Jumat, 23 Oktober 2020

H A M K A - (78)

 


Haji Abdul Malik Karim (HAMKA) yang lahir di Maninjau, Sumatera Barat, 16 Februari 1908 dan meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 adalah seorang ulama terkenal, penulis dan mubalig besar yang berpengaruh di Asia Tenggara, dan ketua Majelis Ulama Indonesia yang pertama. Ia adalah putra H. Abdul Karim Amrullah, tokoh pelopor gerakan Islam Kaum Muda di Minangkabau.

HAMKA hanya sempat masuk sekolah desa selama 3 tahun dan sekolah-sekolah agama di Padangpanjang dan Parabek (dekat Bukit Tinggi) kira-kira 3 tahun. Tetapi, Ia berbakat dalam bidang Arab, yang membuat ia mampu membaca secara luas literatur Arab, termasuk terjemahan dari tulisan-tulisan Barat.

Pada tahun 1924, dalam usia 16 tahun, HAMKA pergi ke Jawa. Di sana ia menimba pelajaran tentang gerakan Islam medern melalui H. Oemar Said Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo (ketua Muhammadiya 1944-1952), RM Soerjopranoto (1871-1959), KH Fakhruddin (ayah KH Abdur Rozzaq Fakhruddin) yang mengadakan kursus-kursus pergerakan di Gedung Abdi Dharmo di Pakualaman, Yogyakarta. Setelah beberapa lama disana, ia berangkat ke Pekalongan dan menemui kakak iparnya, A.R. Sutan Manshur, yang waktu itu ketua Muhammadiyah cabang Pekalongan. Di kota inilah berkenalan dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah setempat. Pada bulan Juli 1925, ia kembali ke Padangpanjang dan turut mendirikan Tablig Muhammadiyah di rumah ayahya di Gatangan, Padangpanjang. Sejak itulah ia mulai berkiprah dalam organisasi Muhammadiyah.

Pada bulan Februari 1927, HAMKA berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim disana lebih kurang 6 bulan. Selama di Makkah ia bekerja pada sebuah percetakan dan baru pada bulan Juli kembali ke tanah air dengan tujuan Medan dan  menjadi guru agama pada sebuah perkebunan selama beberapa bulan. Pada akhir tahun 1927, ia kembali ke kampung halamannya, menjadi guru agama sambil terus berkiprah di organisasi Muhammadiyah hingga meninggal dunia. Jabatan yang dijabatnya adalah penasihat  pengurus pusat Muhammadiyah.

Di pemerintahan, HAMKA pertama kali diangkat menjadi pegawai negeri sipil pada tahun 1950 dengan tugas memberi kuliah-kuliah agama di beberapa perguruan tinggi Islam seperti PTAIN Yogyakarta, Universitas Islam jakarta, Universitas Muslimin Indonesia dan lain-lain. Selain itu, ia juga menjadi anggota Konstituante hasil pemilihan umum pertama tahun 1955. Kemudian mengikuti seminar di luar negeri dan menjadi utusan resmi pemerintah Indonesia ke beberapa negara.

Pada tahun 1975, ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI ) berdiri, ia terpilih menjadi ketua umum pertama dan terpilih kembali untuk periode kepengurusan kedua pada tahun 1980.

HAMKA meninggalkan karya yang sangat banyak; diantaranya, yang sudah dibukukan tercatat lebih kurang 118 buah, belum termsuk karangan-karangan panjang dan pendek yang dimuat di berbagai media massa dan disampaikan dalam beberapa kesempatan kuliah atauceramah ilmiah. Tulisan-tulisan ini meliputi bidang politik, sejarah, budaya, dan ilmu-ilmu keislaman. Diantaranya: Tafsir Al-Azhar (30 juz), Pengantar Ilmu tasawwuf, Mandi Cahaya di Tanah Suci, Di Lembah Sungai Nil, dan Di Tepi Sungai Dajlah, Sebelumnya ia menulis Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938), Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (1939), Merantau ke Deli (1940), Di dalam lembah kehidupan (1940), dan biografi orang tuanya dengan judul Ayahku (1949), dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar