Abdurrahman Siddik bin Haji Muhammad ‘Arif lahir di
kampung Dulam Pagar, Martapura Kalimantan Selatan pada tahun 1857 M. Ia dikenal
sebagai seorang mufti pada masa Sultan
Muhammad bin Sultan Isya dari Kerajaan Inderagiri, dan dikenal sebagai Tuan
Guru Safat, sebagai penggilan kehormatan kepada ulama-ulama yang
memperlihatkan citra kepemimpinan dalam bidang pendidikan.
Setelah tamat mengaji al-Qur’an di kampung Dalam
Pagar Martapura, Abdurrahman Shiddik menambah pengetahuan agama ke Padang
(Sumatera Barat) pada tahun 1882. Kemudian melanjutkan pelajaran ke Makkah
(tahun 1889) dan belajar pada halaqah-halaqah di Masjid al-Haram.
Selama 7 tahun di Makkah dan Madinah Abdurrahman
Shiddik belajar kepada ulama-ulama terkemuka, di antaranya, Syekh Said Bakri
Syatha, As-syaikh Said Babasyid dan Syekh Nawawi Banten. Di samping itu, ia
juga menambah pengetahuan agama di halaqah Masjid al-Nabawi, Madinah. Pada
tahun 1897 M, ia mengajar di Masjid al-Haram atas izin pemerintah Kerajaan
Saudi Arabia. Setahun kemudian ia kembali ke Indonesia.
Sekembalinya dari Arab, Abdurrahman Shiddik menetap
di Bangka, sebagai guru agama selama hampir sebelas tahun. Kemudian pindah ke
Sapat, Inderagiri pada tahun 1912, dan berhasil membangun sebuah masjid serta
pesantren di tengah-tengah perkebunan kelapa. Di sanalah ia hidup sebagai guru
agama dan muballigh Islam, juga sebagai petani kelapa. Lokasi pesantrennya
dikenal sebagai kampung Farit Hidayat. Santrinya tinggal di pondok-pondok
sekitar masjid tanpa dipungut bayaran dan biaya pondokan. Sampai tahun 1937,
sekitar seratus buah rumah sederhana tempat pemondokan para santri mengitari
masjid. Karena keberhasilannya mengembangkan pesantren yang dikelolanya, maka
pada tahun 1919 M. ia diangkat secara resmi sebagai Mufti Inderagiri. Jabatan
ini dipangkunya sampai ia meninggal pada tanggal 10 Maret 1939 M. (4 Sya’ban 1358
H.).
Meskipun sangat sibuk di bidang pendidikan, dakwah
dan sebagai mufti, Abdurrahman
menyempatkan diri menulis karya ilmiah. Karya-karya tersebut umumnya
menyangkut masalah agama; yaitu: ilmu Tauhid, Fiqh, Syarah Hadis, Tasawuf, ilmu Dakwah, sejarah Islam,
dan sebagainya.
Di antara karya-karyanya yang beredar di tengah-tengah
masyarakat Riau, yaitu: Fath al-Alim, sebuah buku ilmu tauhid, Aqaid
al-Imam, sebuah buku yang menyangkut ilmu tauhid, Asror al-Shalat min
‘uddah Kutub al-Mu’tamadat, sebuah kitab Fiqh yang menerangkan
rahasia-rahasia shalat, Risalat ‘Amal Ma’rifah, sebuah ringkasan kitab
tasawuf yang ditulis pada tahun 1332 H. Mau’idzah lil Nafs wa li Amsaly, sebuah
kitab ilmu tauhid yang bercorak tasawuf akhlaq. Syair “ibarat dan Khabar
Qiyamat, sebuah sastera keagamaan. Kutub al-Faraidh, sebuah kitab
fiqh tentang waris, Majmu’ al-Ayat wa al-Hadis fi Fadail al-Ilmi wa
al-‘Ulama wa al-Muta’allimin wa al-Mustami’in li Khodim al-Thalabat, sebuah
kumpulan hadis dan ayat Al-Qur’an tentang kelebihan ilmu ulama. Penghimpunan
tiga risalah: Risalah Syajarah al-Irsyadiah, Risalah Takmilah Qaul
al-Mukhtashar fi ‘Alamat al-Mahdi al-Muntazhar, sebuah kitab yang berisi
silsilah keturunan, tanda-tanda hari kiamat, dan persoalam Imam Mahdi. Kumpulan
Khuthbah, sebuah kitab berbahasa Arab yang berisi kumpulan khuthbah
neneknya Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjary beserta terjemahannya oleh
Abdurrahman Shiddik. Semua kitab tersebut ditulis dalam bahasa Melayu dengan
ejaan huruf Arab-Melayu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar