatnya menjelaskan permasalahan. Dia berkata :

“Aku lakukan ini karena aku tidak melihat seorang pria pun yang merasa marah dengan perbuatannya. Kaum pria sama sekali membiarkan kehormatan putrid, , istri, atau saudaranya dirampas olehnya. Aku bunuh dua karena dia telah merampas kerajaan ayahku, dan bahkan akan memperkosa kehormatan putrinya. Sekarang aku tawarkan kepada kalian! “Pilihlah seorang laki-laki yang salih, yang dapt kalian percaya mengurusi urusan kalian sebagai pemimpin.”

Tentu saja seluruh rakyat memilihnya sebagai raja, menggantikan raja zalim yang tidak dapat mereka atasi kezalimannya itu. Mereka mengangkat Bilqis karena berhasil menyelamatkan rakyat dan negara dari kezaliman yang kesewenang-wenang. Bilqis kemudian dinobatkan menjadi raja Saba’, menggantikan kedudukan ayahnya. Dia berjanji untuk selalu melaksanakan hukum dengan seadil-adilnya. Selalu bermusyawarah sebelum menetapkan suatu keputusan. Inilah ahlak mulia Bilqis yang al-Qur’an pun telah menetapkannya.

 

Ratu Bilqis dan Nabi Sulaiman

Sebagai nabi yang diutus untuk menyampaikan risalah Allah Awt, Nabi Sulaiman diberi satu kerajaan yang sangat hebat. Ia bisa menguasai jin dan manusia, sementara burung dan angin termasuk dalam kekuasaannya.

Atas itu semua Nabi Sulaiman menyembah dan sujud, bersyukur atas segala nikmat dan pemberian Allah serta berdoa agar dia dan kaumnya dimasukkan Allah dalam golongan hamba Allah yang bail, dan umat yang masuk surga-Nya. Nabi Sulaiman berkata, “Semua ini adalah karunia Allah atas diriku untuk menguhi, apakah aku dapt bersyukur atau kufur.”

Pada suatu ketika, Nabi Sulaiman ingin, mendirikan sebuah rumah suci di Syam, agar dapat dipergunakan sebagai tempat ibadah menyembah Allah. Tiang-tiang yang tinggi dan besar lalu didirikan, dinding-dinding tembok yang lembang dan agung pun berdiri, tidak lama kemudian rumah suci (Baitul Muqadas) yang dicita-citakan Nabi Sulaiman itupun jadi kenyataanlah, yang sampai sekarang masih ada dan masih tetap bernama Rumah Suci (Baitul Maqdis) atau Darussalam (Yerussalem).

Baru saja Nabi Sulaiman selesai mengerjakan rumah suci itu, dia berangkat meninggalkan tempat itu untuk memenuhi nazarnya sebelum mendirikan rumah suci itu. Nazar (janji) akan mengembara di muka bumi untuk melihat dan mengetahui kebesaran Allah yang menciptakan bumi ini.

Mula-mula Nabi Sulaiman menuju ke tanah Yaman, lalu memasuki daerah San’ak. Di daerah ini dia mengalami kekurangan air. Kemana juga dicarinya, tidak ada air dijumpai. Ke puncak bukit yang tinggi, di bawah jurang yang dalam, kadang-kadang digalinya sumur yang dalam, namun air tidak ditemuinya. Saat hampir menemui jalan buntu untuk mendapatkan air, tiba-tiba terbang melintas di atas kepalanya seekor burung Hud Hud. Burung itu segera dipanggil oleh Sulaiman dan kepada burung itu diperintahkannya untuk mencri tempat yang ada airnya dan menunjukkan jalan kepadanya menuju ke tempat itu. Maka berangkatlah burung Hud Hud untuk mengerjakan perintah Nabi Sulaiman.

Karena burung Hud Hud yang diutus itu lama tidak kembali, Nabi Sulaiman marah dan mengucapkan sumpahnya, akan menghukum burung itu dengan menyembelihnya, bila tidak segera datang dan bila burung itu tidak dapat menerangkan sebab-sebab dari keterlambatannya itu.

”Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata: “Mengapa aku tidak melihat Hud Hud, apakah dia yang termasuk tidak hadir. Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya atau benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang jelas” (Q.S. an-Naml: 20-21).

Baru saja Nabi Sulaiman mengucapkan sumpahnya, burung Hud Hud yang ditunggu-tunggunya itupun datang dengan merendahkan kepala dan menggerak-gerakkan ekornya, tanda minta maaf dan minta ampun kepada Nabi Sulaiman atas keterlambatannya itu.

“Maka tidak lama kemudian (datanglah Hud Hud), lalu ia berkata: “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya.” (Q.S. an-Naml: 22)

Akhirnya Hud Hud bercerita kepada Nabi Sulaiman : “Saya sudah dapat melihat di tempat yang jauh di sana, sesuatu yang belum pernah engkau ketahui, sebuah tempat yang belum pernah tunduk di bawah kekuasaanmu dan engkau sendiri tak mengetahui tentangnya.”. Kata Hud hud. Lalu ia melanjutkan ceritanya: “Adapun negeri itu bernama Saba’ dan menjadi rajanya adalah seorang perempuan. Ia sangat berkuasa atas rakyatnya serta istananya pun besar sekali. Tetapi saying, penduduk dalam negeri itu rupanya menyembah matahari, bukan menyembah Allah. Saya merasa sedih melihat keadaan mereka yang demikian, tetapi apa dayaku karena penduduk negeri itu kuat-kuat dan besar-besar badannya. Pendapatku, alangkah baiknya bila mereka diperintahkan untuk menyembah Allah, yaitu Allah yang sebenarnya yang mempunyai kerajaan yang Maha Agung dan Maha Besar.”

Sulaiman mendengarkan alasan (kata-kata Hud Hud) itu, wajahnya tidak berubah, kemarahannya tidak terungkap, karena ia sangat tertegun dengan apa yang diberitakan oleh Hud Hud (akan kabar yang dibawanya). Lalu Nabi Sulaiman berkata: “Akan kuselidiki dahulu kabar yang kau bawa ini. Aku ingin mengetahui apakah engkau berkata benar atau bohong. Kalau memang benar apa yang telah kau katakana tadi, inilah sepucuk surat dariku segera kau sampaikan surat ini kepada raja dan bangsa yang telah kau ceritakan itu. Aku akan menunggu kabar jawabannya selekas mungkin!”

Saat itu segera diambilnya dari tangan Nabi Sulaiman, lalu burung itu terbang melayang, menyampaikan surat itu ke alamat yang sudah ditentukan, yaitu raja (ratu) dan rakyat Bilqis di negeri Saba’

“Berkata Sulaiman: “Akan kami lihat, apa kamu benar ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta. Pergilah dengan (membawa) suratku, lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan.” (Q.S. an-Naml: 27-28)

Hud hud terbang menyusup ke atas mahligai istana Ratu Bilqis. Dengan melalui sebuah jendela, surat itu dijatuhkannya dalam istana itu tepat di hadapan Ratu Bilqis sendiri, lalu diambil dan dibaca oleh Ratu Bilqis: “Surat ini dari Sulaiman. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Janganlah kamu meninggikan diri terhadapku dan hendaklah kamu mendatangiku dengan menganut agama Islam.”

Baru saja melihat dan membaca surat yang ajaib serta isinya yang mengejutkan itu, Ratu Bilqis segera mengumpulkan semua menteri kerajaan, pembesar-pembesar dan ahli-ahli cerdik pandai, untuk bermusyawarah, guna meminta pertimbangan mereka tentang isi surat yang baru diterimanya itu; apakah akan menyerah dan tunduk kepada apa yang dimaksud oleh raja Sulaiman, atau tidak akan mempedulikan sama sekali isi surat

“Berkata dia (Bilqis): “Hai para pembesar berilah aku pertimbangan dalam urusanku (ini) aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan sbelum kamu berada dalam majlisku.”

Mereka serentak berkata: “Kita ini adalah suatu bangsa yang berani dan ahli perang, bukan suatu bangsa yang hanya pandai berunding dan mengalah saja. Kami sudah menetapkan dirimu, ya Bilqis, untuk memutuskan segala sesuatu dan memerintah kami. Tetapkanlah apa yang hendak kau putuskan, kami akan menjalankannya dengan penuh rasa taat dan tunduk kepadamu. Bila engkau perintah ke langit, kami mau terbang, ke laut kami menyelam, ke lurah kami menurun dan ke bukit pun kami akan mendakinya.”

Setelah Bilqis mengetahui tanda-tanda dari para menteri dan pembesar-pembesar yang menghendaki perang itu, segera ia mengemukakan pendapatnya yang bertentangan dengan kehendak mereka; dengan tenang berkata Ratu Bilqis: “Pikiran yang menghendaki perang itu adalah pikiran salah, selama jalan damai belum ditempuh sedapat-dapatnya karena perdamaian lebih baik dari berperang, begitulah menurut pikiran orang waras. Bila tentara telah dapat mengalahkan musuhnya di medan perang, negeri yang dikalahkannya itu pasti mereka rusak dan mereka hancurkan, segala harta kekayaannya mereka rampas, orang-orang yang mulia mereka hinakan, sebaliknya orang-orang hina dimuliakannya. Akhirnya mereka memperbudak lalu menjalankan tangan besi, kalau dapat berabad-abad  lamanya, atau untuk salama-lamanya. Aku,” kata ratu Bilqis selanjutnya, “ingin mengutus sebuah delegasi yang terdiri dari orang-orang yang terhormat dari bangsa kita, untuk menghadap raja Sulaiman dan pula untuk memberikan hadiah yang paling berharga.”

“Mereka menjawab: ‘Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada di tanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan. Dia berkata: ‘Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat.” (Q.S. an-Naml: 33-34).

Tujuan diutusnya suatu delegasi nantinya agar dapat menaklukan hatinya, dan memohon kasuh sayangnya. Maka, bila diterima oleh Sulaiman pemberian itu, ia adalah seorang duniawi yang mungkin diserang. Dan bila ia tolak, maka ia adalah orang agamawi, dan ia harus tunduk kepadanya.

Allah berfirman: “Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadia, dan (aku akan) menunggu apa yang akan dibawa oleh utusan-utusan itu’” (Q.S. an-Naml: 35).

Kabar ini dituliskan dalam sebuah surat, lalu diserahkan kepada burung Hud Hud itu, untuk disampaikan kepada Sulaiman dan surat Ratu Bilqis pun dibawa burung Hud Hud untuk disampaikan kepada nabi Sulaiman, dan dia memakluminya. Untuk menyambut kedatangan delegasi Bilqis itu, Sulaiman ssegera mengadaan persiapan. Sulaiman ingin memperlihatkan kegagahan dan keluarbiasaan. Lalu dia memanggil semua jin dan diperintahkan untuk mendirikan sebuah istana dari segala macam batu dan perhiasan yang berada di perut bumi dan di dalam laut.

Dalam waktu yang singkat saja, gedung besar, yaitu istana yang terindah yang belum pernah ada tandingannya di muka bumi Allah ini, sekarang menjelma. Dindingnya terbuat dari kaca yang beraneka warna, lantainya dari emas dan perak, serta pasirnya dari intan, berlian dan berbagai batu berharga lainnya. Semua itu dikumpulkan dan didirikan oleh segala jin dengan petunjuk Nabi Sulaiman.

Delegasi yang ditunggu-tunggu itu pun datanglah. Kedatangan mereka disambut dengan hormat dan meriah. Bagaimanapun mereka adalah utusan resmi, yang harus dihormati. Alangkah kaget dan kagumnya mereka melihat kemewahan yang tak dapat dibayangkan dengan kata-kata itu. Dengan rasa malu, mereka menyerahkan hadiah besar yang dianugerahkan ratu Bilqis kepada Raja Sulaiman.

Melihat hadiah itu, Nabi Sulaiman hanya minta maaf dan berkata: “Maaf saja, kuharap agar hadiah ini dikembalikan saja kepada Ratu Bilqis karena diriku telah cukup memperoleh anugerah Allah, baik berupa kekayaan maupun perhiasan, bahkan Allah telah menganugerahkan yang cukup, kekuasaan yang besar dan pangkat kenabian yang mulia, yang belum pernah dipunyai oleh seorang manusiapun di atas dunia ini. Aku tidak membutuhkan emas perak, sekalipun sebesar bumi ini. Kulihat engkau sekalian hanya mengenal hidup yang lahir (nyata) di dunia ini saja dan dengan penghidupan dunia yang begini saja, kamu telah dapat bergembira diri. Kembalilah kamu ke negeri dan rajamu. Katakana kepadanya, bahwa aku tidak memerlukan harta kekayaan, tidak perlu kekuasaan dan segala-galanya, yang perlu agar kamu sekalian tunduk dan menyembah Allah, yang telah menjadikan semuanya ini. Aku harap agar kamu sekalian patuh menjalankan perintah Allah itu, janganlah menyembah selain dari Allah, serta katakana pula kepada mereka bahwa kami akan segera mengirimkan tentara kami, untuk menggempurmu, bila ternyata kamu tidak mau tunduk kepada kebenaran ini dan hanya mempercayai kepada kekuatan tentaramu saja!”

Delegasi itupun segera kembali menemui ratu dan bangsanya, lalu menyampaikan hasil pertemuan dengan Raja Sulaiman itu. Dan mendengar semua itu, Ratu Bilqis berkata: “Tidak ada daya dan usaha lain, kecuali tunduk dan taat menurut ajaran Sulaiman itu, karena dia bukanlah raja yang rakus terhadap harta benda dan bukan juga sebagai raja yang haus kekuasaan.” Ratu Bilqis ingin menemui Sulaiman, serta ia bermaksud akan mengucapkan kalimat iman di hadapan Sulaiman. Ratu itupun berangkatlah diiringi oleh semua pengiring dan pengawalnya. Setelah nabi Sulaiman mengetahui akan keberangkatannya itu, maka beliau berkata kepada semua jin: “Siapakah diantaramu yang sanggup mengambil istana Ratu Bilqis dan membawanya kemari, sebelum Ratu Bilqis sendiri sampai di sini untuk menyatakan Islamnya di hadapanku?”

Seorang prajurit dari bangsa jin maju ke tempat duduk Sulaiman dan mengajukan kesanggupannya untuk mengambilkan tahta kerajaan Saba’, sebelum Sulaiman berdiri dari mejlisnya, padahal Sulaiman duduk di tempat itu sampai waktu dhuhur. Bagi Sulaiman waktu itu agak lama.

Tiba-tiba muncul dan berdiri seorang manusia muslim bernama Asif, yang kepadanya oleh Allah telah dianugerahi pengetahuan yang cukup dan kekuatan gaib, lalu ia berkata kepada Raja Sulaiman: “insya Allah”, saya sanggup mendatangkan mahligai itu kemari dan mahligai itu akan berada di sini, sebelum engkau menggerakkan pelupuk matamu, ya Raja Sulaiman.

“sesungguhnya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: ‘Jadilah’ maka jadilah ia.” (Q.S. Yasin: 82)

kemudian Sulaiman memerintahkan, sebelum datangnya ratu, agar mengganti dan merubah tanda-tanda pada tahta kerajaan Bilqis. Agar supaya tidak mudah dikenal. Sementara Sulaiman ingin mengetahui kecerdasan ratu itu; apakah kiranya ia mengenali tahta kerajaannya itu atau tidak.

Dalam sekejap mata saja, mahligai ratu itu pun sudah berdiri dengan megahnya di hadapan Nabi Sulaiman. Di situ Nabi Sulaiman lalu bersujud dan bersyukur atas kekuasaan Allah yang telah diperlihatkan kepadanya. Beliau bersujud dan bersyukur kembali berulang-ulang, serta terus-menerus untuk menyembah Allah Yang Maha Bijaksana, Mahabesar dan Mahakuasa itu.

Allah berfirman: “Berkata Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: ‘Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.’ Berkatalah orang yang memiliki ilmu dari al-Kitab ‘Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.’ Maka tatkala melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmatNya). Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (Q.S. an-Naml: 39-40).

Ratu Bilqis beriman kepada Allah

Begitu sang ratu sampai di kerajaan Sulaiman, segera Sulaiman memamerkan tahta kerajaannya, sambil bertanya kepadanya: Kiranya tahta kerajaan itu, menyerupai tahta kerajaannya?Ratu menjawab: Rasa-rasanya itu adalah tahta kerajaanku. Walaupun sang ratu tidak yakin bahwa Sulaiman membawanya dari tempat kerajaannya, karena jauhnya perjalanan, dan sang ratu telah meletakkan penjagaan yang ketat kepadanya.

“Rubahlah baginya singgasananya; maka kita akan melihat apakah dia mengenal ataukah dia termasuk orang-orang tidak mengenal (nya)”. Dan ketika Bilqis datang, ditanyakanlah kepadanya: “Serupa inikah singgasanamu?” Dia menjawab: “Seakan-akan ini singgasanaku, kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami orang-orang yang berserah diri (muslimin)”. (Q.S. an-Naml: 41-42).

Ratu Bilqis jauh dari keimanan, dikarenakan didikan lingkungannya penyembah berhala, maka dari itu ia ragu-ragu masuk Islam. Disamping itu ia sangat cerdik dan bijaksana. Di dalam hal ini kemungkinan rakyatnya memberontak dan akan menurunkannya dari tahta kerajaan.

“Dan apa yang disembahnya selama ini selain Allah, mencegahnya (untuk melahirkan ke-Islaman-nya) karena sesungguhnya dia dahulu termasuk orang-orang yang kafir”. (Q.S. an-Naml: 43)

Dalam pada itu Nabi Sulaiman telah memerintahkan pula untuk membangun sebuah mahligai yang terbuat dari kaca yang putih bersih; kemudian Ratu Bilqis dipersilakan masuk. Ratu Bilqis mengira mahligai kaca itu ialah air yang sedang mengalir berombak, lalu dia membukakan betisnya untuk memasukinya, tetapi kemudian ternyata bahwa itu bukanlah air.

Dengan kekhilafannya ini, terbukalah Ratu Bilqis yang selama ini tersesat di dalam gelombang kekayaan dan kekuasaan itu. Dia telah tersesat dan terkhilaf, sebagaimana kekhilafannya terhadap kaca yang dikiranya air. Dia insaf dan terbukalah hijabnya, sehingga dengan kejadian itu, kini dia menyadari akan kesesatannya, karena dia mengira bahwa kekayaan itu dapat membahagiakannya, begitu pula kekuasaan di dunia ini adalah kekuasaannya yang paling besar; baru sekarang dia mengetahui bahwa ada yang mempunyai kekuasaan yang melebihi kekuasaannya.

“Dikatakan padanya: ‘Masuklah ke dalam istana’, Maka tatkala ia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapnya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman: ‘Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca.’ Berkatalah Bilqis: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S. an-Naml: 44).

Dia insaf dan bertobat kepada Allah: “Ya Allah, Tuhanku! Sudah lama saya tersesat sehingga saya tidak mengenal-Mu dan tak pernah menyembah-Mu. Saya sudah tersesat dalam masa yang panjang karena kelobaan saya atas harta kekayaan pemberian-Mu itu, sehingga saya sudah aniaya terhadap diri sendiri dengan melupakan Engkau, ya Allah. Saya kira hanya harta dan kekuasaan itu saja bahagia dan rahmat dari Engkau, rupanya itu sama sekali belum berarti apa-apa, bila dibandingkan dengan rahmat dan nikmat-Mu yang lainnya. Ampunilah saya ini, ya Allah! Sekarang saya insaf dan tobat, saya akan menerima pelajaran Sulaiman dengan menganut agama Islam, yaitu agama Engkau, ya Allah. Saya akan tunduk dan taat kepada-Mu, ya Allah, ampunilah saya, karena Engkau suka memberi ampun dan penerima tobat pula.”

Ini adalah sebuah contoh klasik, seorang perempuan bisa menjadi ratu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Ia mendapatkan kedudukannya karena kemampuan intelektual dan kebijaksanaannya. Padahal, sebelumnya para penguasa negeri Saba’ selalu mendapatkannya dengan cara kekerasan, militer. Akhirnya Ratu Bilqis menyatakan keislamannya di hadapan Nabi Sulaiman dan para pembesarnya.

Selain dari itu, menurut riwayat: bahwa ratu Bilqis berkenan diperistri Nabi Sulaiman, dan dia tetap menjadi seorang ratu/kepala pemerintahan di negeri Saba’. Sedangkan rakyatnya, setelah ratunya masuk agama Islam, akhirnya mereka masuk Islam. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar