Jumat, 23 Oktober 2020

IMAM JA’FAR AS-SHADIQ - (90)

 


Nama lengkapnya adalah Ja’far bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, suami fatimah az-Zahra, putri Rasulullah SAW. Ibunya bernama Ummu Farwah binti al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar as-Siddiq. Imam Ja’far merupakan perpaduan antara keturunan Rasulullah dan Abu Bakar as-Shiddiq RA. Ia adalah Imam ke enam syi’ah dua belas (Itsna ‘Asyariyah); ahli dalam berbagai bidang ilmu antara lain; Tafsir, Hadits, Kalam, Tasawuf, Fiqh, Kimia, Fisika, Botani, filsafat, farmasi, Kedokteran dan Astronomi. Pendapatnya menjadi rebutan bagi madzhab Ja’fari. Ayahnya, Muhammad al-Baqir adalah ulama besar dan Imam ke lima yang dipercaya oleh syi’ah Imamiyah.

Imam Ja’far dilahirkan di Madinah pada tahun 63 H/702 M dan dibesarkan di sini. Ia mula-mula mendapat pendidikan bagi ayahnya di sebuah Madrasah yang banyak melahirkan ulama-ulama besar. Ia juga belajar kepada beberapa ulama terkenal antara lain Urwah, Atha’, Nafi’, al-Zuhri, dan lain-lain. Ia memiliki kecerdesasan dan kemampuan dalam menghimpun berbagai cabang ilmu dalam dirinya. Oleh karena itu, ia merupakan ulama besar yang mampu menguasai berbagai cabang ilmu. Ia menghabiskan masa hidupnya sambil tak jemu-jemunya menambah ilmu melalui pergaulannya dengan para ulama dan berdiskusi dengan mereka. Di antara mereka adalah Abu Hanifah, Malik bin Anas, Washil bin Atha’ dll.

Karena pengetahuan yang dimilikinya demikian luas, tidak sedikit kaum muslimin menimbah ilmunya. Di antara mereka yang pernah belajar kepadanya ialah; Imam Abu Hanifah (pendiri madzhab Hanafi), Sufyan as-Sauri (pendiri madzzhab as-Sauri), Imam Malik (pendiri madzhab Maliki), dan ribuan murid lainnya.

Di samping alim dalam ilmu-ilmu agama, Ja’far as-Shidiq juga alim dalam berbagai ilmu pengetahuan alam, seperti ilmu kimia, fisika, Botani, farmasi, kedokteran, dan juga astrnomi.

Keahlian Ja’far as-Shadiq dalam bidang Fiqh tidak diragukan lagi. Ini terlihat dari fatwa-fawa fiqhnya yang menjadikan lahirnya madzhab Ja’fari atau madzhab Imamiyah Itsna Asyariyah. Madzhab Ja’fari, sebagaimana madzhab-madzhab lain, terutama madzhab-madzhab Sunni menempatkan al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber utamanya, kemudian “Ijma’” dan “Idrak al-Aql” (penalaran akal).

Pemikiran-pemikiran Imam Ja’far di bidang Fiqih merupakan pemikirannya yang khas dan diikuti oleh kalangan kaum muslimin khususnya kalangan syi’ah. Di kalangan kaum muslimin, ia dikenal sebagai fuqaha’ pendiri madzhab ke lima yaitu fiqih Ja’fariyah. Bukan hanya di kalangan syi’ah, namun kalangan ahli Sunnah-pun mengakui imam Ja’far as-Shadiq sebagai mujtahid di bidang fiqh. Dalam perkembangan pemikiran syi’ah, imam Ja’far merupakan tokoh yang membentuk ajaran-ajaran dasar yang amat penting. Kontribusinya di bidang ilmu-ilmu keislaman sangat banyak. Ia cenderung menyeimbangkan kehidupan rohani dalam menapak petunjuk ilahi. Fikiran-fikirannya selalu dinafasi oleh suasana kerohanian dan kezuhudan yang konsturktif sepanjang masa.

Di kalangan ahli Sunnah, Imam Ja’far as-Shadiq dikenal sebagai sufi besar yang memiliki ma’rifah laduniyyah yang tinggi yang tidak dicapai oleh sembarang orang. Dengan pengalaman kesufiannya yang tinggi, kalangan sufi menyimak pandangan-pandangannya secara menyeluruh. Di antara ajaran-ajarannya adalah keseimbangan. Ia menekankan adanya keseimbangan dalam melakukan taubat dan melaksanakan ibadah. Menurut ia, perjalanan sufi dimulai dari Taubat dan diakhiri dengan ibadah. Taubat dilakukan karena kesadaran akan kesalahan yang mendalam.

Beberapa pemikiran fiqih imam Ja’far berbeda dengan madzhab-madzhab sunni antara lain tentang Khums dan nikah mut’ah. Khums adalah pajak keagamaan yang diberikan kepada ahlu bait. Menurut madzhab Ja’fari merupakan kewajiban kaum muslimin, seperti zakat. Mengenai masalah nikah mut’ah, menurut madzhab sunni hukumnya haram.  Akan tetapi, kaum syi’ah yang mengikuti ajaran para imam dan ahli bait menganggapnya sebagai syariat Islam.

Ja’far as-Shadiq membawa interpretasi  baru tentang konsep imamah. Menurutnya, imam terpisah dari khilafah (kekhalifahan). Ia meletakkan 2 landasan penting bagi keimana;, 1. Nas ; yaitu kepercayaan yang menyatakan bahwa imamah adalah hak prerogatif Allah SWT yang dilimpahkan kepada orang pilihan-Nya dari keluarga Rasulullah SAW dan anak keturunannya melalui pengangkatan eksplisit. 2. Ilmu; seorang imam harus memiliki pengetahuan agama yang diteriamanya secara ilahiyah dan hanya dapat dipindahkan kepada imam berikutnya sebelum kematiannya. Dalam hal  ini, imam memiliki “ilmu khusus” atau ilmu “ilhami” yang diturunkan dalam keluarga dari generasi ke generasi berikutnya.

Imam Ja’far as-Shadiq meninggal dunia pada 148 H./765 M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar