Khodijah adalah putri Khuwailid bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab. Khuwailid meninggal dunia sebelum perang Fijar. Sepeninggal ayahnya, Khodijah berada dalam pengawasan pamannya, Amr bin Asad. Khodijah lahir 15 tahun sebelum peritiwa Gajah atau 68 tahun sebelum Hijriyaah. Ia lahir dari kalangan keluarga yang mulia, jujur dan keluarga seorang pemimpin. Di samping itu, ia termasuk seorang terdidik, berakhlak terpuji, bersifat teguh dan cerdik, sehingga kaumnya memanggilnya "Thahirah" karena ia sangat menjaga terhadap perilaku dan kesopanan yang mulia.
Ketika memasuki masa remaja, Khadijah adalah seorang wanita yang mendapat kedudukan tinggi dalam masyarakat karena berbudi dan bernasab mulia. Oleh karena itu banyak pemuda-pemuda yang datang untuk melamarnya. Ia telah kawin dengan suami yang pertama, Abu Halah bin Zuhrah bin Usaid bin Abi Amr bin Tamim at-Tamimi. Perkawinan tersebut berlangsung lama, lalu ditinggal meninggal suaminya dengan meninggalkan dua orang putra yaitu Halah dan Hanad. Setelah kematian suaminya, Khadijah kawin dengan Atiq bin 'Aidz bin Abdillah Umar bin Makhzum Al-Makhzumi, namun tidak berlangsung lama perkawinan tersebut, karena Atiq hanya menginginkan harta bendanya, keduanya bercerai. Semenjak itu ia tidak kawin- lagi dengan laki-laki lain. Banyak pemuda Quraisy yang ingin melamarnya, sekaligus menjadikan istri baginya, namun semuanya tidak berkenan dihatinya. Ia ingin mendidik anak-anaknya sambil menekuni perdagangannya, sampai akhirnya perdagangannya semakin hari semakin maju, dan ia menjadi seorang hartawan terkemuka di Makkah saat itu.
Keistimewaan yang dimiliki oleh Khodijah adalah ia seorang yang cerdas, menjaga diri, suci perilakunya, bermurah hati, dermawan. Oleh karenanya nabi Muhammad memberi gelar kepadanya Khadijah sebagai penghulu wanita pada zamannya, ia termasuk penghuni surga dengan kesaksian sang suami. Beliau pernah bersabda :
"Sesungguhnya Allah telah memberi kabar gembira kepadamu dengan rumah di surga dari permata yang tiada taranya".
Keistimewaannya lagi adalah Allah telah menitipkan salam lewat malaikat jibril untuk Khadijah. Dan apa yang telah dimiliki Khadijah adalah sudah dipersiapkan oleh Allah untuk mendapatkan kedudukan yang agung di dunia ini, menjadi istri seorang nabi, nabi yang sangat dikasihi Allah dan dinanti syafa'atnya di hari Kiamat nanti.
Tertarik dengan Kepribadian Pemuda Muhammad
Sebenarnya, Khadijah sudah lama sekali memendam rasa sukanya terhadap semua laki-laki. Dia hanya ingin membesarkan anak-anaknya dari hasil perkawinan dengan suami pertamanya, dan sekaligus ingin melanjutkan perdagangannya yang semakin hari semakin maju. Namun di sisi lain, dia mendengar kabar adanya seorang pemuda budiman yang tidak ada duanya di Makkah. Pemuda itu adalah Muhammad namanya. Dan sejak itu, Khadijah mulai merasakan adanya rasa suka lagi kepada laki-laki, dan mendambakan seorang pendamping apalagi jika pemuda Muhammad itulah yang akan menjadi pendampingnya.
Suatu ketika, Khadijah mendapat kesempatan untuk bisa mengetahui lebh jauh tentang pemuda Muhammad, tidak hanya mendengar dari kabar-kabar dari orang lain, yaitu kedatangan Abu Thalib (paman pemuda Muhammad) yang menawarkan kepadanya agar barang dagangannya bersedia dibawa oleh keponakannya, Muhammad bin Abdullah. Oleh karena itu, Khadijah langsung menyanggupinya, meski upah yang akan diberikan nanti adalah lebih besar dibanding dengan lainnya.
Sebenarnya ada satu hal yang sangat menarik hati Khadijah terhadap tawaran Abu Tholib, dan saat seperti inilah yang lama ditunggunya, yaitu rasa sukanya kepada pemuda Muhammad, namun untuk memulainya, dia sempat mengalami kerepotan, sekaligus untuk meneliti keadaan pemuda Muhammad. Oleh karena itu, ia menyertakan Maisaroh dalam misi ini untuk menyelidiki kebenaran tingkah-laku yang sudah lama didengarnya
Semenjak kematian suami pertama dan perceraian dengan suaminya yang kedua, Khadijah lebih mementingkan mengurusi dagangannya dan mendidik anak-anaknya dari suami pertama daripada mencari pendamping untuk dirinya. Ia sangat terluka hatinya manakala suami kedua hanya menginginkan harta bendanya, daripada menjadi suami yang baik, hingga akhirnya ia memutuskan menyendiri, meskipun banyak sekali pemuda dan bangsawan yang melamar dirinya, namun semua ditolaknya. Setelah mendengar pemuda Muhammad, dengan prilaku dan berkepribadian mulia, akhirnya rasa tidak sukanya terhadap laki-laki menjadi sirna dan menginginkan mencari seorang pendamping hidupnya. Pemuda itu adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdil Muttholib, dialah orang yang telah merubah pendirian yang sudah lama di pendamnya.
Setelah genderang kafilah dagang ditabuh, berangkatlah pemuda Muhammad dengan disertai pembantu Khadijah, Maisaroh. Perjalanan tersebut melalui wadhil Qura, Madyan dan Diar Tsamud serta daerah-daerah yang dulu pernah dilaluinya, manakala bersama pamanya berdagang menuju negara Syam. Perjalanan ini mengingatkan kembali kenangan tentang perjalanan pertamanya dulu, sehingga Muhammad menjadi banyak merenung dan berfikir akan sesuatu yang pernah dilihat dan didengar sebelumnya. Dengan kejujuran dan kemampuan berjual beli, akhirnya semua barang dagangan yang dibawanya habis terjual, sekaligus memperolah keuntungan yang lebih banyak dibanding dengan rombongan lainnya. Setelah tiba waktunya akan kembali, Muhammad membeli barang-barang yang sekiranya disukai oleh Khadijah, sebagaimana yang dipesannya
Perjalanan kembali rombongan kafilah dagang tidak mengalami kesulitan yang berarti, dan tak lama kemudian rombongan tiba di Makkah. Begitu juga dengan pemuda Muhammad, sesampai di Makkah, dia langsung mendatangi rumah Khadijah untuk melaporkan. Dengan bahasa yang halus, dia menuturkan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang dikerjakannya khususnya hasil jual belinya yang memperolah keuntungan. Selain itu juga, dia membawakan barang-barang yang sekiranya Khadijah menyukainya. Selesai melapor, dia langsung kembali ke rumah Abu Tholib. Sedang Khadijah yang sejak tadi sudah menyiapkan segala sesuatu yang ingin ditanyakan, ternyata tidak mampu mengucapkan. Ia tidak mengerti, mengapa tidak mampu berkata sedikitpun kepadanya, dan baru sadar ketika pemuda Muhammad sudah tidak berada lagi dihadapannya, pulang ke rumahnya.
Cerita Maisaroh Tentang Pemuda Muhammad
Setelah rombongan pulang ke rumah masing-masing, Maisaroh menghadap Khadijah, melaporkan penyelidikannya selama mendampingi pemuda Muhammad yang merupakan rugas utamanya. Dia bercerita panjang lebar, terutama hal-hal aneh yang sempat disaksikan ketika itu, khususnya mengenai diri pemuda Muhammad. Keanehan- keanehan yang disaksikan ini merupakan keanehan yang belum pernah dia saksikan sebelumnya, dan bagi siapa saja akan menjadi ragu untuk mempercayainya. Dia sendiri agak ragu- ragu menceritakan kepada tuannya, takut kalau tuannya, Khadijah tidak percaya. Namun karena didesak terus, akhiirnya dia bercerita ;
" Ibu !, ini adalah kejadian dihari pertama, ketika saya dan rombongan meninggalkan Makkah. Kami semua selama seharian berjalan di tengah padang pasir yang sangat panas membakar. Semua rombongan dalam keadaan penat dan lelah, oleh karena itu ketika malam datang kami semua istirahat dan bermalam di tempat yang aman dengan hati penuh gembira. Kami semua istirahat pada malam itu untuk mengganti tenaga yang habis setelah seharian berjalan tanpa berhenti, agar supaya besoknya kami semua dapat meneruskan perjalanan dengan tenaga yang baru. Semua rombongan sudah istirahat, tidak ada suara lagi ketawa dan percakapan yang terdengar, hanya suara ringkikan kuda dan onta serta binatang-binatang malam saja yang kadang-kadang berbunyi’. Lalu Maesarah melanjutkan ceritanya..
“Sebelum berangkat, ibu memberi tugas saya supaya menjaga dan mengurusi pemuda Muhammad, oleh karena itu saya telah menyiapkan segala keperluan dan tempat untuk istirahatnya, akan tetapi dia tidak mau istirahat. Saya sudah mempersilahkan untuk yang kedua dan ketiga kalinya, tetap saja tidak mau. Saya lihat, dia hanya duduk sambil menengadahkan wajahnya ke atas langit, sambil berdiam diri terus menerus. Saya sudah khawatir sekali atas tenaganya kalau untuk malam ini tidak istirahat. Karena ibu sudah memesan untuk menjaganya, maka saya pun mempersilahkannya untuk yang kesekian kalinya, karena perjalanan yang akan dilalui masih panjang. Namun tetap saja dia menengadahkan wajahnya ke atas langit. Seakan-akan tidak terpengaruh permohonan saya tersebut. Akhirnya saya pun tidak kuasa lagi untuk mempersilahkannya, sebab setiap kali ingin bertanya selalu saya tidak ada kuasa untuk mengeluarkan kata-kata. Karena tak kuat menahan kantuk akhirnya saya memutuskan untuk istirahat. Danm ketika saya hendak istirahat, secara samar-samar saya mendengar percakapan yang mana tidak nampak siapa yang bercakap tersebut. Namun saya meyakini, bahwa itu adalah percakan antara Bulan dan Bumi juga Matahari. Adapun yang dipercakapkan adalah pemuda Muhammad yang sedang bertafakur, mengheningkan cipta sambil menengadahkan wajahnya ke atas langit".
Setelah berkata demikian, Maisaroh berdiam sebentar sambil memperhatikan tuan putrinya, kalau-kalau ia tidak suka terhadap apa yang baru saja diucapkan. Akan tetapi tuannya diam saja, menunggu perkaan selanjutnya. Maisaroh pun meneruskan ceritanya: "Ibu ! waktu itu, saya mendengar percakapan dua suara tanpa wujud, suara yang pertama mengatakan " Saya ingin sekali, seandainya kuasa untuk memberikan cahaya saya yang berseri-seri dan lembut ini menjadi tempat duduk yang lunak dan lembut untuknya (Muhammad). Saya takut kalau-kalau menyusahkan dirinya, karena berada di tanah yang kasar dan keras". Lalu suara yang kedua menjawab: " memang keadaan saya amat kasar dan keras, akan tetapi untuknya (Muhammad) tidak akan saya lekukan kepadanya. Saya amat kasihan kepadanya, sebab dia adalah calon penghulu segala yang pernah berjalan di atas saya sejak ada, dan tolong sampaikan kepada Matahari agar tidak mengeluarkan sinarnya yang bisa membakar kulitnya, terutama pada tengah hari". Tidak lama kemudian saya pun mendengar suara yang ketiga, menjawab perkataan kedua: "Tuan-tuan tidak perlu mencemaskan saya, karena Yang Maha Kuasa telah menjaga dan melindunginya dari segala sesuatu yang dapat merepotkannya, dan saya tidak akan menampakkan panasnya sinar saya".
"Ibu !, akhirnya percakapan itu berhenti, dan saya masih melihat pemuda Muhammad tetap seperti biasa, menengadahkan wajahnya ke atas langit. Sedangkan saya sendiri akhirnya tertidur dengan nyenyaknya, baru terbangun ketika fajar menyingsing dari Timur. Saya semakin tidak mengerti dan sekaligus heran, bahwa beliau tetap bersikap seperti tadi malam. Ibu !, saya ini adalah orang bodoh, tidak pernah membaca kitab-kitab para ulama, namun untuk hal ini saya tidak mampu mendustainya. Kejadian yang saya haturkan adalah benar adanya. Kemudian perjalanan diteruskan, seharian suntuk. Ternyata tiada diantara kami semua yang sekuat beliau. Beliaulah yang paling kuat tenaganya, paling bersemangat, tidak ada kelihatan di wajahnya rasa lelah juga penat.
Kami semua meneruskan perjalanan di bawah terik Matahari yang panas. Semua menggunakan waktu itu untuk bersendau gurau, namun lama-kelamaan tiada suara gurauan lagi, sebab semuanya dalam keadaan lelah dan payah, seharian terkena panasnya Matahari. Waktu itu saya ingat apakah dia juga sama dengan teman-teman lainnya, dalam keadaan payah dan lelah, sebab semalaman tidak istirahat. Kemudian saya mendekatinya dengan maksud mendekatkan onta saya di sampingnya agar supaya dia terhalang dari sengatan Matahari. Namun yang membuat saya heran dan Takjub adalah, bahwa di samping kanan kirinya ada dua orang yang berpakaian serba putih dan rapi dengan menunjukkan wajahnya yang berseri-seri sambil membawa payung, melindunginya dari sengatan matahari. Sedangkan dirinya tetap tenang, tanpa bercekap. Dan diantara kami tiada yang kuat seperti dirinya. Tidak ada tanda-tanda capek sedikit pun padanya. Selama dalam perjalanan, dua orang itu selalu mengapit dan melindunginya. Waktu saya bertanya kepada teman- teman, apakah melihat dua orang di sebelah kanan-kiri pemuda Muhammad ?. Teman-teman tidak melihat adanya dua orang yang melindunginya, dan bahkan mereka ada yang mengatakan bahwa saya sedang terkena gangguan penghuni padang pasir. Begitu juga, ketika menanyakan akan kekuatan yang dimiliki olehnya, namun teman-teman menjawab sambil mencibir : mungkin dia baru saja dalam perjalanan untuk yang pertama kalinya, sehingga tidak nampak kelelahan dan kepayahan, nanti juga akan mengalami kelelahan akhirnya. Sungguh aneh, bahwa ketika malam hampir tiba, ternyata dua orang yang melindungi sudah tidak nampak lagi “.
"Ibu ! lama saya berfikir, apakah benar saya terganggu fikiran melihat apa yang saya lihat, oleh karena itu saya membiarkannya manakala melihat keanehan-keanehan yang berkaitan dengan dirinya. Pada malam itu, dia tidak tidur seperti hari-hari pertama, duduk berdiam diri sampai malampun habis, berganti pagi. Waktu itu saya telah menduga pasti dia akan kecapaian setelah dua malam tidak istirahat sekejappun. Alangkah terkejutnya saya, bahwa diantara kita orang yang paling kuat adalah pemuda Muhammad. Dia paling semangat, tidak ada nampak wajah tanda kelelahan sedikit pun atau mengantuk. Ternyata keadaan itu berlangsung sampai malam ketiga datang. Setelah dapat tiga hari tiga malam, tidak tahan untuk saya ceritakan kepada teman-teman rombongan, tentang penglihatan dan pemandangan saya. Mereka hanya mentertawakannya. Mereka mengatakan, bahwa saya terkena gangguan syetan padang sahara ini. Saya sadar, bahwa apa yang mereka ketahui hanyalah pada kekuatan tubuhnya, tidak pernah nampak capek. Sedangkan yang ajaib-ajaib belum pernah dilihatnya”.
“Namun ibu !, yang lebih ajaib lagi, setiap kali saya akan menanyakan kepadanya, setiap itu juga, saya tidak mampu berkata apa-apa, terutama masalah yang berkaitan dengan keajaiab-keajaiban dirinya. Akan tetapi masalah lainnnya saya bisa menyampaikan. Saya tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Begitu juga dengan teman-teman sekafilah, mereka tidak mampu berkata apa-apa tentang Muhammad, terutama yang berkaitan dengan ketahanan tubuhnya, namun jika berkaitan dengan masalah-masalah selain itu, mereka dapat berkata dengan lancar. Tidak ada dari kami yang mampu memandang wajahnya, kalau tidak beliau yang memulai. Demikianlah kami selama dalam perjalanan pulang pergi’ Setelah lama diam, akhirnya Maisarah berkata lagi .
“Ibu !, ketika perjalanan pada siang hari yang panas, nampak kedua orang tersebut melindungi dan menaunginya, dengan wajah yang berseri-seri. Di sana saya melihatnya, bahwa ternyata kaki keduanya tidak menginjak tanah berjalan, juga tidak pakai sepatu atau beralas kaki. Setelah sampai di daerah Bushoro, saya minta izin kepadanya untuk pergi sebentar, berziara ke seorang rahib di sana. Memang sudah menjadi kebiasaan, tiap melewati gerejanya, saya menyempatkan diri singah sebentar, sekedar berziarah kepada rahib, sebelum memulai berjualan, sebab saya sangat tertarik kepadanya dan ingin dapat berkahnya, dan sampai sekarang, saya sebagai seorag penganut agama nasrani. Permintaan saya tersebut dikabulkan, Sedangkan pemuda Muhammad menunggunya di luar, bernaung di bawah sebuah pohon jati, dekat gereja.
Ibu ! tujuan saya menemui seorang rahib Nasrani adalah ingin menanyakan hal-hal yang berkaitan dengannya. Selain itu, saya sangat takut sebagaimana yang dikatakan oleh teman-temanku. Harapan saya, kalau benar terkena gangguan, maka karena berkahnyalah semoga bisa bebas. Alangkah gembiranya,ketika bertemu dengan sang rahib. Dia menanyaiku tentang siapa yang duduk di bawah kayu, dekat gerejanya. Saya sebutkan nama dan asalnya. Dia bertanya kepada saya, :
" Adakah merah pada kedua matanya ! tidak pernah bercerai”.
" Benar " jawabku. Dengan menampakkan wajah berseri-seri, penuh kegembiraan, dia berkata kepadaku " dialah calon nabi ummat ini, karena tidak ada yang duduk di bawah pohon jati itu melainkan seorang nabi”. Saya sempat ketawa, saat Nastur berkata demikian, apa susahnya duduk di bawah pohon jati, dan siapa saja bisa duduk di bawahnya, kenapa harus dikatakan sebagai seorang nabi. "Wahai bapak !", kata saya " kenapa engkau berkata demikian, apa sulitnya orang lain duduk di bawah pohon tersebut".
Nastur hanya tersenyum, mendengar perkataan saya, lalu dia berkata "Tahun yang lalu kamu melewati gerejaku ini, apakah engkau ingat melihat pohon jati ?". Jawabku "mana saya tahu pohon jati kan banyak sekali", lalu dia berkata lagi, "baiklah, jika demikian coba kamu mengingat tadi pagi pada waktu kamu mulai sampai di sini, apakah engkau melihat ada pohon jati di situ ?". Saya menjawab, " tidak tahu, yang saya ingat, waktu hendak masuk saya mohon permisi kepadanya, dan dia mengizinkan. Lantas saya sudah melihat ada pohon kayu tersebut,sebab dia bernaung di bawahnya". Nastur berkata: "Baiklah, sekarang kamu pergi berdagang, dan jika ada waktu luang, kamu kemari. Jika pohon tersebut tidak ada, berarti saya pembohong". Kemudian saya pergi berdagang bersama pemuda Muhammad.
Ibu !, akhirnya kami meninggalkan Nastur di depan gerejanya dan berjual beli. Dalam hati, ingin rasanya menanyakan segala sesuatu kepadanya yang berkaitan dengan dirinya, namun setiap kali hendak ditanyakan selalu tidak kuasa dan jika yang dibicarakan tersebut masalah dagangan bisa dengan lancar, sampai akhirnya jual beli selesai dengan membawa keuntungan besar. Di tengah- tengah jual beli itu, saya teringat apa yang pernah dikatakan oleh rahib Nastur, yaitu tentang pohon jati yang berada di depan gereja, maka saya pun meninggalkannya dan pergi ke gereja. Ketika di depan gereja, saya tidak menemukan pohon jati itu, dan andaikata di tebang, tentunya ada bekas tebangannya, namun untuk kali ini tidak ada bekas tebangannya. Saya hanya diam, apalagi di depan gereja sang Nastur hanya tersenyum-senyum, lalu saya putuskan untuk kembali menemuinya. Sesampai di sana, saya melihatnya sedang bercakap-cakap dengan dua orang pendeta. Saya sendiri melewati ketiganya , seakan-akan tidak mengetahu apa yang dipercakapkan. Tidak lama kemudian, salah seorang dari pendeta mendatangiku dan berkata, " Demi Allah ! inilah calon nabi yang didapati kabar dari rahib-rahib kami di dalam kitab."
"Ibu! demikian perdagangan kami dengan membawa keuntungan yang besar, seperti apa yang sudah ibu terima laporannya. Lalu kami pun kembali dengan hati yang tenang dan tentram. Meskipun dalam perjalanan tersebut banyak menemukan keajaiaban-keajaiban, akan tetapi semuanya tidak menjadikanku gelisah lagi. Fikiran saya menjadi terang, saya yakin, bahwa saya tidak terkena gangguan syetan padang pasir”.
Maisaroh menyudahi pelaporannya yang amat luar biasa kepada tuan putrinya, Khodijah. Ia telah mendengar semua laporan tersebut dengan penuh perhatian. Semuanya ia terima dengan keyakinan sepenuhnya, tanpa adanya keraguan pada dirinya. Kemudian ia menyuruh Maisaroh, agar memanggil Warakah bin Nufail untuk datang ke tempatnya. Akhirnya Maisarah pergi ke rumah Warakah dan menyampaikan pesan tuannya, Khadijah.
Warakah bin Naufail datang ke rumah Khodijah dengan menyiapkan beberapa jawaban, teradap Khodijah. Di hadapannya, Warakah bin Nufail berkata, " ketahuilah hai Khodijah, bahwa peristiwa yang engkau saksikan adalah benar adanya, itu semua sebagai bagian dari rahasia tentang dirinya dalam persiapannya sebagai calon seorang utusan, yang mana tidak semua orang bisa menyaksikannya , kecuali sekehendak Allah. Meskipun saya tidak pernah menyaksikannya, namun saya tetap mempercayaainya, sebab semuanya sering saya dengar, baik dari para pendeta yang saya temui maupun melalui kitab-kitab yang saya baca. Dan perlu kamu ketahui, bahwa sudah banyak pendata yang menyelidiki tanda-tanda akan munculnya calon seorang nabi di tanah Arab ini".
Warokoh menyudahi kunjungannya sambil mendorong Khodijah, untuk meneruskan keinginannya menjadi istri pemuda Muhammad, tidak perlu cemas dan ragu, pasti ia akan menjadi seorang wanita Quraisy yang paling bahagia, jika berhasil menjadi istrinya. Kemudian Warokoh kembali ke rumahnya dengan meninggalkan Khodijah yang masih merenungi dan menghayati semua perkataan Warokoh.
Khadijah Menikah dengan pemuda Muhammad
Semenjak peristiwa perjalanan ke Syam dan adanya beberapa keterangan yang berkaitan dengan masalah pemuda Muhammad, maka Khodijah sering merenung dan berfikir terutama tentang diri pemuda Muhammad. Dalam hatinya sering bertanya- tanya, apakah kiranya Al-Amin berkenan memperistrinya, padahal ia telah berusia 40 tahun, sedang pemuda Muhammad baru berumur 25 tahun. Berkat takdir Allah, keinginan dan cita-citanya terwujud, menjadi Istri pemuda Muhammad dan satu persatu putera-putrinya lahir sampai 6 orang.
Perkawinan Khodijah dengan pemuda Muhammad bermula dari kesuksesannya dalam mengurus hartanya. Selama itu, Khodijah sering mendengar kabar akan keberhasilan dan kejujuran serta kemuliaan sifat-sifat pemuda Muhammad, maka ia ingin mengetahui kebenaran khabar tersebut. Dan terbukalah kesempatan tersebut. Sepulang dari Syam, Khodijah menjadi tahu siapa pemuda Muhammad. Semakin tahu ketika Maisaroh bercerita banyak tentangnya.
Selama beberapa hari, Khodijah sering merenung dan kebingungan serta keheranan menyerangnya. Tiba-tiba datang Nafisah binti Munyah. Keduanya saling bercerita tentang dirinya. Nafisah mengerti, bahwa temannya, Khodijah sedang mempunyai masalah yang cukup berat dan Nafisah ingin sekaligus mengetahuinya. Jika mampu, akan berusaha memecahkannya. Percakapan itu diakhiri dengan permohonan dari Khodijah, kiranya sudi menolongnya. Nafisah menyanggupi, lalu berangkat ke rumah pemuda Muhammad untuk menyampaikan keinginan sahabatnya. Kata Nafisah : " hai Muhammad, apa yang menjadi penghalang engkau beristri ?". Muhammad menjawab, " aku tidak punya apa-apa sebagai persiapan untuk menikah". Nafisah tersenyum, kemudian berkata :" kalau itu semua disediakan dan yang melamar wanita cantik, berharta, terhormat dan memenuhi syarat, apakah engkau menerimanya ?", tanya nabi : " siapakah wanita itu ?", Nafisah menjawab, " ia adalah Khodijah binti Khuwailid". Muammad berkata lagi, " bagaimana saya mendaptkan dia ?", sambil memperlihatkan ketidakmungkinannya, sebab dia tahu, sudah banyak laki-laki Quraisy yang kaya dan berada serta bangsawan menginginkan menjadi suaminya, namun di tolaknya". "Itu tanggungjawabku", kata Nafisah, "kalau demikian, saya menerimanya". Kata Muhammad.
Setelah Muhammad bersedia, lalu Nafisah memberitahu Khodijah atas kesediaan pemuda Muhammad. Wajah Khodijah berseri-seri dan berdebar jantunganya. Dalam kegembiraannya, Khodijah membagi-bagikan pemberian kepada orang-orang fakir, sebagai rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang besar dan kebahagiaan yang melimpah. Lalu Khodijah menyuruh Nafisah untuk memberitahu paman Muhammad, Abu Tholib, Abbas dan paman-paman yang lain. Sekaligus menentukan rencana berikutnya. Tak lama kemudian Abu Tholib datang ke rumah Khodijah untuk melamarnya.
Khodijah sendiri, menyampaikan rencananya kepada pamannya, Amr bin Asad, sebagai walinya. Pada mulanya Amr bin Asad merasa berat, menerimanya, karena calon laki-lakinya orang yang tidak berpunya, akan tetapi Khodijah berhasil menyakinkannya, di samping itu, semua ini bukan hak dari pamannya dalam memaksa Khodijah. Setelah waktu pelaksanaan sudah dekat, berangkatlah pemuda Muhammad dengan disertai paman-pamannya menuju kerumah Khodijah, menemui keluarga Khodijah yang sudah lama menunggu kedatangannya.
Kemudian perkawinan tersebut berlangsung dengan sederhana dan penuh hikmat. Sebagai wali Khodijah adalah Amr bin Asad, sedangkan pemuda Muhammad dengan diantar paman-pamannya menyerahkan segala sesuatunya kepada keluarga perempuan. Pada perkawinan tesebut Abu Tholib sebagai orang pertama yang menyampaikan kata sambutan, sebagai mana berikut ini :
Aritnya " Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita dari keturunan Ibrahim dan Ismail dan menjadikan kita sebagai pemelihara rumahnya (Baitullah), pemimpin tanah Haram yang menjadikan untuk kita rumah tercinta dan tanah Haram yang aman dan sentosa, menjadikan kita untuk hakim manusia, kemudian putera saudaraku ini, Muhammad bin Abdillah termasuk pemuda yang jarang bandingannya, baik mengenai kemuliaannya, kebangsawanannya, keutamaannya dan kecerdasannya, walaupun sedikit hartanya, sesungguhnya harta itu adalah sesuatu yang hilang dan pinjaman yang dikembalikan. Muhammad menaruh kecintaan kepada siti Khodijah dan sebaliknya juga. Sekarang Muhammad datang untuk menikahi siti Khodijah dengan mas kawin 20 ekor onta betina."
Sebagai balasan pidato Abu Tholib adalah dari pihak keluarga Khodijah disampaikan oleh saudara misan Khodijah, Warokoh bin Naufail, seorang ahli agama Masehi: " Al-Hamdulillah yang menjadikan kita semua sebagaimana yang anda ucapkan tadi dan yang telah mangaruniai kami seperti yang anda sebutkan. Kami ini adalah orang-orang Arab terkemuka dan para pemimpin mereka, kalian pun berhak mempereroleh kemuliaan seperti ini. Tidak seorangpun dari kami, kerabat yang telah mengingkari keutamaan kalian, dan tidak ada pula yang menyangkal kehormatan serta kemuliaan kalian. Kami sungguh ingin menyambung tali persaudaraan dengan kalian. Karena itu hendaklah kalian saksikan, hai para pemuka Quraisy. Bahwa pada saat ini, aku nikahkan Khodijah binti Khuwailid dengan pemuda Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutholib, dengan mahar seperti yang telah disebutkan. Abu Tholib berkata, :" Aku lebih senang lagi kalau pamannya Khodijah turut serta menyatakan seperti ini" Amr bin Asad menjawab, "Saksikanlah hai pemuka Quraisy, bahwa aku menikahkan Muhammad bin Abdullah dengan Khodijah bin Khuwailid". Semua hadirin telah menyaksikan kesaksian tersebut.
Setelah akad nikah, Muhammad menyembelih 2 onta sebagai jamuan makan untuk sebagian kerabat, tamu dan kaum Quraisy. Dengan perkawinan itu, Allah telah melimpahkan kegembiraan kepada keduanya. Begitu juga dengan Abu Tholib, ia merasa bersyukur kepada Allah atas nikmat yang dilimpahkan kepada keponakannya, pemuda Muhammad.
Kehidupan Rumah Tangga di Mulai
Dengan 20 onta sebagai mahar perkawinannya dengan Khodijah, maka Muhammad pindah ke rumah Khodijah dalam menempuh hidup baru, hidup sebagai suami istri dan ibu bapak saling mencintai. Dalam perkawinan tersebut, keduanya dikaruniai beberapa putera-putri, 2 putra dan 4 orang putri. Mereka itu adalah Al-Qosim, Abdullah, Zainab, Ruqoyah, Ummu Kulsum dan Fatimah Az-Zahro.
Khodijah adalah istri teladan yang patut dijadikan contoh bagi seluruh umat manusia seluruhnya, ikhlas dalam menunaikan terhadap suaminya dan menerima keadaan suaminya. Kesetiaan dan keikhlasan tersebut ditujukan mana kala nabi mendapat cemoohan dari kaumnya. Ia betindak sebagai pelindung dan penolongnya dalam menunaikan tugas-tugas sebagai rasulullah. Ia adalah orang yang mengakui kenabian nabi Muhammad di saat orang lain mendustakannya. Ia juga orang yang telah banyak membantu dengan kekayaannya di saat orang lain belum membantunya. Ia juga orang yang telah melahirkan putra-putri dari perkawinan keduanya.
Sangat besar jasa Khodijah kepada suaminya, Muhammad sampai tiada orang wanita yang berjasa selain Khodijah. Pernah juga nabi menampakkan ketidak senangannya ketika dikatakan oleh salah seorang istri , bahwa Khodijah adalah seorang wanita tua bangka. kemudian nabi menjawab dengan nada tinggi, "Allah tidak menggantikan untukku selain Khodijah" Ia seorang wanita yang pertama kali, di saat orang lain masih berbuat kufur. Ia seorang perempuan yang pertama kali mengakui nubuwwatku di saat orang lain mendustakanku. Ia seorang perempuan yang melindungiku di saat orang-orang mengolok-olokku. Ia seorang perempuan yang mengeluarkan harta benda di saat orang lain menutupku. Ia seorang perempuan yang telah melahirkan anak-anakku di mana aku tidak pernah memperoleh anak dari perempuan lain".
Kehidupan Khadijah dengan Muhammad sebagai suami-istri berlangsung dengan kehidupan yang penuh kedamaian sampai meninggalnya dalam usia 65 tahun, yang ketika itu Rasulullah masih berusia 50 tahun. Pada waktu hidup berumah tangga tersebut tidak pernah terbayang pada diri Rasulullah, ingin kawin lagi dengan wanita-wanita lain selain Khodijah. Padahal, umumnya orang seusia Rasulullah, umurnya 25 tahun sampai 40 tahun masih kuat berselerah untuk kawin dengan wanita lain, atau mungkin punya selir. Apalagi Khodijah pada saat itu sudah berumur. Di sinilah letak rahasia keutamaan nabi Muhammad di dalam masalah perkawinannya, meskipun di sana- sini banyak sekali orang yang menuduh akan perilaku beliau dikemudian hari sebagai orang yang syahwani. Namun semua tuduhan tersebut tidak dapat diterima dengan akal yang sehat, sebab beliau sendiri menunjukkannya kepada orang-orang dalam kehidupannya dengan Khodijah .
Putera-puteri Khadijah dengan Nabi Muhammad
Khodijah bersuamikan nabi Muhammad dan hidup penuh dengan ketentraman, akan tetapi maghlighai rumah tangga tersebut kurang lengkap kalau tanpa dikaruniai seorang putera-putrei, sebab dengan hadirnya mereka dalam rumah, suasana rumah tangga akan menjadi gembira dan bahagia serta akan menghilangkan rasa bosan. Senyum mereka akan melupakan kesusahan seorang ibu dan akan menghilangkan rasa capai seorang ayah.
Dari perkawinan yang bahagia tersebut, Khodijah hamil. Khabar kehamilannya telah tersebar keseluruh penjuru Makkah dan keluarga bani Hasyim. Ia menantikan kelahiran putranya tersebut. Berkat pertolongan Allah, maka lahir puterinya yang pertama yang diberi nama Zainab, lalu nabi Muhammad menyembelih onta satu sebagai rasa syukur kepada Allah atas keselamatannya dan keselamatan istrinya. Setahun kemudian lahir lagi putri yang kedua yaitu Ruqoyah, lalu yang ketiga Ummu Kulsum, lalu yang keempat adalah Fatimah Az-Zahro. Setelah kelahiran putri-putrinya yang cantik-cantik tersebut, siti Khodijah hamil lagi, dan dalam menunggu kelahiran itu, nabi dan Khodijah selalu berdo'a semoga Allah memberinya putra laki-laki, dan permohonan tersebut dikabulkan oleh Allah. Tidak lama kemudian, lahir puteranya yaitu Al-Qosim dan Abdillah. Ia merasa bahagia sekali, karena telah menunaikan tugasnya sebagai seorang wanita yang melahirkan putera-putrinya; empat perempuan dan dua laki-laki, meskipun kedua putera telah meninggal dunia sebelum dewasa.
Mendampingi Nabi Muhammad dalam Dakwah Islamiyah
Sebagi istri yang shalih, Khadijah sangat berperan dalam kehidupannya bersama suaminya (Nabi Muhammad), terutama sekali pada saat sang suami diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Dia banyak memberi saran, dukungan dan hiburan kepada sang suami. Hal tersebut dapat dilihat ketika sang suami diangkat menjadi menjadi Nabi dan Rasul.
Tepatnya malam Senin, tanggal 17 ramadhan (tanggal 6 Agustus 610 M), bersamaan umurnya menginjak 40 tahun di saat Nabi Muhammad sedang tidur, datang Maliakat Jibril as. Dia datang dengan membawa sehelai lembaran sambil berkata "Berbahagialah engkau, hai Muhammad, aku adalah Jibril dan engkau adalah rasul Allah kepada umat manusia. Bacalah isi lembaran ini". Rasulllah sangat terkejut melihat malaikat Jibril yang tiba-tiba berada di depannya sambil memerintahkan membaca, padahal tidak bisa membaca. Oleh karena itu, beliau hanya bisa menjawab,"Saya tidak bisa membaca”. Malaikat mengulangi perkataannya terdahulu. Beliau juga menjawab seperti jawaban pertama, "Saya tidak bisa membaca". Sampai yang ketiga kalinya, beliau berkata, "Apa yang harus saya baca ". jawab malaikat Jibril :
Artinya : "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang paling Pemurah, yang mengajar manusia menullis. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya".
Dengan pertolongan Allah, nabi Muhammad dapat membaca seperti apa yang dibaca oleh malaikat Jibril tersebut. Dan kata-kata tersebut langsung terpatri di dalam lubuk hati beliau, setelah malaikat Jibril hilang dari penglihatannya.
Kejadian turunnya wahyu tersebut membuat perubahan pada diri nabi Muhammad, dalam menatap perjalanan hidupnya dan sekaligus sebagai pengalaman. Beliau belum pernah merasa takut terhadap sesuatu di siang dan malam. Akan tetapi untuk peristiwa ini, beliau benar-benar dibuat takut yang luar biasa. Beliau untuk yang pertama kali melihat malaikat yang wajahnya belum pernah dilihatnya sepanjang hidup. Apalagi dia dengan keras memeluknya sampai-sampai merasa sulit bernafas. Siapa yang tidak bergetar perasaannya, ketika didatangi mahkluk yang belum pernah dilihatnya dan membawa wahyu dari Allah, Tuhan Yang Maha Agung. Apalagi orang lain, yang tidak biasa, pasti mereka akan mengalami kegoncangan yang lebih besar daripada yang dialaminya.
Kemudian Rasulullah kembali ke rumah dengan bergetaran atas peristiwa tersebut. Beliau lalu masuk ke rumah seraya berkata kepada Khodijah binti Khuwailid, "Selimuti aku", "Selimuti aku" . Lalu Khodijah menyelimutinya dan tidak lama kemudian, keadaan beliau menjadi tenang. Setelah tenang, beliau menceritakan semuanya kepada istrinya, dengan nada yang masih mengandung kecemasan. Sebagai istri yang baik, Khadijah dengan mantap berkata :
" Sungguh , Allah tidak memperhinakan engkau selamanya. Sesungguhnya engkau berbaik kepada sanak famili, engkau telah menanggung orang yang lemah, engkau selalu memberi, engkau selalu memuliakan tamu,engkau membela terhadap hal-hal yang haq. Maka Allah tidak akan menguasakan syetan dan dugaan-dugaan yang keliru terhadap engkau. Allah telah memilih engkau sebagai utusan-Nya untuk memberi petunjuk kaummu".
Kata-kata hiburan Khadijah tersebut membuat tenang jiwa nabi. Dipandangilah istrinya dengan mata penuh terima kasih dan rasa kasih. Sekujur tubuhnya terasa letih sekali, perlu tidur sesaat. Beliau pun tidur dengan nyenyaknya.
Setelah dilihat suaminya tidur nyenyak, tenang sekali, lalu Khadijah keluar dengan fikiran yang masih tertuju pada orang yang tidur, orang yang pernah menggetarkan dan menggoyangkan hatinya, nabi Muhammad. Ia sadar, bahwa orang yang sedang tidur tersebut adalah seorang suami yang akan menjadi nabi dan Rasul atas ummat manusia yang sedang dalam kesesatan. Ia mengingat-ingat kembali perkataan dan cerita suaminya, dengan didatangi oleh malaikat yang berwajah cerah, berdiri diangkasa dan menyampaikan wahyu dari Tuhan. Ia juga masih ingat, bagaimana suaminya bercerit tentang malaikat yang selalu terlihat kemanapu wajahnya dipalingkan. Mata hatinya terpesona mengingat cerita tersebut. Terkadang terkembang senyum dibibirnya, karena akan harapan, dan menjadi kusut mukanya juga was-was, karena takut akan nasib yang akan menimpa diri suaminya kelak.
Dalam kesendiriannya, di ruangan yang sunyi senyap, dengan dibayangi antara harapan yang manis dan kecemasan akan kejadian yang baru saja dialami suaminya. Sedangkan dirinya hanya sepotong-potong mengetahui masalah tersebut. Maka melayang suatu tekad untuk mencari kejelasan yang pasti kepada orang yang ahli dalam masalah ini. Dan secara kebetulan, ia mempunyai saudara yang berpengalaman dalam masalah tersebut. Tidak lama menunggu, ia pergi ke rumah saudaranya, Waraqah bin Nafail. Di sana, Khodijah menceritakan semua kejadian yang telah dialami suaminya dengan rasa kasih dan sayang penuh harap akan keterangan dari Waraqah. Waraqah tercenung sesaat atas keterangan yang disampaikan Khodijah, lalu dia berkata, "Maha Kudus Ia, Maha Kudus. Seperti yang pernah diterima nabi Musa. Sungguh dia adalah nabi ummat ini. Oleh karena itu, katakan padanya, supaya tetap tabah. Dan besok ajak dia kemari, saya ingin mendengarnya secara langsung". Lalu Khadijah pulang.
Ketika sampai di rumah, Khadijah melihat suaminya masih tidur. Sekali lagi, dipandangilah suaminya dengan rasa kasih sayang dan penuh ihklas. Tidak lama kemudian, nabi pun bangun dengan membawa kehidupan rohani yang kuat, suatu kehidupan yang dahsyat dan mempesona. Dengan mengemban tugas-tugas yang harus disampaikan kepada ummatnya yang sedang kesasar dan sesat, sehingga memperoleh hasil yang cemerlang. Kemudian Khodijah bercerita, bagaimana saudara sepupunya, Waraqah bin Nufail meminta supaya berkenan menemuinya. Lalu suaminya diajak ke rumah Waraqah. Kedatangan suaminya tersebut sangat mengharukan Waraqah. Orang tua yang buta ini meminta kepadanya supaaya menceritakan semua kejadian yang dialami ketika sedang berada di gua Hira. nabi menceritakan semua pengalamannya sampai selesai. Setelah itu Waraqah berkata, "Itu adalah An-Namus (malaikat Jibril) yang pernah datang kepada nabi Musa. Aku sayangkan dalam nubuatmu ini, (andaikata) aku masih pemuda tangguh, ketika kaummu mengeluarkanmu dari tanah airmu dimana kamu dibesarkan disana, karena permusuhan dan kebencian mereka kepadamu, yakni saat-saat mengajak mereka untuk merubah keyakinan yang mereka terima dari nenek moyang mereka"
Perkataan Waraqah tersebut membuat Rasulullah heran dan terkejut. Selama ini, dirinya selalu berbuat baik, mempunyai ahklak atau prilaku yang baik, bahkan dirinya mendapatkan gelar dari kaumnya Al-Amin (orang yang terpecaya). Oleh karena itu, beliau bertanya : "Apakah mungkin mereka (kaumku) akan mengusir aku .?. Waraqah menjawab dengan tegas, " Demi Allah, setiap orang yang diangkat jadi nabi seperti kamu, pasti dia akan dimusuhi dan diperangi oleh kaumnya. Jika aku pada waktu kamu dimusuhi masih hidup, pasti kamu akan aku bela sekuatnya".
Waraqah mendekati nabi dan mencium ubun-ubunnya. Nabi pun merasakan adanya kebenaran dari ucapan Waraqah, merasakan juga begitu beratnya beban yang menjadi tangungjawabnya, yaitu mengajak orang Quraiys supaya beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Demikian itulah peran Khadijah pada saat suaminya menerima wahyu Allah dan sekaligus meresmikannya sebagai salah seorang Nabi dan Rasul. Kemudian tidak lama berselang, turun surat Al-Muddasir yang berisi tentang anjuran mengajak kaumnya beribadah kepada Allah, dengan disertai ancaman azab Allah, maka mulailah nabi mengajak kaumnya dan meninggalkan penyembahan berhala-berhala. Oleh karena penyembahan itu hanya untuk mengejar popuraritas dan gengsi semata, maka tidak heran apabila mereka menolak ajakan nabi dikemudian hari, khawatir direbut kekuasaannya.
Setelah Islam, Khodijah banyak membantu dan memberikan pertolongannya pada diri nabi dalam menyebarkan agama Islam di tanah Arab. Beliaulah yang dijadikan nabi sebagai tempat bernaung dan tumpahan kasih sayang, terutama disaat- saat Kaum Quraisy sedang gencar-gencarnya melancarkan permusuhannya terhadapnya. Pertolongannya terutama dalam hal harta benda. Berkat jasa Khadijah, Rasulullah pernah memberi kabar gembira kepadanya, bahwa keduanya akan bertemu kembali nanti di surga. Dan atas jasa-jasanya pula, Allah telah memberi salam lewat malaikat Jibril.
Khadijah Meninggal Dunia.
Diusianya yang mencapai 65 tahun itu, Khadijah Binti Khuwailid merasakan tanda-tanda kematian akan menjemputnya. Dengan diawali sakit selama beberapa bulan, sehingga mengharuskan berbaring ditempat tidur, hingga ajal menjemputnya. Dia ditunggui oleh nabi beserta ketiga puterinya, Zainab, Ummu Khulsum dan Fatimah. Sebelum meninggal, beliau sempat melihat suaminya, rasulullah SAW dengan pandangan yang terakhir. Di sana beliau dapat merasakan suatu hal yang menyusahkan nabi, yaitu tiada mempunyai harapan lagi. Namun Rasulullah SAW telah memberi khabar gembira kepadanya untuk bertemu kembali dengannya disurga kelak, sambil membaca surat Al-Hadid, ayat 27 :
Artinya, "Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah, diberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah mempunyai karunia yang besar".
Khadijah meninggal dunia kurang lebih 3 tahun sebelum hijrah. Tepatnya pada bulan Desember akhir tahun 619 M. dengan meninggalkan kenang-kenangan yang mendalam disisi suaminya tercinta, sehingga nabi sering terbayang dipelupuk mata meskipun sudah beristrikan yang lain, termasuk siti Aisyah yang cantik dan cerdas. Namun kecintaannya terhadap Khadijah tetap terbawa dalam kehidupannya. Jika nabi Muhammad terkenang pada Khadijah, maka beliau sering menyebutnya. Seperti ketika sedang menyembelih seekor kambing, beliau berkata :" Berilah orang-orang yang dicintai Khadijah ". Dalam kesempatakan lain, nabi pernah menggaris-garis di bumi, lalu berkata, "Tahukah kalian semua apa maksudnya ?". Jawab para sahabat, "Hanya Allah dan rasul-Nya yang tahu". Nabi menjelaskan, "Sebaik-baik wanita di dunia ini ada 4 (empat) : Maryam, puteri Imron; Asiah, putri Muzahim, istri Fir'aun; Khadijah Binti Khuwailid dan Fatimah Binti Muhammad"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar