Jumat, 23 Oktober 2020

ALI ZAINAL ABIDIN, Putra Sayyidina Husain bin Ali - (55)

 


Ali Zainal ABidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf lebih dikenal dengan panggilan “Zainal Abidin”,  karena ia sangat gemar beribadah, dan juga  dikenal dengan nama “as-Sajjad”, karena ia sangat rajin bersujud. Beliau  adalah salah seorang cicit Rasulullah yang menyerahkan seluruh hidupnya sepanjang kehidupannya dalam alam tasawwuf. Ia seorang “wali” yang telah mencapai tingkat mukasyafah (menyingkap hal-hal gaib secara spiritual). Ibunya  bernama Syahbana, putri Yazdejird III bin Anusirwan, Kaisar Persia. Ia lahir pada hari kamis, 5 sya’ban 38 H.

Zainal Abidin adalah  satu-satunya putra Husain bin Ali yang lolos dari pembantaian yang dilakukan pasukan Yazid bin Muawiyah pada 10  Muharram tahun 61 H di Karbala. Pengalamannya di Karbala ini menyeabkan ia lebih suka memilih jalan hidup beribadah kepada Allah semata yaitu selalu bersejud baik dalam keadaan susah maupun senang, apalagi selagi sembahyang.

Sebagai seorang tokoh sufi,  Ali Zainal Abidin  tetap menghiasi prilakunya  dengan akhlak yang mulia, dan memandang bahwa dunia adalah sebagai sebuah perjalanan pendek dan sementara, oleh karena itu jangan sampai terperosok dan terseret kepada kepentingan-kepentingan yang bersifat sesaat dan  melupakan yang bersifat abadi. Baginya, hidup zuhud bukan berart mengutuk dunia, tetapi waspada terhadap dunia, mengendalikan diri hingga manusia selalu berbuat baik, adil, tolong-menolong, penuh pengabdian dan membawa keselamatan kepada sesama manusia.

Ali Zainal Abidin menyadari, bahwa dirinya berhadapan dengan tirani dan kekuatan sewenang-wenang dari penguasa daulat Umayah, sehingga menempatkan dirinya pada posisi yang sulit untuk mengmbangkan potensi  umat. Namun ia selalu mencari jalan untuk menghidupkan kembali ajaran-ajaran  Islam dengan penuh kearifan. Salah satu jalan yang ditempuh adalah menyusun doa’-doa munajat yang diabadikan  dalam bentuk tulisan yang diberi judul “ as-Sahifah as-Sajjadiyah”. Tujuan tulisan ini adalah untuk mengobati penyakit-penyakit rohani, sekaligus menyingkapkan hikmah dan etika pengabdian kepada Allah. Selain itu, ia juga telah menyusun kitab yang diberi judul “Risalah Haqiqah”. Kitab ini berisi tentang langkah-langkah selanjutnya setelah berhasil menjalankan dan mengamalkan kitab “ as-Shahifah as-Sajjadiyah”.

Pada tahun 86 H, Khalifah Abdul Malik bin Marwan meninggal dunia dan kedudukannya digantikan oleh al-Walid bin Abdul Malik. Namun dengan jabatan yang dipegangnya itu, ia tidak merasa aman, selama Ali Zainal Abidin  masih  hidup. Oleh karena itu, ia mengirim  seseorang untuk mendekatinya, kemudian meracuninya secara diam-diam sampai wafat. Ia meninggal dunia dan dimakamkan di Baqi (Madinah), dekat pusara pamannya, Hasan bin Ali bin Abi Thalib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar