Nama aslinya Abdul Ka’bah. Ayahnya bernama Abu
Quhafah bin Amr dan ibunya bernama Salmah binti Sakhr bin Amr. Setelah masuk
Islam, nama Abdul Ka’bah diganti menjadi Abdullah. Karena merupakan
orang yang pertama kali masuk Islam, dia dipanggil dengan nama Abu Bakar,
yang berarti “bapaknya pemagi”, maksudnya orang yang terdahulu masuk Islam.
Abu Bakar adalah orang yang senasib dan sepenanggungan
dengan Rasulullah saw sejak muda, sehingga dia sangat mengenal sifat dan
kepribadian beliau saw. Hubungannya dengan beliau saw semakin erat setelah
diikat dengan tali pernikahan puterinya, ‘Aisyah ra, dengan beliau saw. Di
samping itu, dia merupakan orang kepercayaan, orang pertama dan teman berunding
yang senantiasa berada dekat dengan beliau saw. Dimana pun ada beliau saw, di
situ ada Abu Bakar.
* * * * * * * *
Keislaman Abu Bakar.
Setelah Khadijah dan Ali bin Abi Thalib menyatakan
keislamannya, Rasulullah saw menemui Abu Bakar di rumahnya. Diajaknya dia
berbincang-bincang dan diceritakannya kepadanya tentang wahyu dan agama Islam
yang baru saja beliau saw terima dari Allah swt. Kemudian beliau saw
mengajaknya masuk Islam dan beriman kepada Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa. Abu
Bakar sangat memahami benar kepribadian beliau saw yang jujur, dapat dipercaya
dan berakhlak mulia. Dengan ajakan beliau saw, Abu Bakar langsung beriman dan
menerimanya dengan senang hati, tanpa keraguan sedikit pun, seraya berkata,
“Demi ayah dan ibuku. Orang yang paling jujur adalah engkau. Asyhadu an la
ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah”.
Penerimaan Abu Bakar begitu cepat, tegas dan tanpa
keraguan sedikit pun ini membuat hati Rasulullah saw sangat bahagia dan
memujinya, “Aku belum pernah mengajak seseorang masuk Islam, melainkan masih
menemui ganjalan padanya. Kecuali anaknya Abu Quhafah, Abu Bakar. Aku tidak
pernah mengatakan sesuatu kepadanya, melainkan dia langsung menerimanya dan
berpegangan teguh padanya”.
Setelah itu, Abu Bakar semakin dekat hubungannya, selalu
membantu dan melindungi beliau saw. Dia ikut berpartisipasi langsung dalam
dakwah Islamiyah, mengajak teman-temannya masuk Islam secara sembunyi-sembunyi,
yang kemudian mereka sambut ajakannya dengan suka rela. Diantara mereka yang
dia ajak masuk Islam adalah Usman bin Affan, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdurrahman
bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah dan beberapa penduduk Makkah lainnya.
* * * * *
Sejak dakwah Isamiyah diperintahkan secara
terang-terangan, kaum muslimin banyak yang menerima cobaan dan siksaan kaum
kafir quraisy, terutama kalangan budak. Maka Abu Bakar lah yang membantu
menyelamatkan mereka dengan cara membeli budak tersebut dari pemiliknya, lalu
dimerdekakan. Dan Abu Bakar pun juga tidak luput dari siksaan mereka.
Sewaktu kaum msulimin mencapai jumlah + 39 orang, Abu Bakar memohon ijin kepada
Rasulullah saw untuk menyatakan keislaman mSereka di depan umum. Beliau saw
pada mulanya melarangnya. Tetapi karena berkali-kali didesaknya, lalu beliau
saw mengijinkannya. Selanjutnya Abu Bakar mengajak kaum muslimin tersebut
berkumpul di Masjidil Haram, lalu berkhutbah di depan mereka. Bertepatan dengan
hari itu, paman Rasulullah saw, Hamzah bin Abdul Muthalib, masuk Islam. Tiga
hari kemudian, Umar bin Khatthab menyusul masuk Islam.
Setelah khutbah dimulai, kaum kafir quraisy berdatangan
dari empat penjuru dan langsung menyerang kaum muslimin. Meskipun Abu Bakar
merupakan orang yang masih terpandang di mata masyarakat quraisy, dia pun tidak
luput dari serangan dan keroyokan mereka, sehingga wajah, hidung, telinga dan
sekujur tubuhnya penuh dengan darah segar, sampai tak sadarkan diri. Bahkan
semua orang menyangkanya telah “koma”, hampir mati, dan pada sore harinya, dia
sadar kembali. Sewaktu sadar, tampak sekali keimanannya yang begitu teguh dan
kecintaannya kepada Rasulullah saw sangat mendalam, sehingga kalimat pertama
yang diucapakannya adalah menanyakan keadaan beliau saw kepada Ummu Jamil,
“Bagaimana keadaan Rasulullah saw?”
Ummu Jamil memberi isyarat kepada Abu Bakar, agar jangan
keras-keras menanyakan hal itu, biar tidak terdengar oleh ibunya, Salamah, yang
masih kafir. Namun dia menegaskan, “Jangan khawatir dengan ibuku”.
Maka disampaikanlah kabar kepadanya, bahwa Rasulullah saw
dalam keadaan selamat. “Benarkah Rasulullah saw betul-betul selamat! Sekarang
beliau ada di mana?”, kata Abu Bakar seakan tidak percaya.
“Sekarang beliau saw ada di rumah Arqam”, jawab Ummu
Jamil.
“Demi Allah. Aku tidak akan makan dan minum sebelum
bertemu dengan Rasulullah saw”, katanya.
*
* * * * *
Keimanan dan
kecintaan Abu Bakar kepada Rasulullah saw tampak sekali sewaktu berhijrah. Sewaktu
beliau saw memerintahkan kaum muslimin agar berhijrah, Abu Bakar segera
menyiapkan perbekalan yang akan dibawa berhijrah bersama keluarganya. Dia
memohon ijin beliau saw, namun beliau menyarankannya agar menangguhkan
hijrahnya.
“Jangan terburu-buru.
Kemungkinan Allah swt akan menjadikan kamu sebagai teman dalam perjalanan
hijrahku”, kata beliau saw.
Dengan jawaban itu,
Abu Bakar faham dan tidak meragukan saran beliau saw. Mengenai kapan
berangkatnya, beliau saw masih merahasiakan dan sambil menunggu perintah Allah
swt. Setelah ada perintah, barulah beliau saw menghubunginya. Padahal saat itu
sedang gawat-gawatnya situasi, dimana kaum pemuda kafir quraisy merencanakan
pembunuhan terhadap diri beliau saw. Sesampainya di rumah Abu Bakar, beliau saw
menyusun rencana perjalanan hijrahnya. Agar tidak diketahui musuh, maka Abu
Bakar membagi tugas kepada putranya, Abudullah, ‘Aisyah, Asma’ dan pembantunya
yang bernama Amir bin Fuhairah, agar bersama-sama ikut melindungi keselamatan
Rasulullah saw. (Baca kisah Amir bin Fuhairah).
Selanjutnya
Rasulullah saw dan Abu Bakar berangkat berhijrah pada malam itu, keluar dari
pintu belakang rumah Abu Bakar menuju ke gua Tsur, arah selatan kota Makkah.
Dalam perjalanan menuju ke gua ini, Abu Bakar terkadang berjalan di depan, di
belakang, dan di kanan-kiri beliau saw. Lalu ditanyakan oleh beliau saw tentang
sikapnya ini.
“Wahai Rasulullah!
Selagi aku ingat para pemuda quraisy yang selalu mengintaimu, aku berjalan di
mukamu. Sewaktu ingat pencarian mereka, aku berjalan di belakangmu. Dan
terkadang aku berjalan di kanan dan kirimu adalah untuk menjaga keamananmu”,
jawab Abu Bakar.
Sesampainya di gua
Tsur, Abu Bakar dan Rasulullah saw
kemudian tidur. Di tengah tidurnya, Abu Bakar terbangun dan merasakan bahwa
beliau saw melakukan sesuatu, lalu ditanyakan, “Apa yang mengganggumu, wahai
Rasulullah!”
“Nampaknya ada lubang
di situ yang tadi ambrol. Aku khawatir ada binatang yang keluar dari situ, lalu
mengganggu aku dan kamu”, jawab beliau saw.
Abu Bakar segera
menutup lubang tersebut dengan tumitnya. Sementara Rasulullah saw melanjutkan
tidurnya. Beberapa saat kemudian, tumitnya digigit hewan di lubang itu.
Ditahannya rasa sakitnya, agar tidak mengusik kenyenyakan tidur beliau saw.
Namun akhirnya dia tidak kuat menahan sakit, sampai dia meneteskan air mata dan
jatuh tepat di atas pipi beliau saw. Beliau pun kemudian terbangun dan langsung
menanyakan apa yang sedang menimpanya. Namun Abu Bakar tidak menjelaskannya.
“Semoga Allah swt
merahmatimu. Kamu adalah sahabatku dan orang yang membenarkanku di saat
orang-orang sama membohongiku. Kamu adalah penolongku di saat orang-orang sama
membiarkanku. Kamu adalah orang yang beriman kepadaku di saat orang-orang sama
membohongiku. Kamu menghiburku di saat aku sedang berduka. Tiada pemberian
seseorang kepadaku yang dapat menyamai pemberianmu”, puji beliau saw.
Pada suatu hari,
datang serombongan pemuda quraisy yang mencari-cari beliau saw dan sampailah
mereka di mulut gua Tsur. Mereka mendapati sarang laba-laba yang menutupi mulut
gua dan di sampingnya ada dua ekor burung merpati di sarangnya. Bahkan salah
seorang diantara mereka berdiri tepat di atas sebuah lubang gua. Hati Abu Bakar
benar-benar bergoncang. Dia tahan kuat-kuat napasnya dan didekapkan tubuhnya
pada tubuh Rasulullah saw, sampai keringatnya keluar deras dan menangis, seraya
menyerahkan jiwanya sepenuhnya kepada sl, karena sangat khawatir jika
persembunyiannya diketahui oleh mereka.
Gerak-gerik
kegelisahan Abu Bakar diketahui Rasulullah saw. Kemudian beliau saw berusaha
menenangkannya seraya bersabda, “Jangan susah. Sesungguhnya Allah swt bersama
kita”. Sehingga hati Abu Bakar menjadi tenang.
Mereka pergi
meninggalkan gua sambil berkomentar, bahwa tidak mungkin ada orang didalam gua.
Kemudian Rasulullah saw bersyukur kepada Allah swt dengan mengucapkan, “Allahu
Akbar. Allah Maha Besar”.
Peristiwa ini semakin
mempertebal dan menguatkan keimanan Abu Bakar. Karena Allah swt ternyata
benar-benar melindunginya dan Rasulullah saw. Peristiwa ini lalu diabadikan
Allah swt didalam Al-Qur’an surat at-Taubah[9] : 40.
*
* * * *
Peristiwa Isra` dan
Mi’raj.
Tersiarnya kabar
tentang Isra` dan Mi’raj yang baru saja dialami Rasulullah saw
benar-benar mengguncangkan keimanan sebagian kaum muslimin. Namun keimanan Abu
Bakar justeru semakin dan kuat dan menakjubkan.
Pada saat itu
Rasulullah saw bertemu dengan Abu Jahal. Beliau saw ditanya tentang berita apa
yang sedang diterimanya. Beliau saw jawab, “Tadi malam aku ke Baitul Maqdis”.
Abu Jahal tentu saja
sangat heran. Karena betapa cepatnya beliau saw sudah kembali ke Makkah pada
hari itu juga. Dia menyuruh beliau saw menceritakan peristiwa tersebut kepada
kaumnya, kaum kafir quraisy, yang kemudian disanggupi oleh beliau saw.
Maka dikumpulkanlah
kaum kafir quraisy, lalu beliau saw menceritakan peristiwa isra`-mi’raj
yang baru saja dialami kepada mereka, mulai dari awal perjalanannya menuju ke
Baitul Maqdis di malam (isra`), terus naik ke Sidratul Muntaha (mi’raj),
kemudian pulang kembali ke Makkah pada malam itu juga. Mereka semakin bingung
dengan cerita tersebut dan menganggap aneh, bahkan ada yang menyimpulkan bahwa
beliau saw benar-benar telah gila.
Mereka akhirnya
menemui Abu Bakar untuk menceritakan apa yang baru saja mereka dengar itu.
Ditanggapi oleh Abu Bakar, “Demi Allah. Bila Muhammad benar-benar telah berkata
seperti itu, perkataannya itu tentu benar. Demi Allah. Sungguh, bila beliau saw
membawa berita kepadaku tentang berita dari langit yang dibawa ke bumi pada
suatu saat, baik malam maupun siang, aku tetap membenarkan perkataannya”.
Selanjutnya Abu Bakar
menemui Rasulullah saw yang sedang berkumpul bersama mereka, dan bebrtanya :
“Wahai Nabi Allah! Apakah engkau telah bercerita kepada kaum quraisy, bahwa
engkau tadi malam ke Baitul Maqdis?”.
“Betul”, jawab beliau
saw.
“Wahai Nabi Allah! Jelaskan ciri-ciri
Baitul Maqdis kepadaku. Karena aku pernah ke sana”, tanya Abu Bakar.
Rasulullah saw segera
menjelaskan ciri-cirinya, sejak dari jumlah pintu dan jendelanya, banyaknya
tiangnya, bentuk bangunannya, sampai kepada ciri-cirinya yang terkecil. Setiap
kali beliau saw menguraikan mamsing-masing ciri tersebut, Abu Bakar
berkomentar: “Betul engkau. Aku bersaksi bahwa engkau adalah benar-benar Rasul
utusan Allah”.
Setelah itu,
Rasulullah saw bersabda kepada Abu Bakar, “Wahai Abu Bakar! Kamu adalah ash-Shiddiq,
orang yang selalu membenarkan”.
Sejak saat itu, Abu
Bakar berhak memakai gelar Ash-Shiddiq di belakang namanya dan berhak
pula mendapatkan pujian Allah swt, sebagaimana yang diisyaratkan didalam
firman-Nya :
وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ أُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Dan orang yang
membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang
bertakwa.” (QS az-Zumar,[39] : 33).
* * * * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar