Jumat, 23 Oktober 2020

JALALUDDIN AT-TIBRIZI - (94)

 

Syeikh Jalaluddin adalah seorang tokoh Sufi dan seorang wali Allah yang amat terkenal kekeramatannya. Dia tinggal di Tibriz ( dekat perbatasan Cina ). Dia pernah bertemu dengan Ibnu Batutah, seorang pengembara dunia yang terkemuka.

Syeikh Jalaluddin selain dikenal karena memiliki banyak murid,  juga  karena  banyak  karamahnya. Dia hidup semasa dengan seorang khalifah Abbasiyah, Al-Musta’sim. Bahkan  dia berada di sana sewaktu khalifah itu terbunuh. Dia wafat dalam usia seratus lima puluh tahun dan selama empat puluh tahun terus menerus dia pergunakan berpuasa di siang hari dan di malam harinya dia habiskan untuk bershalat malam, sampai-sampai  badannya kurus dan lemah.  Namun demikian, di tangan beliaulah semua penduduk pegunungan Kameru yang terletak di daerah perbatasan Cina, menyatakan masuk Islam.

Ibnu Batutah bercerita, “Ketika masuk kedalam rumah Syeikh, aku lihat ada sebuah mantel yang bagus sekali. Dalam hatiku tergerak, “Semoga syeikh memberikan mantel tersebut kepadaku”. Waktu aku akan meninggalkan tempat tinggal syeikh, dia berdiri di sampingku dan memasangkan mantel itu beserta kopiahnya pada tubuhku. Dalam perjalanan pulang, salah seorang muridnya yang ikut mengantarkan aku berkata,  “ Mantel tersebut akan diminta oleh seseorang yang datang dari Magrib (Maroko), kemudian mantel tersebut akan dirampas oleh salah seorang Raja Kafir dan akan di berikan kepada saudaraku (seorang wali) yang bernama Burhanuddin Sagharji. Karena baju mantel tersebut memang dibuat hanya untuknya”. Aku berkata pada murid syeikh yang mengantarkan aku itu, “Kalau demikian, kini aku telah mendapatkan berkahnya syeikh yang telah memberiku pakaian dan aku tidak akan berkunjung kepada seorang Raja pun baik ia Kafir maupun Muslim dengan mengenakan mantel ini”. Beberapa lama kemudian, secara kebetulan aku masuk ke negeri Cina. Sewaktu aku tiba di kota KHANSA, kawan-kawanku pergi meninggalkan aku dikarenakan kota tersebut padat penduduknya, sehingga aku terpaksa berjalan seorang diri dengan mantel pemberian syeikh Jalaluddin. Sewaktu aku berada di suatu lorong, kudapatkan seorang Menteri dengan diiringi pasukan dalam jumlah yang besar. Ketika melihat pakaianku, Menteri itu tertarik dan segera menyuruhku menghadap. Ia menyambutku dan menannyakan  maksud kedatanganku.  Kemudian dia menyuruhku datang ke istana Raja bersamanya. Sesampaiku di depan istana, dia menyuruhku masuk  menghadap sang Raja. Sang Raja pun  menanyakan tentang beberapa kerajaan Islam yang kuketahui  dan aku menerangkannya dengan baik. Raja tersebut menerangkan kekagumannya melihat mantelku ini. Sang menteri menyuruhku untuk menanggalkan mantel yang kupakai tersebut tanpa ditawar-tawar lagi. Dengan terpaksa aku menanggalkannya. Kemudian dia segera memberikannya kepada Raja. Sebagai gantinya, dia memberiku sepuluh  pakaian,  seekor kuda dengan perlengkapannya  dan sejumlah uang belanja. Di saat itulah aku teringat akan ucapan syeikh yang di ucapkan beberapa waktu yang lalu, bahwa mantel itu akan dirampas oleh seorang Raja Kafir. Tidak putus-putusnya aku keheranan, maka pada tahun berikutnya,  ketika aku berkunjung kembali ke negeri Cina, aku berkunjung ke rumah syeikh Burhanuddin. Yang lebih mengherankan lagi, baju mantel itu aku dapatkan telah berada di tangan syeikh Burhanuddin Sagharji. 

Aku bolak-balikan mantel itu untuk kulihat apakah mantel itu yang dulu diberikan syeikh kepadaku atau mantel lain ?. Melihat kelakuanku yang demkian, syeikh Burhanuddin bertanya keheranan, “Mengapa kamu bolak-balikan mantel ini, padahal  kamu sudah mengetahuinya ?”. Jawabku, “Ya, kini aku tahu bahwa mantel itu adalah milikku yang di rampas oleh raja Cina beberapa waktu lalu”. Jawab Syeikh Burhanuddin, “Memang mantel ini sengaja dibuat oleh saudaraku syeikh Jalaludin hanya untukku dan beliau telah menulis surat kepadaku bahwa mantel itu akan sampai kepadaku lewat seorang  Maghrib (Maroko) yang kemudian dirampas oleh seorang Raja Cina”.  Selanjutnya, syekh Burhanuddin  mengeluarkan surat yang dikeluarkan oleh Jalaluddin. Aku pun makin bertambah yakin  kepada syeikh Jalaluddin. Sewaktu aku ceritakan semua kisah yang kualami sejak pertama kali bertemu dengan syeikh  Jalaluddin,  sampai aku bertemu dengan syeikh  Burhanuddin, beliaum hanya berkata, “Semua kisah yang kamu ceritakan itu telah di beritahukan kepadaku   oleh syeikh Jalaluddin , karena ia dapat meliput segala apa yang terjadi  di atas dunia ini dengan KASYAF”nya. Kemudian beliau berkata,  “Kini Syeikh Jalaluddin telah meninggal dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar