Jumat, 23 Oktober 2020

SAYYID ALI MURTADHO, Bapak Kota Santri Gresik - (108)

 

Sayyid Ali Murtadho adalah putra Ibrahim As-moro atau Assamarqandy  atau Al-Ghozy (asli dari negeri Samarkand di Asia Tengah) dan merupakan kakak Sunan Ampel (Sayyd / Raden Ali Rahmatullah). Ibunya bernama Dewi Candrawulan, putri kedua Raja Campa, adik dari puteri Darawati, permaisuri Raja Majapahit Prabu Kertawijaya (Brawijaya V).  

Dipicu oleh keadaan negeri Campa yang tidak aman disebabkan sering mendapat gangguan dari raja Koci  di Vietnamlalu  Ibrahim Asmoro mengan-tarkan kedua putranya, yakni Raden Ali Muratadho dan Raden Ali Rahmatullah, serta keponakannya, Raden Alim Abu Hurairah,  pergi ke Jawa untuk me-nyelamatkan mereka bertiga dan sekaligus mengun-jungi uwak (bibi) mereka, putri Darawati di istana Majapahit. Di tengah perjalannya, mereka berempat singgah beberapa saat di Tuban, dan di sana Ibrahim Assamarqandy wafat, lalu dikubur desa Gisik Tuban. Mereka bertiga lalu melanjutkan perjalanannya ke Majapahit. Setelah beberapa lama di tinggal di istana, terdengar kabar bahwa kerajaan Campa hancur dise-rang raja Koci Vietnam. Karena itu Prabu Kertawijaya atau Brawijaya menyarankan agar menetap di Jawa. Mereka setuju, lalu mereka diserahkan pengasuhan-nya kepada Arya Lembusuro, Adipati Majapahit di Surabaya yang sudah  muslim. Setelah sampai masa berkeluarga, Prabu Kertawijaya mengawinkan ketiga-nya dengan cucu Arya Lembusuro. Ali Rahmatullah dapat Nyi Ageng Manila binti Arya Teja III, Raden Alim Abu Hurairah dapat adiknya, dan Raden Ali Murtadho dapat putri Arya Baribin (menantu Aryo Lembusuro), Adipati Majapahit di Pamekasan Ma-dura. DR.B.J.O. Schrieke menyatakan bahwa pe-ristiwa ini tidak lebih dari tahun 1450 M.

Selanjutnya Prabu Kertawijaya memberikan ke-pada mereka tanah Peprenah atau tempat kedudu-kan untuk menjadi Imam dan penyiar agama islam di daerahnya masing-masing. Raden Ali Rahmat mem-peroleh wilayah di Ampel Denta (Surabaya) yang ke-mudian terkenal dengan sebutan Sunan Ampel. Raden Ali Murtadho alias Raden Santri di wilayah Gresik dengan gelar Raja Pandito Gung Ali Murtadho atau Raja Pandito Wunut, dikenal dengan sebutan Sunan Gresik. Dan Raden Abu Hurairah di wilayah Majagung dan terkenal dengan sebutan Sunan Majagung.

Sayyid Ali Murtadho hadir di Gresik melanjut-kan perjuangan syaikh Maulana Malik Ibrahim yang telah wafat sebagai guru ngaji atau penyebar agama Islam. Selain itu, atas perintah Raja Majapahit, ia ju-ga menggantikan kedudukan Maulana Malik Ibrahim sebagai Syahbandar (penguasa pelabuhan). Hanya saja, figur kesantrian Sayyid Ali Murtadho lebih me-nonjol daripada figur sebagai pejabat syahbandar. Kehidupan sehari-harinya diisi dengan urusan mulang ngaji, mendidik para santri, bergaya hidup apa adanya dan tidak neko-neko, bahkan ia hampir tidak melibatkan diri dalam urusan politik. Dengan demikian, gelar Raden Santri pada dirinya adalah sangat sesuai dengan prilaku dan figur kesantrian-nya itu.

Raden “Santri” Ali Murtadho orangnya ang-gun, kalem dan berwibawa. Tokoh-tokoh sejaman-nya banyak yang menaruh hormat. Ia dijadikan tum-puan nasehat dan wejangan kehidupan. Nasehat-nasehatnya memang patut  dianut. Gaya hidupnya yang nyantri, apa adanya dan tidak neko-neko patut disuriteladani. Maka tidak salah orang-orang menye-butnya “Raden Santri, Raja Pandito Wunut”. Akhir-nya, ia wafat pada tahun 1456 M dan dimakamkan + 100 sebelah utara alun-alun Gresik, tepatnya di jalan Raden Santri Gresik.

Jika saat ini Gresik digembar-gemborkan seba-gai kota santri, mestinya Sayyaid Ali Murtadho alias Raden Santri, alias Raja Pandito Wunut, alias Sunan Gresik ini perlu dinobatkan sebagai “Bapak Kota Santri”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar