Jumat, 23 Oktober 2020

FUDHAIL BIN 'IYADH - (73)

 


Abu Ali Fudhail bin 'Iyadh bin Mas'ud al-Tamimi al-Yanbu'i, dilahirkan pada tahun 105 H di desa Abiward Khurasan. Riwayat yang lain menjelaskan bahwa ia lahir di Samarkand dan dibesarkan di Abiward Khurasan. Dia meninggal dunia pada tahun 187 H/830 M.  di Makkah. Ia dikenal sebagai tokoh Sufi terkemuka pada masanya.

Tidak diketahui dengan pasti bagaimana orang tuanya dan bagaimana pendidikannya. Yang jelas ia semula adalah seorang perampok yang beroperasi antara Marwi dan Abiward. Hanya saja, ia selalu memilih mana yangg patut dirampok dan mana yang tidak. Misalnya ia tidak menyerang suatu kalifah yang di dalamnya ada wanita, tidak merampas harta benda orang yang berdagang kecil-kecilan, tidak merampas harta orang yang sedang musafir, da tidak merampok sewaktu terdengar suara Al-Qur’an dibaca. Oleh karena itu, ia dijuluki “seorang perampok yang berbudi”.

Pertobatan Fudhail bin Iyadh bermula dari keinginan yang menggebu untuk bertemu dengan seorang gadis yang dicintai. Oleh karena itu, malam-malam, ia memanjat dinding rumah gadis itu, tiba-tiba terdengar suara bacaan  beberapa ayat al-Quran. Ayat-ayat al-Quran itu bagaikan anak panah menembus jantung, dan Fudhail tidak bisa melupakan ayat itu dalam benaknya. Ayat-ayat terrsebut selalu mengusik batinnya baik siang maupun malam, dan ia tidak bisa tidak, kecuali segera bertobat. Tidak lama kemudian si bertobat, setelah bertobat ia segera menuntut ilmu dan berguru kepada beberapa ulama. Berpindah ke suatu kota ke kota ain dan akhirnya ia sampai di Makkah, semua dilakuknnya dalam rangka belajar dan menguasai berbagi ilmu.

Dorongan kemauan yang tinggai dan berkat rahmat Tuhan, akhirnya ia berhasil menguasai berbagai ilmu. Imam Syafi'i mengambil hadis-hadis dari Fudhail bin 'Iyadh, demikian juga Abu Hanifah menjalin persahabatan erat dengan Fudhail dan sering meminta pendapatnya di samping mengharapkan limpahan ilmunya.

Di Makkah, Fudhail tinggal tidak jauh dari Ka'bah dan beribadah dengan disiplin yang amat ketat. Ia bergaul amat dekat dengan para ulama dan selalu menyucikan diri, sehingga ia mencapai derajat kewalian.

Titik tolak tasawuf Fudhail adalah takut (khaf). Takut baginya adalah mendahului segala-galanya. Apabila ia mendengar sebutan Allah, atau mendengar ayat-ayat al-Quran, hatinya menjadi ketakutan, tubuhnya gemetar dan wajahnya berubah. Ia sendiri membaca al-Quran siang dan malam denga duka dan takut kepada Allah hingga air matanya selalu membasahi pipinya yang cekung, demikian juga keadaannya ketika ia melakukan shalat dari waktu ke waktu. Ia amat membatasi percakapan dan pembicaraan karena takut membawa dosa yang sumbernya adalah mulut.

Sejalan dengan ajarannya tentang takut (khauf), Fudhail juga mengajarkan agar manusia jangan bergembira ria tanpa batas, tegakkan kehidupan yang sederhana dan selalu takut kepada-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar