Ali Zainal ABidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib bin Abdul
Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf lebih dikenal dengan panggilan “Zainal
Abidin”, karena ia sangat gemar
beribadah, dan juga dikenal dengan nama
“as-Sajjad”, karena ia sangat rajin bersujud. Beliau adalah salah seorang cicit Rasulullah yang
menyerahkan seluruh hidupnya sepanjang kehidupannya dalam alam tasawwuf. Ia
seorang “wali” yang telah mencapai tingkat mukasyafah (menyingkap
hal-hal gaib secara spiritual). Ibunya
bernama Syahbana, putri Yazdejird III bin Anusirwan, Kaisar Persia. Ia
lahir pada hari kamis, 5 sya’ban 38 H.
Zainal Abidin adalah satu-satunya putra Husain bin Ali yang lolos
dari pembantaian yang dilakukan pasukan Yazid bin Muawiyah pada 10 Muharram tahun 61 H di Karbala. Pengalamannya
di Karbala ini menyeabkan ia lebih suka memilih jalan hidup beribadah kepada
Allah semata yaitu selalu bersejud baik dalam keadaan susah maupun senang,
apalagi selagi sembahyang.
Sebagai seorang tokoh
sufi, Ali Zainal Abidin tetap menghiasi prilakunya dengan akhlak yang mulia, dan memandang bahwa
dunia adalah sebagai sebuah perjalanan pendek dan sementara, oleh karena itu
jangan sampai terperosok dan terseret kepada kepentingan-kepentingan yang
bersifat sesaat dan melupakan yang
bersifat abadi. Baginya, hidup zuhud bukan berart mengutuk dunia, tetapi
waspada terhadap dunia, mengendalikan diri hingga manusia selalu berbuat baik,
adil, tolong-menolong, penuh pengabdian dan membawa keselamatan kepada sesama
manusia.
Ali Zainal Abidin menyadari,
bahwa dirinya berhadapan dengan tirani dan kekuatan sewenang-wenang dari
penguasa daulat Umayah, sehingga menempatkan dirinya pada posisi yang sulit
untuk mengmbangkan potensi umat. Namun
ia selalu mencari jalan untuk menghidupkan kembali ajaran-ajaran Islam dengan penuh kearifan. Salah satu jalan
yang ditempuh adalah menyusun doa’-doa munajat yang diabadikan dalam bentuk tulisan yang diberi judul “ as-Sahifah
as-Sajjadiyah”. Tujuan tulisan ini adalah untuk mengobati penyakit-penyakit
rohani, sekaligus menyingkapkan hikmah dan etika pengabdian kepada Allah.
Selain itu, ia juga telah menyusun kitab yang diberi judul “Risalah Haqiqah”.
Kitab ini berisi tentang langkah-langkah selanjutnya setelah berhasil
menjalankan dan mengamalkan kitab “ as-Shahifah as-Sajjadiyah”.
Pada tahun 86 H, Khalifah Abdul Malik bin Marwan meninggal dunia dan kedudukannya digantikan oleh al-Walid bin Abdul Malik. Namun dengan jabatan yang dipegangnya itu, ia tidak merasa aman, selama Ali Zainal Abidin masih hidup. Oleh karena itu, ia mengirim seseorang untuk mendekatinya, kemudian meracuninya secara diam-diam sampai wafat. Ia meninggal dunia dan dimakamkan di Baqi (Madinah), dekat pusara pamannya, Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar