Kamis, 22 Oktober 2020

SARAH, Istri Pertama Nabi Ibrahim - (35)

  

Sarah adalah salah seorang wanita yang pantas di teladani bagi para wanita muslimah. Selain ia seorang wanita yang berwajah cantik, ia juga wanita yang beriman dan berbudi pekerti luhur. Oleh karena itu, Ibrahim berkenan mengambilnya sebagai istrinya. Dan dari perkawinannya yang suci ini, lahirlah seorang yang bernama Ishaq dan oleh Allah diangkat menjadi salah seorang nabi dan juga rasul-Nya.

Ketika Allah Swt. Mengutus Ibrahim as di bumi ini, tak seorang pun pada waktu itu yang muslim. Ibrahim pun mendapat berbagai rintangan dari bangsanya sendiri. Hanya Sarah, istrinya Ibrahim, yang percaya akan risalahnya, kemudian Luth. Dan sejak munculnya Ibrahim dengan risalahnya, maka tak sirna cahaya tauhid di atas bumi ini.

“Dan Ibrahim menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali pada kalimat tauhid.” (Q.S. az-Zumar: 29)

Di daerah Syam yang didiami Ibrahim itu, dakwah kepada kaumnya tidak mendapat sambutan yang berarti, bahkan waktu itu terjangkit suatu penyakit menular yang sulit diatasi, serta penghidupan nabi Ibrahim bersama keluarganya bertambah lama bertambah sempit. Oleh karena itu, Ibrahim dan istrinya, meninggalkan tanah Syam (Palestina atau Suriah), menuju Mesir. Sedang di Mesir ketika itu ada seorang raja yang memerintah dengan kekerasan atau kemauan diri sendiri saja.

Sarah adalah seorang perempuan yang sangat cantik. Kecantikannya inilah yang membawa satu kejadian yang tan menggembirakan terhadap keluarga Ibrahim. Raja Mesir yang gagah perkasa itu tertarik hatinya setelah memandang wajah Sarah, istri Ibrahim. Ibrahim lalu dipanggilnya ke istana. Ditanyai oleh Raja tentang hubungannya dengan perempuan itu.

Ibrahim mengerti akan maksud raja dan apa yang terkandung dalam hati raja itu. Kalau dijawabnya bahwa Sarah itu adalah istrinya, mungkin jawaban yang demikian itu menimbulkan bencana terhadap istrinya sendiri. Lali dijawabnyalah dengan jawaban yang tidak sebenarnya dengan mengatakan bahwa perempuan itu adalah saudaranya, saudara dengan pengertian seluas kata, saudara dalam keturunan, saudara dalam agama, saudara dalam bahasa dan saudara dalam kemanusiaan. Dengan jawaban ini, ternyata kepada raja, bahwa perempuan itu belum mempunyai suami. Lalu Ibrahim dan perempuan itu diperintahkan untuk tinggal dalam istana raja. Ibrahim pun datang  mendapatkan istrinya membawa kabar yang tidak baik ini dengan berkata: “Kabar yang saya bawa ini adalah kabar yang dibuat-buat, dan saya tidaklah bermain-main” Lalu diterangkan apa-apa yang terjadi dan berlaku antara dia dan raja, apa yang diperintahkan raja itu. Tidak ada daya upaya berhadapan dengan raja perkasa yang aniaya itu selain menyerahkan diri ke hadirat Allah, sebagaimana yang sudah terjadi di masa yang silam.

Ibrahim terpaksa dengan tangannya sendiri menyerahkan istrinya kepada raja yang aniaya itu. Sarah sudah diserahkan kepada raja dalam istana dengan menyerahkan nasib dan keadaan selanjutnya hanya kepada Allah semata.

Setiba di istana, kepada Sarah dengan segera diberikan pakaian-pakaian dan perhiasan yang sebagus-bagusnya dan semahal-mahalnya. Tetapi tampak di wajahnya, dia sendiri tidak suka tinggal di istana itu, tidak suka kepada semua pemberian yang berupa pakaian dan perhiasan yang cantik-cantik itu. Istana yang molek, pakaian dan perhiasan yang bagaimana mahalnya itu tidak dapat melupakan dia kepada suaminya sendiri, yang dipidahkan dengan dia bukan karena kesalahan atau perbuatan yang tak baik, tetapi hanya karena kemauan seorang raja yang perkasa, karena hanya nafsu dari seorang manusia yang mengaku raja itu.

Sarah hanya berserah diri bulat-bulat kepada Allah, memegang teguh akan ajaran agamanya, lalu duduk bertopang dagu dengan sedihnya. Dengan penuh keimanan itu, Allah menjaganya, sehingga meskipun raja sering masuk ke tempat Sarah, melihat agar Sarah menjadi senang selama di Istana.  Tetapi setiap raja masuk, Sarah semakin terperanjat dan bertambah sedih. Berbagai jalan diusahakan oleh raja itu agar Sarah hilang sedihnya, timbul gembira hatinya, tetapi semua daya upaya  dan semua usaha raja itu sia-sia belaka.

Setelah penat dan cape menjalankan berbagai ihtiar, akhirnya dengan badan yang lelah, raja itu lalu tidur di atas tempat tidurnya. Dalam tidurnya dia bermimpi, dimana dinyatakan dalam mimpinya itu bahwa Sarah sebenarnya telah mempunyai suami yaitu Ibrahim yang mengaku saudaranya itu.

Setelah terbangun dari tidurnya, raja itu menetapkan akan melepaskan Sarah dan menyerahkannya kembali kepada suaminya, yaitu Nabi Ibrahim. Selain itu, sang raja memberikan persembahan kepada nabi Ibrahim, yang bernama Hajar (ibu nabi Ismail).

Lama Ibrahim dan istrinya tinggal di Mesir. Ibrahim dengan segala sifat-sifatnya yang terpuji itu, berusaha mencari rizqi untuk hidupnya. Rizqinya banyak, sahabat kenalannya pun banyak pula. Dia sekarang sudah menjadi orang kaya, banyak binatang ternaknya dan banyak pula harta bendanya. Namun bukan hanya hasad dan dengki dalam hati, tetapi tampaknya mereka telah memutuskan akan menjalankan sesuatu yang akan mencelakakan terhadap Ibrahim dan istrinya. Nabi Ibrahim terpaksa pula meninggalkan negeri Mesir hanya memberinya harta kekayaan dan tidaklah dapat memberikan kebahagiaan hati itu.

Oleh karena itu, Nabi Ibrahim bersama Sarah  kembali menuju Palestina, tempat yang sudah lama ditinggalkannya itu. Sejak saat itu dijadikanyalah Palestina tempat menetapnya, menjadi tanah airnya sendiri. Dan kota yang ditempati itu dijadikan tempat suci untuk menyembah Allah.

 








Kabar Gembira dari Malaikat

Katika mereka berdua (Ibrahim dan Sarah) tinggal di Palestina, Allah memberi Sarah seluruh mukjizat dan kenikmatan yang telah bertahun-tahun ia rindukan. Yakni, seorang anak. Padahal, waktu itu, usia Sarah sudah lanjut.

Ketika Allah Swt. Mengirimkan malaikat-Nya untuk membinasakan kaum Luth, mereka diberi kabar gembira untuk Ibrahim, seorang anak lelaki dari Sarah. Malaikat-malaikat itu datang dengan sosok sebagai laki-laki asing. Ketika mereka bertemu dengan Ibrahim mereka mengucapkan salam dan dibalas oleh Ibrahim. Kemudian dengan cepat-cepat Ibrahim bawakan kepada mereka seekor sapi yang gemuk, lalu dipanggang dan diajukan kepada mereka, tanpa ditanya tentnag kedatangan dan keinginan mereka.

“Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan, “Selamat,” Ibrahim menjawab: “Selamatlah,” maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging sapi yang dipanggang.” (Q.S. Hud: 69)

Lalu Ibrahim meminta kepada mereka untuk sudi memakannya: “Tidakkah kalian makan?” Namun malaikat-malaikat itu tidak makan dan tidak minum serta tidak bersenang-senang dengan kesenangan manusia. Mereka menolak. Adapun penolakan mereka, dalam pikiran Ibrahim, menandakan bahaya; karena mereka berniat bususk dan akan mengganggunya, atau mereka melihat tindakan kurang sopan, atau dikarenakan sambutannya kepada mereka kurang. Di sini bangkitlah gejala sakwasangka Ibrahim dan berjaga-jaga terhadap mereka.”

“Maka tatakala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: ‘Jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus pada kaum Luth.” (Q.S. Huud: 70)

Para malaikat itu menerangkan kepadanya tentang kepribadian dan tujuan mereka, bahkan mereka adalah utusan-utusan Tuhan untuk membinasakan kaum Luth.

“Dan, tatkala utusan Kami (para malaikat) datang kepada Ibrahim membawa kabar gembira, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami akan mengahncurkan penduduk (Sodom) ini, sesungguhnya penduduknya adalah orang-orang yang zalim.” (Q.S. al-Ankabut: 31)

Kabar dan berita tentang Luth dan kaumnya itu menjadikan Ibrahim merasa sedih, selain dia adalah muridnya yang jujur dan juga merasakan sakit hati karena perbutan seorang dari kaumnya itu.

Sedangkan Sarah mendengarkan tujuan malaikat-malaikat itu, ia gembira dengan kemusnahan kaum yang fasik tersebut. Dan kemudian pada malaikat menyampaikan kepadanya kabar gembira, dengan melahirkan anak laki-laki, yang akan mendinginkan hati mereka, dan menggantikan terhadap tahun-tahun yang lampau, sebagai ganjaran (balasan) akan kesabaran dan kebaktiannya bersama Ibrahim. Para malaikat yang menentukan nama anaknya Ishak dan akan dipanjangkan usianya sampai melahirkan anaknya Ya’qub. Sekaligus digembirakan dengan kabar lahirnya anak dan cucu.

“Dan istrinya berdiri (disampingnya) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan sesudah Ishak (lahir pula) Ya’qub.” (Q.S. Huud: 71)

Sarah tercengang mendengar berita itu. Dan sebagaimana kebiasaan seorang wanita ia berusaha menyembunyikan kegembiraannya dengan mengajak dialog malaikat-malaikat itu; bagaimana bisa terjadi, sedang ia sudah lanjut usianya, rahim sudah kusut, dan suaminya sudah tua?

“Istrinya berkata; “Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.” Q.S. Huud: 72)

Namun yang memerintahkan dan berkehendak itu adalah Tuhan yang memiliki manusia, Maha Kuasa, dan Maha Qadir atas segalanya.

“Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul kepada siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Q.S. as-Syura: 50)

Sarah memalingkan wajahnya dalam keadaan malu. Dan bergeraklah rasa kasih saying dan keibuan, sambil bergumam lidahnya; Apakah seorang yang sudah tua seperti aku ini masih juga bisa mempunyai anak?

“Kemudian istrinya datang memekik (tercengang) lalu menepuk mukanya sendiri seraya berjata; “(Aku adalah) seorang perempuan tua yang mandul.” (Q.S. adz Dzariyaat: 29)

dijawab oleh malaikat-malaikat itu, “Mereka berkata: Demikianlah Tuhanmumemfirmankan. Sesungguhnya Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Adz Dzariyat: 30)

Dan lahirlah Ishaq, yang menjadi contoh bagi kesabaran dan ketaatan bagi Sarah. Dan ini merupakan satu bukti bahwasannya Allah berkuasa untuk memberi rizqi (apapun juga) kepada yang ia kehendaki tanpa suatu perhitungan.

“Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: ‘Jadilah’ maka terjadilah ia.” (Q.S. Yasin: 82)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar