Jumat, 23 Oktober 2020

MALIK BIN DINAR - (105)

 


Abu Yahya Malik bin Dinar al-Sami adalah putera seorang budak berbangsa Persia dari Sijistan. Ia  adalah murid Hasan Bashri yang  kemudian menjadi sahabatnya. Ia terhitung banyak meriwayatkan hadis, terutama yang bersumber dari sahabat Anas bin Malik dan Ibnu Sirin. Ia meninggal pada tahun 181 H / 797. Ia juga dikenal sebagai tokoh sufi terkemuka dan ahli kaligrafi Al- Qur’an, serta Ahli Hadis Shaheh.

Malik dilahirkan sebelum ayahnya dimerdekakan dari perbudakan. Setelah ayahnya di merdekakan, nasib Malik menjadi lebih baik dan meningkat terus,  akhirnya menjadi sseorang yang kaya-raya,  memiliki harta yang berlimpah-limpah.

Malik tinggal di Damaskus di mana golongan Mu’awiyah  telah membangun sebuah masjid yang besar dan mewah. Malik ingin sekali di angkat sebagai pengurus masjid tersebut. Maka pergilah ke masjid itu. Di pojok ruangan masjid itu  dibentangkannya sajadahnya dan disitulah ia selama setahun terus menerus melakukan ibadah sambil berharap agar setiap orang akan melihatnya sebagai orang yang ahli shalat. Dia berkata dalam hatinya, “Alangkah munafiqnya engkau ini, karena shalatmu hanya menginginkan jabatan, bukan karena Allah”.

Selama satu tahun, Malik bin Dinar mengerjakan dan melakukan ibadah di Masjid tersebut. Apabila hari telah malam, Malik kelur dari masjid itu dan pergi bersenang-senang .

Pada suatu malam, ketika Malik  sedang asyik menikmati musik, dikala semua teman-temannya telah tidur, tiba-tiba dari kecapi yang sedang dimainkannya terdengar sebuah suara, “ Malik , mengapakah engkau juga belum bertaubat ?”. Mendengar kata-kata yang sangat menggentarkan hati ini, Malik segera melemparkan kecapinya  dan segeralah ia berlari ke masjid. Dia berkata pada diri sendiri, “ Selama setahun penuh aku telah menyembah Allah secara munafiq, bukan kah lebih baik jika aku menyembah Allah dengan sepenuh hati ? Aku malu . Apakah yang harus aku lakukan sekarang ? Seandainya orang-orang hendak mengangkatku sebagai pengurus Masjid ,aku tidak akan mau menerimanya”. Sejak malam itulah untuk pertama kalinya ia shalat dengan penuh keikhlasan .

Keesokan harinya, seperti biasa , orang orang berkumpul di Masjid . “Hai, lihatlah dinding masjid telah retak-retak”, seru mereka.  “Kita harus mengangkat seorang pengawas untuk memperbaiki masjid ini”. Mereka bersepakat bahwa yang paling tepat sebagai pengawas masjid itu adalah Malik. Mereka mendatangi Malik yang ketika itu sadang shalat. Dengan sabar mereka menunggu Malik menyelesaikan shalatnya.  “Kami datang untuk memintamu, agar kamu sudi menerima pengangkatan kami ini”, kata mereka. “Ya Allah”, seru Malik ,  “Setahun penuh aku menyembah-Mu secara munafik  dan tak seorangpun memandang diriku . Kini setelah aku serahkan  jiwaku kepada-Mu dan bertekat bahwa aku tidak menginginkan pengangkatan atas diriku, Engkau menyuruh duapuluh orang  menghadapku untuk mengalungkan tugas tersebut ke leherku. Demi kebesaran-Mu, aku tidak menginginkan  pengangkatan atas diriku ini”.

Malik berlari meninggalkan masjid itu, kemudian ia hanya menyibukkan diri beribadah kepada Allah, dan menjalani hidup prihatin serta penuh disiplin sejak saat itu. Ia menjadi seorang yang terhormat dan saleh. 

Malik hidup di Basrah dengan meninggalkan harta dan gemerlap didunia serta menekuni dengan penuh kesungguhan kehidupan zuhud sejati. Selam  40  tahun di Basrah tdak pernah memakan sekalipun korma segar dan ia hanya makan roti yang di belinya sendiri tanpa manisan atau asam-asaman.

Dalam pengembaraannya,  Malik naik kapal dengan harapan dapat sampai kearah negeri tujuannya. Di tengah perjalanan ia dituduh orang mencuri perhiasan, diikat dan dipukuli. Setelah berkali-kali dipaksa mengaku, Malik tetap tidak mengaku karena memang tidak mencuri.  Setelah babak belur, ia memandang kelautan lepas dan tiba-tiba bermunculan ikan-ikan menampak dipermukaan sambil membawa permata-permata. Di ambilnya sebuah permata dari satu ikan itu dan diberikannya kepada orang yang kehilangan tadi. Setelah diterima, ia meninggalkan orang itu dan melangkah keluar kapal sambil berjalan di permukaan laut sampai ke pantai.

Tasawuf Malik bin Dinar bertolak dari kehidupan zuhud dan keikhlasan yang semurni-murninya. Zuhud dalam makna menguasai dan mengalahkan nafsu dan dunia. Ikhlas dalam arti bahwa setiap amal lahir senada dengan amal batin yang didasari semata-mata karena Allah dan untuk Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar