1). Berdialog dengan Penghuni Kubur
Ibnu Abddunya didalam
bukunya, Al-Qubur, meriwayatkan seputar kekeramatan Umar bin Khatthab.
Pada suatu hari, dia pernah melewati pekuburan Baqi’ Madinah ssambil
mengucapkan : “Assalamu’alaikum. Ya ahlal qubur! (Salam sejahtera untuk
kalian, wahai penghuni kubur). Sesuai kabar yang aku dapatkan, isteri-isteri
kalian sudah menikah lagi, rumah-rumah kalian sudah didiami, dan harta-harta
kalian sudah dibagi-bagi”.
Tiba-tiba dari arah
dalam kubur terdengar suara hatf (suara tanpa terlihat orang yang
mengucapkannya), “Wahai Umar bin Khatthab! Amal salih yang dulu kami lakukan
sudah kami petik hasilnya. Harta benda yang kami infaqkan sudah kami terima
keuntungannya. Dan amal salih yang kami tinggalkan, kami benar-benar merasa
rugi dan kecewa”.
Pada kesempatan lain,
Umar bin Khatthab pergi berziarah ke makam seorang pemuda dan berkata
kepadanya, “Wahai anak muda! Orang yang takut kepada Tuhannya akan mendapatkan
dua surga”.
Kemudian dari arah
dalam kubur terdengar suara hatif, “Wahai Umar bin Khatthab, kedua surga
yang tuan sebutkan sudah aku terima dari Tuhanku”.
Demikian riwayat yang
diketengahkan oleh Ibnu ‘Asakir dari Yahya bin Ayyub al-Khuza’iy.
2). Menjadi Juru Bicara Rasulullah saw
Imam at-Taj as-Subky mengatakan, bahwa
diantara karamah Umar bin Khatthab adalah seperti yang pernah disabdakan
Rasulullah saw, “Adalah di kalangan umat sebelum kalian terdapat orang-orang
yang menjadi juru bicara yang menjelaskan ajaran-ajaran Nabi mereka. Jika ada
orang yang seperti itu dari kalangan umatku, dialah Umar bin Khatthab”.
3). Seruan Umar dari Madinah kepada Pasukan Islam di
Nahawand
Kisah ini bersumber dari Sariyah bin
Zanin al-Khulaji. Pada saat Umar menjabat khalifah, terjadi pertempuran hebat
antara tentara Islam dengan tentara Persia. Umar mempersiapkan pasukannya di
bawah pimpinan Sariyah bin Zanin al-Khulaji untuk dikirim ke Nahawand Persia
dalam rangka membantu pasikan Islam yang sudah ada di sana. Setelah pasukan
Islam sampai di gerbang masuk ke kota Nahawand, mereka mengalami kesulitan oleh
ketatnya penjagaan pasukan musuh yang jumlahnya jauh lebih besar. Pasukan Islam
tersdesak mundur dan hampir saja mengalami kekalahan telak.
Sementara itu di Madinah, Umar bin
Khatthab yang sedang berkhutbah di atas mimbar, nampaknya menyaksikan jalannya
pertempuran yang hampir memporak-porandakan pasukan Islam. Tiba-tiba Umar
berseru lantang dari atas mimbar, “Hai pasukan! Naiklah ke atas gunung!
(Diulang-ulangnya seruan itu hingga tiga kali) Adalah zalim sikap menyerahkan
kambing kepada seekor serigala untuk menggembalakannya”.
Seruan Umar tersebut rupanya
dismpaikan Allah swt kepada semua pasukan Islam yang sedang bertempur. Segera
mereka naik ke atas gunung sambil berkata kepada yang lain, “Sungguh, ini suara
Amirul Mukminin”. Dan akhirnya pasukan Islam menang. Sedang pasukan Persia
dapat dipukul mundur dan hancur berantakan.
Syaikh Taqi’uddin as-Subky, ayah imam
at-Taj as-Subky, menambahkan, pada saat itu Ali bin Abi Thalib ikut serta
mendengarkan khutbah Umar. Orang-orang bertanya kepada Ali, “Apa yang dikatakan
Amirul Mukminin itu? Pasukan Islam yang mana yang dimaksudkannya? Dan harus
berlindung itu ke atas gunung yang mana?”.
Dengan bijaksana Ali bin Abi Thalib
menjawab pertanyaan mereka, “Biarkan begitu dulu. Tidaklah masuk kedalam
sesuatu, melainkan ia akan keluar lewat sesuatu pula”.
Kontroversi khutbah Umar menjadi jelas
setelah pasukan Islam yang dikirim ke Nahawand pulang ke Madinah dengan membawa
kemenangan gemilang. Salah seorang diantara mereka datang menghadap khalifah
Umar untuk melaporkan jalannya pertempuran, “Wahai Amirul Mukminin! Kami telah
menghadapi pertempuran yang sangat berat. Jumlah pasukan musuh jauh lebih
besar, tangguh, lagi bersenjata lengkap. Kami hampir saja terdesak mundur.
Tiba-tiba terdengar suara Anda sangat lantang : ‘Hai pasukan! Naik dan berlindunglah
ke atas gunung! Sungguh zalim yang menginginkan serigala menggembalakan
kambing. Lantas kami mundur, berlindung dan naik ke atas gunung, sehingga
berkat bantuan Allah swt, kami mampu mengalahkan mereka”.
Imam at-Taj as-Subky berkomentar,
Sebenarnya Umar bin Khatthab tidak
ingin mendemonstrasikan kekeramatannya di hadapan para sahabat yang sedang
khusyuk mendengarkan khutbahnya. Tapi Allah swt telah membukakan hijab
(penghalang) dari depan matanya, sehingga beliau mampu menyaksikan secara
langsung jalannya pertempuran. Beliau bahkan merasa seolah-olah sedang berada
di tengah pasukan dan lupa kalau sedang khutbah di atas Mimbar masjid Nabawi.
4). Menghentikan
Gempa Bumi
Imam Haramain didalam kitabnya, Asy-Syamil,
meriwayatkan tentang peristiwa gempa bumi yang terjadi pada masa kekhalifahan
Umar bin Khatthab. Setelah ber-tahmid, bumi masih terus berguncang.
Lantas Umar mengambil cambuk, lalu dipukulkan ke bumi sambil berkata, “Hai
bumi! Diam dan berhentilah berguncang. Apakah aku pernah tidak adil dalam
menjalankan pemerintahan di atas permukaanmu!”. Tiba-tiba bumi menjadi tenang
dan seperti biasanya, tidak gempa.
Imam Haramain memberikan komentar:
“Umar bin Khatthab benar-benar seorang
Amirul Mukminin secara lahir batin. Benar-benar seorang khalifah Allah di atas
bumi-Nya untuk mengatur seluruh penduduk bumi. Dia mencela bumi sebagaimana
mencela penduduknya oleh sebab kesalahan-kesalahan mereka”.
5). Memerintahkan
Sungai Nil agar Tetap Mengalir
Kisah ini mirip dengan peristiwa gempa
bumi di atas. Sudah menjadi adat masyarakat Mesir yang mendiami daerah sekitar
sungai Nil, jika datang musim kemarau panjang dan air sungai mengering, bahkan
tidak berair, masyarakat lantas beramai-ramai mendatanginya, melakukan ritual tertentu
dengan mengorbankan seorang gadis cantik yang terlebih dulu dihiasi begitu
indah, lalu diceburkan ke dalam sungai itu sebagai sesajen untuk dewa
penguasa sungai Nil. Menurut kepercayaan mereka, hanya dengan ritual memberi
korban seperti itu, sungai Nil akan mengalirkan airnya.
Setelah Mesir mampu dikuasai dan
menjadi wilayah kekuasaan Islam di masa khalifah Umar bin Khatthab, sungai Nil
pernah mengalami kekurangan air. Peristiwa tersebut dilaporkan orang kepada
gubernur Amr bin ‘Ash, termasuk tradisi dan acara ritual mengorbankan gadis
cantik untuk dihanyutkan ke dalam sungai sebagai sesajen-nya.
Gubernur Amr bin Ash menjelaskan
kepada seluruh penduduk, bahwa tradisi dan ritual semacam itu dilarang oleh
Islam dan harus diberantas. Maka itu, mereka tidak lagi melakukan ritual
tradisional mereka. Setelah ditunggu beberapa bulan sejak dikeluarkannya
larangan gubernur tersebut, ternyata sungai Nil tetap saja kering dan tidak
mengalirkan air, bahkan penduduk sudah bertekat hendak berpindah meninggalkan kampung
halaman mereka menuju ke daerah lain yang lebih subur.
Amr bin Ash mengirimkan surat kepada
khalifah Umar mengenai kasus tersebut dan meminta petunjuk. Tak lama kemudian
khalifah mengirimkan surat balasan kepada Amr bin Ash, yang isinya :
“Apa yang kamu katakan kepada
masuarakat Mesir sudah benar. Islam memang menyuruh menghancurkan setiap
tradisi dan ritual yang menyimpang dari akidah Islam. Brsama surat ini, aku
lampirkan sepucuk surat. Lemparkanlah ia kedalam sungai Nil”.
Sebelum melaksanakan perintah
khalifah, Amr bin Ash membuka lampiran surat tersebut, ingin tahu apa gerangan
isinya. Isinya ternyata berbunyi :
“Dari Umar bin Khatthab, Amirul
Mukminin.
Ditujukan kepada sungai Nil di Mesir.
Amma Ba’du.
Jika kamu mengalirkan
air itu atas kehendakmu sendiri, janganlah kamu alirkan air itu. Tapi jika kamu
mengalirkannya atas kehendak Allah swt, kami memohon kepada Allah swt agar Dia
berkenan mengalirkan air yang ada padamu”.
Surat itu kemudian dilemparkan ke
dalam sungai Nil sesuai perintah khalifah. Pada malam harinya, atas izin dan
kekuasaan Allah swt, sungai Nil telah penuh terisi air dan mengalirkan airnya
dengan derasnya ke tanah-tanah persawahan dan perkebunan, sehingga mereka
mengurungkan niat meninggalkan kampung halaman mereka.
6). Mengetahui Calon
Pembunuh Usman dan Ali
Pada suatu hari, Umar
bin Khatthab menentang pengiriman pasukan ke wilayah Syam. Sementara sekelompok
sahabat bersikeras dan mendesak khalifah agar mengirimkan pasukan tersebut.
Tetapi Umar tetap bertahan pada pendiriannya. Mereka sampai tiga kali mendesak
khalifah, namun beliau tetap menolak pengiriman.
Setelah semuanya
terjadi, menjadi jelaslah bahwa didalam pasukan tersebut ternyata ada
orang-orang calon pembunuh Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
7). Memberitahukan Rumah Seseorang Terbakar
Umar bin Khatthab
pada suatu hari bertemu seorang lelaki. Lalu terjadi dialog diantara keduanya :
“Siapa namamu?”,
tanya Umar.
“Namaku Jumrah”,
jawab lelaki itu.
“Anak siapa kamu?”,
tanya Umar.
“Anaknya Syihab”,
jawabnya.
“Dari mana asal
daerahmu!”, tanya Umar.
“Dari daerah Harrah”,
jawabnya.
“Lebih tepatnya yang
sebelah mana?”, tanya Umar.
“Rumahku di desa
Dzati Lazha”, jawab lelaki itu.
Tiba-tiba Umar
menyuruh lelaki itu segera pulang, “Pulang dan temuilah keluargamu di kampung
secepatnya, karena rumahmu sekarang sudah hangsu terbakar”.
Lelaki tersebut
segera pulang ke kampungnya, dan benar apa yang dikatakan Umar menjadi
kenyataan. Rumahnya habis terbakar.
8). Prediksi Umar Selalu Tepat
Abdullah bin Umar
berkata, apa saja yang ayahnya prediksikan selalu berlawanan dengan preiksinya.
Prediksi ayahnya, yakni Umar bin Khatthab, ternyata lebih benar dan jitu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar