Jumat, 23 Oktober 2020

IBRAHIM AL-KHAWWAS - (86)

 


Abu Ishaq Ibrahim bin Ahmad bin Ismail dilahirkan di Surman, Rayy-Iran dan meninggal pada tahun 273 H/904 M di masjid Rayy. Ia terkenal sebagai tokoh sufi, ulama,  dan hartawan.

Riwayat hidup Ibrahim tidak banyak diketahui. Hanya saja ia dikenal sebagai seorang yang menguasai ilmu-ilmu keislaman seperti fikih, tafsir, hadis, sastra, logika dan lain-lain. Tidak heran kalau ia termasuk salah seorang mufti yang diangkat oleh khalifah. Ia aktif menghadiri forum-forum diskusi ilmiah yang memperbincangkan persoalan sastra, di samping selalu diundang menghadiri upacara-upacara kenegaraan.

Kehidupan Ibrahim yang serba tercukupi dan penuh dengan kenikmatan duniawi itu berubah total sewaktu ia terjaga dari mimpinya. Dalam mimpi itu ia merasakan bahwa dunia ini telah berada dalam keadaan porak poranda, gunung-gunung beterbangan, laut bergelombang dan badai menimpa dunia. Ia melihat orang-orang dengan penuh kengerian, mereka  tenggelam dalam kelompok demi kelompok ditelan badai raksasa itu. Mereka ada yang selamat, tetapi segera dilemparkan oleh orang-orang yang berperawakan raksasa ke arah atas gunung berapi hingga  mati dalam kengerian. Setelah badai besar itu berlalu, kegelapan dan kengerian sudah mulai menghilang, kemudian cahaya terang mulai memancar menyinari berbagai sudut alam. Dunia pun mulai bergerak lagi, tenang dan hidup kembali, serta sinar terang membawa kemilau dengan keindahan alam yang tidak terbayangkan. Sungai-sungai yang mengalir, jalanan yang bersih, tanaman yang menghijau dengan bunga warna-warni di taman-taman yang amat menyenangkan. Di saat-saat demikian indah itu, tiba-tiba muncul sekumpulan orang yang berpakaian putih-putih dengan wajah berseri dan ceria. Di antara mereka itu, orang yang paling menonjol adalah Imam Junaid al-Baghdadi, ia berkata kepada Ibrahim al-Khawwaz, “Kami telah menemukan apa yang telah dijanjikan Allah kepada orang-orang beriman dan aku mengajak anda untuk mengikuti kami”.

Sejak itulah Ibrahim al-Khawwas mulai memasuki dunia sufi dan meninggalkan kesenangan duniawi yang selama ini ia geluti. Ia mulai mencari dan mencari dalam dunia baru, dunia kerohanian. Setapak demi setapak Ibrahim memasuki dunia sufi lebih jauh. Ia memasuki peribadahan yang intensif dan zikir yang tidak putus. Begitu ingat kepada Tuhan secara terus-menerus, sampai-sampai ia tidak pernah lagi mengangkat mukanya ke atas karena takut dan malu kepada Tuhan.

Ibrahim mengajarkan, bahwa seseorang tidak akan berhasil menjalani jalan tasawuf  disebabkan oleh 3 perintang. Pertama, cinta uang, Kedua, cinta wanita, dan yang Ketiga adalah cinta pimpinan. Untuk  mengatasi 3 perintang tadi, ia harus menempuh 3 kiat sekaligus. Kiat pertama menegakkan hidup wara’ dan zuhud untuk meredam cinta uang. Kiat kedua dengan menundukkan semua kebebasan syahwat untuk mengalahkan cinta wanita. Dan kiat ketiga adalah selalu melihat kelemahan diri untuk membatasi cinta pimpinan.

Memang, Ibrahim al-Khawwas membina tasawufnya dengan maqam tawakal yang ketat, dalam pengertian berpegang teguh kepada Allah. Tawakkal diikuti dengan sabar kepada Allah dan sabar didorong oleh mahabbah yang murni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar