Sabtu, 06 Mei 2017

Abdurrahman Shiddiq Al-Banjari - [10]





Abdurrahman Siddik bin Haji Muhammad ‘Arif lahir di kampung Dulam Pagar, Martapura Kalimantan Selatan pada tahun 1857 M. Ia dikenal sebagai seorang  mufti pada masa Sultan Muhammad bin Sultan Isya dari Kerajaan Inderagiri, dan dikenal sebagai Tuan Guru Safat, sebagai penggilan kehormatan kepada ulama-ulama yang memperlihatkan citra kepemimpinan dalam bidang pendidikan.
Setelah tamat mengaji al-Qur’an di kampung Dalam Pagar Martapura, Abdurrahman Shiddik menambah pengetahuan agama ke Padang (Sumatera Barat) pada tahun 1882. Kemudian melanjutkan pelajaran ke Makkah (tahun 1889) dan belajar pada halaqah-halaqah di Masjid al-Haram.
Selama 7 tahun di Makkah dan Madinah Abdurrahman Shiddik belajar kepada ulama-ulama terkemuka, di antaranya, Syekh Said Bakri Syatha, As-syaikh Said Babasyid dan Syekh Nawawi Banten. Di samping itu, ia juga menambah pengetahuan agama di halaqah Masjid al-Nabawi, Madinah. Pada tahun 1897 M, ia mengajar di Masjid al-Haram atas izin pemerintah Kerajaan Saudi Arabia. Setahun kemudian ia kembali ke Indonesia.
Sekembalinya dari Arab, Abdurrahman Shiddik menetap di Bangka, sebagai guru agama selama hampir sebelas tahun. Kemudian pindah ke Sapat, Inderagiri pada tahun 1912, dan berhasil membangun sebuah masjid serta pesantren di tengah-tengah perkebunan kelapa. Di sanalah ia hidup sebagai guru agama dan muballigh Islam, juga sebagai petani kelapa. Lokasi pesantrennya dikenal sebagai kampung Farit Hidayat. Santrinya tinggal di pondok-pondok sekitar masjid tanpa dipungut bayaran dan biaya pondokan. Sampai tahun 1937, sekitar seratus buah rumah sederhana tempat pemondokan para santri mengitari masjid. Karena keberhasilannya mengembangkan pesantren yang dikelolanya, maka pada tahun 1919 M. ia diangkat secara resmi sebagai Mufti Inderagiri. Jabatan ini dipangkunya sampai ia meninggal pada tanggal 10 Maret 1939 M. (4 Sya’ban 1358 H.).
Meskipun sangat sibuk di bidang pendidikan, dakwah dan sebagai mufti, Abdurrahman  menyempatkan diri menulis karya ilmiah. Karya-karya tersebut umumnya menyangkut masalah agama; yaitu: ilmu Tauhid, Fiqh, Syarah  Hadis, Tasawuf, ilmu Dakwah, sejarah Islam, dan sebagainya. 
Di antara karya-karyanya yang beredar di tengah-tengah masyarakat Riau, yaitu: Fath al-Alim, sebuah buku ilmu tauhid, Aqaid al-Imam, sebuah buku yang menyangkut ilmu tauhid, Asror al-Shalat min ‘uddah Kutub al-Mu’tamadat, sebuah kitab Fiqh yang menerangkan rahasia-rahasia shalat, Risalat ‘Amal Ma’rifah, sebuah ringkasan kitab tasawuf yang ditulis pada tahun 1332 H. Mau’idzah lil Nafs wa li Amsaly, sebuah kitab ilmu tauhid yang bercorak tasawuf akhlaq. Syair “ibarat dan Khabar Qiyamat, sebuah sastera keagamaan. Kutub al-Faraidh, sebuah kitab fiqh tentang waris, Majmu’ al-Ayat wa al-Hadis fi Fadail al-Ilmi wa al-‘Ulama wa al-Muta’allimin wa al-Mustami’in li Khodim al-Thalabat, sebuah kumpulan hadis dan ayat Al-Qur’an tentang kelebihan ilmu ulama. Penghimpunan tiga risalah: Risalah Syajarah al-Irsyadiah, Risalah Takmilah Qaul al-Mukhtashar fi ‘Alamat al-Mahdi al-Muntazhar, sebuah kitab yang berisi silsilah keturunan, tanda-tanda hari kiamat, dan persoalam Imam Mahdi. Kumpulan Khuthbah, sebuah kitab berbahasa Arab yang berisi kumpulan khuthbah neneknya Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjary beserta terjemahannya oleh Abdurrahman Shiddik. Semua kitab tersebut ditulis dalam bahasa Melayu dengan ejaan huruf Arab-Melayu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar